Mohon tunggu...
Sekar Mayang
Sekar Mayang Mohon Tunggu... Editor - Editor

Editor. Penulis. Pengulas buku. Hidup di Bali. http://rangkaiankatasekar.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Jepun Rangkat 2 - Chapter Four [ECR 4]

18 Maret 2012   10:29 Diperbarui: 25 Juni 2015   07:53 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1329673840817596960

kisah sebelumnya di Jepun Rangkat 2 - Chapter Three

Sekar masih saja terdiam. Lidahnya seolah kelu tak dapat mengucap. Pertanyaan dari pria di sampingnya memang sederhana. Tapi jawaban dari pertanyaan itu, bukan seperti membalikkan telapak tangan.

“Apakah kau benar-benar akan pergi?” tanya Chevil sekali lagi.

“Aku… tidak tahu…,” jawab Sekar. Ada bulir bening yang mencuri keluar dari sudut matanya.

“Aku memang tidak berhak melarangmu. Tapi… kuharap… apa yang aku baca di kertas itu, tidak kau lakukan.”

“Aku memang mendapat banyak kebahagiaan di Rangkat. Aku menemukan sahabat-sahabat terbaikku di sini. Dan yang terpenting… aku menemukan keluarga yang selalu memberikanku kehangatan di tempat ini. Hanya saja… terkadang aku merasa… malam-malamku terlalu sepi. Aku tidak ingin membohongi diri sendiri, aku butuh pendamping yang bisa menghangatkan malam-malamku. Seseorang itu, yang nantinya akan membuatku memimpikan satu hari paling membahagiakan dalam hidupku. Tapi sampai saat ini… aku belum bisa mendapatkannya untuk diriku sendiri.”

“Tapi kau tidak perlu sampai harus meninggalkan Rangkat, kan?!”

“Jika aku tidak bisa menemukan hal itu di sini, apakah aku harus memaksakan diri tetap di sini?!” Ada nada kemarahan pada ucapan Sekar. “Cepat atau lambat,”lanjutnya lagi, “aku harus meninggalkan Rangkat untuk menemukan cintaku.”

“Tidakkah kau kasihan pada adikmu? Kau sendiri tadi yang mengatakan bahwa kau tak sanggup kehilangan dirinya. Aku yakin, kau tidak akan mengajak adikmu dalam petualanganmu mencari setangkup cinta. Itu artinya, kau akan berpisah dengan adikmu. Koreksi bila aku salah.”

“Kau benar…. Tapi Citra akan mengerti. Aku yakin itu.”

“Itu berarti kau egois, Sekar. Kau hanya memikirkan dirimu sendiri.”

“Adikku sudah dewasa, Bang. Aku yakin dia akan mengerti kondisiku. And… who do you think you are? How dare you blame me like that!” Kali ini Sekar benar-benar kesal.

Chevil terdiam, tak mampu menjawab pertanyaan Sekar. Ia hanya menunduk dan memainkan ujung kemejanya beberapa lama.

“Aku…,” ujar Chevil, “memang bukan siapa-siapa bagimu.”

“Lalu mengapa kau menghakimi keputusan yang sudah aku buat? Itu masalah pribadiku. Aku tidak memintamu untuk ikut campur.”

“Aku… hanya memintamu untuk berpikir ulang soal rencana kepergianmu. Aku yakin, kepergianmu bukan satu atau dua minggu. It will take longer than you expected. Seseorang…, maksudku… kami semua di Rangkat, akan sangat merindukanmu.”

Sekar berdiri dan berkata, “Akan kupikirkan lagi soal itu. Dan aku mohon…. Tolong jangan kau campuri lagi urusan pribadiku.” Sekar pergi meninggalkan Chevil yang masih terduduk di bangku taman.

Malam harinya, Sekar menghampiri adiknya yang sedang berada di kamar. Ia masuk ke kamar Citra lalu duduk di tepi ranjang.

Can I talk to you?” tanya Sekar.

“Ada apa, Mbak?”

“Kemarilah, duduk di sampingku,” sahut Sekar.

Citra menuruti ucapan kakaknya. Ia beranjak dari balik meja kerja dan duduk di samping kakaknya.

“Boleh aku tahu tema obrolan kita malam ini, Mbak?” tanya Citra penasaran.

Sekar tersenyum menanggapi pertanyaan lugu dari adiknya itu.

“Apa ya?! Kau saja yang pilihkan. Bagaimana?!”

That’s strange. Close to weird. Kau yang mengajakku mengobrol, Mbak. Mengapa harus aku yang memilih topiknya?”

Sekar tertawa sambil mengacak-ngacak poni adiknya.

“Oke. Temanya bebas. Sekarang kan malam minggu. Aku hanya ingin kita mengobrol saja malam ini. Kau tidak keberatan kan?!”

“Baiklah. Pajamas party, I like that.”

But… we’re not wearing pajamas.

Never mind. It just sounds like that. Sebentar, aku ambil ransum dulu.”

Citra keluar kamar dan beberapa saat kemudian, dia kembali dengan dua kantung besar kripik singkong pedas manis dan dua botol besar coke.

Owh, you gonna pay for all those things.

Citra menggelengkan kepala dan tersenyum jahil. “Never.” Ia kembali duduk di samping Sekar. “Okey, let’s talk.”

“Dari sekian banyak pemuda di Rangkat, adakah salah seorang yang kau suka?” tanya Sekar.

“Ehm…, belum ada.”

“Mau kujodohkan dengan seseorang?”

No way. Aku tidak mau, Mbak. Biar aku pilih sendiri.” Citra membuka salah satu bungkus kripik dan mulai memakannya. “Mbak Sekar sendiri bagaimana? Sudahkah menemukan pria yang bisa menggantikan Jaka?”

“Belum,” lirih, Sekar menjawab pertanyaan Citra. “Citra….”

“Ya….”

“Aku akan meninggalkan Rangkat esok pagi….”

--- bersambung ---

Chapter five

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun