Mohon tunggu...
Sekar Ayu
Sekar Ayu Mohon Tunggu... Freelancer - Manusia Kecil Berharap Bisa Bermanfaat Besar.

menulis adalah bagian dari mengeluarkan energi dan isi kepala, saat sibuk bertanya dan menganalisa dari sudut pandangku. #ssayuf

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerita Arumi dan Kehilangan Kekasihnya

10 Juni 2022   10:35 Diperbarui: 10 Juni 2022   10:36 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari ini kembali aku membuka laptop dan mengumpulkan nyawa untuk bergerak, setelah 1 minggu terbujur kaku jiwaku pada ranjang yang panjang. Kini aku harus kembali mencoba melangkah sendiri. Setelah kepergiannya, kaki ku hilang sebelah, rasanya tak mampu menopang tubuh yang sudah mulai jompo ini sendirian. Suamiku, sahabatku dan kekasihku, dipilih meninggalkan aku duluan tanpa tanda sakit atau tanda apapun, tiba-tiba saja. Itu pun yang mengakibatkan diriku tak sanggup melihat dunia. 

Kami hanya hidup berdua, berdua saja. Kebetulan pada 2013 lalu rahimku ditakdirkan harus diangkat demi menyelamatkan aku, kami ikhlas dan menerima takdirnya. Semenjak saat itu harapan kami untuk memiliki keturuan pun pupus. Saat itu hatiku kosong sekali hampa, aku hampir gila memikirkan bagaimana orang akan memandangku. Wanita tidak sempurna kah? atau wanita cacat?, gejolak batinku perlahan sembuh karena teman hidupku itu. Suamiku berhasil meyakinkanku bahwa kebahagiaan kita tidak akan hilang, dan drajat ku sebagai wanita tidak akan turun meski tanpa rahim. Tapi kali ini kemana aku akan mengadu Tuhan?

Butuh 4 tahun bagi ku menerima takdir aku perempuan tanpa rahim dan keturunan, lalu bagaimana aku akan menerima ujian kali ini, dan takdirku?. Seminggu ini aku hanya duduk dan bersimpuh sambil menangis, dan menanyakan mengapa begini, mengapa? mengapa aku, mengapa?

Tak kuasa aku menahan beban ini Tuhan, kurangkah saat kau ambil rahimku. Aku termenung

Berhari-hari aku bertanya dan hanya bisa menangis. Makanan dan minuman selalu dikirimkan keluarga dan sahabatku. Wajahku pucat tak bergairah aku seperti mayat yang hidup. 

"Mas kalau kamu dengar coba tolong bantu tanya kenapa aku?".

Hari ke-5 proses penerimaanku. Jumat ini rasanya lebih syahdu, angin lebih bertiup sejuk, dan cuaca lebih teduh dari biasanya. Untuk pertama kalinya aku keluar dari kamarku dan menyapa keluargaku, seraya aku mengucapkan terima kasih. "Terima Kasih ya sudah dibantu aku".

Aku keluar rumah dan menyapa beberapa tetangga yang lewat, mereka memberikan ku kalimat-kalimat baik. "Semangat ya mbak. memang tidak mudah, kita hanya bisa menerima dan bersabar" atau "Alhamdulillah mbak keluar rumah, cuacanya lagi enak nih makan rujak. mampir kerumah saya ya mbak kalau sempet". 

Itu membuat ku sedikit lebih bernyawa. 

Hari ke-6 proses penerimaanku, aku sudah cukup menangisi dan bertanya. Mungkin aku harus kuat dan siap mendengar jawabannya. Hatiku terasa mulai bersinar sedikit demi sedikit. Memory yang indah itu ku kenang dengan senyuman. Keluarga yang ada dirumah juga memberikan aku kekuatan. "Ini mungkin yang terbaik, yang harus aku jalankan, kelak aku akan menemukan jawabnya mengapa".

Hari ke-7 proses penerimaanku, aku mandi dan bersiap untuk kemakan suamiku bersama ayah dan adiku, kami berdoa, membaca yasin dan aku diam sejenak berbicara dalam hati. 

"Kita selalu mempercayaikan takdir allah yang terbaik, kita selalu yakin bahwa dibalik dukanya ada manisnya, itu yang kamu selalu tanamkan. Aku ikhlaskan kamu insya allah bertemu dengan Allah, dan aku ikhlaskan sunggu apa yang akan terjadi didepanku hidupku, matiku, rezekyku, jodohku, mas sulit aku berjalan tanpa kamu. Tapi lebih sulit ketika aku tak sanggup melepaskanmu".

Setelah hari itu, aku bangun dari tidur seperti mimpi panjang "apa yang sudah terjadi".  Dorongan Ayah, Keluarga dan Sahabat menjadi prantara cahaya Tuhan untuku. "Aku salud sama kamu mbak, walaupun gak mudah tapi kamu gak menyerah", ucap adikku itu juga seperti bensin yang membuat diriku pelan-pelan kembali menyala. 

Kehilangan kekasihku adalah bencana untukku, tapi mungkin kelak bencana ini akan menjadi warna yang melukisku dan cahaya yang akan menerangiku kelak saat akhir nanti, Insya Allah, Allah akan menyatukan kita kembali. 

Tertanda, Arumi 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun