Mohon tunggu...
Sekar Mayang
Sekar Mayang Mohon Tunggu... Editor - Editor

Editor. Penulis. Pengulas buku. Hidup di Bali. http://rangkaiankatasekar.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Tentang Topeng Sang Pramuria

7 Maret 2012   17:10 Diperbarui: 25 Juni 2015   08:23 268
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Jika kukatakan bahwa kau adalah wanita dengan banyak topeng di wajahmu. Apakah kau akan marah?”

“Hahahaha….”

Tawa lepas Nara membahana ke setiap sudut ruangan sempit yang disebut sebagai kamar tidur. Membuat peluh makin menghebat di tubuh Yoda, lawan mainnya malam ini. Yodapun beringsut turun dari ranjang yang kini tak lagi rapi akibat permainan mereka.

“Aku tanya kau dengan serius. Mengapa kau malah tertawa?” tanya Yoda sambil mengenakan lagi celana panjangnya.

“Aku pun heran padamu. Mengapa kau tiba-tiba menanyakan hal itu padaku?” Nara balik bertanya. “Apakah ada yang aneh dengan permainanku malam ini?” sambungnya lagi. “ Karena aku rasa, aku tidak mengubah apa-apa malam ini, sayang.”

“Tidak, Nara. Bukan karena itu. Aku tahu, kau selalu bisa membuatku kelelahan dengan segala tingkahmu di atas ranjang,” sahut Yoda sambil kembali merapat ke arah Nara, melumat bibir wanita itu sejenak, lalu kembali duduk di sofa. “Sudah berapa lama kita saling kenal?” tanya Yoda.

“Entahlah. Biar kuingat-ingat lagi. Waktu itu hujan lebat. Kau tidak sengaja mampir ke gubuk tempat aku bekerja. Beruntung tidak ada mucikari sialan yang selalu saja menyiksaku. Kau masih kuliah semester empat, berarti umurmu dua puluh tahun saat itu. Bulan lalu kau baru saja menggenapi usiamu menjadi dua puluh tujuh tahun. Berarti, sudah sekitar tujuh tahun kita saling kenal. Matematika yang sederhana, bukan?!”

Senyum nakal Nara seolah mengajak Yoda untuk kembali merapat. Tapi Yoda tetap duduk di sofa. Ia malah mengeluarkan sebatang rokok dari bungkusnya dan mulai menyulut ujungnya.

“Cukup untuk malam ini, Nara. Aku benar-benar kelelahan karenamu. Aku hanya ingin mengobrol saja. Bisa, kan?!”

“Baiklah, jika itu maumu. Mungkin kau bisa memberiku sedikit lebih banyak dari biasanya.”

“Hmm…. Kau tahu aku tentu tidak akan mengabulkan keinginanmu itu.”

Nara bangkit dari ranjang dan segera mengenakan selembar kain untuk membalut tubuh moleknya. Ia beranjak ke arah meja rias dan menyemprotkan sedikit minyak wangi ke bagian belakang kedua telinganya. Ia melihat bayangan pada cermin di hadapannya, Yoda sedang mengamati tingkahnya.

“Aku memang punya banyak topeng untuk kupakai,” ujar Nara sambil mengambil tempat di samping Yoda. “Entah berapa jumlahnya, aku tidak pernah menghitung. Dan kutanyakan sekali lagi padamu. Untuk apa kau bertanya soal topeng padaku?”

“Aku tidak pernah melihatmu merasa sedih. Aku tidak pernah melihat kerut frustasi pada paras ayumu. Dan aku, tidak pernah memergoki kau sedang menangis,” ujar Yoda.

“Aku… bukanlah wanita yang gemar menunjukkan suasana hatiku pada orang lain. Termasuk pula pada dirimu, Yoda. Bagiku, segala kesedihan dan kesengsaraanku, cukup aku saja yang tahu. Aku tidak ingin orang lain ikut tenggelam dalam nestapa yang aku alami. Dan jika seseorang, siapapun dia, yang selalu menunjukkan raut bahagia dan nampak tidak pernah stress, itu bukan berarti dia tidak pernah mengalami kesusahan, kan?!”

“Kau benar.” Yoda mematikan api rokoknya lalu menyesap sedikit kopi pahit yang telah dingin.

“Setiap orang membutuhkan raut wajah lain untuk menyembunyikan keadaan yang sebenarnya. Tapi itu bukan berarti ia selalu ingin lari dari kenyataan. Mungkin saja, kenyataan pahit yang sedang ia alami, tidak ingin ia tularkan kepada orang lain. Mungkin itu suatu aib baginya dan kau pasti tahu, siapapun tidak ingin aibnya tersebar kemana-mana.”

“Itukah dirimu? Yang menganggap kondisimu sekarang adalah sebuah aib?!”

“Tidak. Apa yang kujalani saat ini adalah pilihanku sendiri. Dan aku…, tentu tidak boleh menyesal dengan apa yang sudah aku pilih, kan?! Kau… tidak akan pernah tahu, kapan tepatnya aku memakai topengku, atau kapan aku hanya menikmati segalanya dengan wajah asliku.”

Semburat kuning telah muncul di horizon sebelah timur. Suara kokok pejantan sayup-sayup bersahutan. Yoda masih terjaga. Sementara dara cantik bernama Nara, sudah sedari tadi terlelap di pangkuannya.

Yoda membelai lembut wajah Nara. Ia menyusuri jemarinya ke setiap sudut di wajah Nara. “Terkadang kau salah, Nara,” ujarnya sambil menyentuh bibir ranum Nara. “Aku tahu kapan tepatnya kau hanya dengan wajah aslimu. Bahkan sudah berkali-kali aku melihatnya. Benar-benar sebuah momen yang indah dalam hidupku. Dan sekarang… aku sedang menikmati momen itu.”

***

bersambung ke episode 1 cerita nara

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun