Mohon tunggu...
Sekar Aqila Salsabilla
Sekar Aqila Salsabilla Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Profil Pribadi

Mahasiswa Administrasi Publik dan fokus pada masalah serta isu seputar administrasi publik, pemerintahan dan hal lainnya yang berkaitan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Efektivitas Kinerja Organisasi Melalui Perubahan Budaya Organisasi

16 Desember 2021   09:18 Diperbarui: 16 Desember 2021   09:35 936
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pencapaian tujuan yang sudah di rencanakan merupakan harapan dari seluruh organisasi. Perubahan lingkungan yang tidak menentu serta sumber daya manusia yang belum sesuai dengan kebutuhan sangat memberatkan sebuah organisasi yang dapat mempengaruhi organisasi untuk tetap efektif dalam kinerjanya. Menurut Siagian (2008), organisasi adalah bentuk persekutuan yang terdiri dari dua orang atau lebih yang bekerjasama dalam mencapai tujuan bersama dan terikat secara formal. Organisasi dapat dikatakan efektif jika tujuan bersama dapat dicapai.

Organisasi yang stagnan cenderung tidak berkembang, sulit dalam mencapai target serta tujuan baru. Perubahan dalam suastu organisasi bukan hal yang mudah dan banyak yang takut dalam melakukan perubahan. Ketakutan tersebut muncul karena adanya tuntutan untuk keluar dari kebiasaan, banyak resiko serta ketidakpastian. Tentu dalam suatu perubahan pasti resistensi dari berbagai pihak maka dari itu perubahan perlu dilakukan secara bertahap. Di sisi lain, perubahan yang tepat dan sesuai dengan tujuan organisasi dapat membawa banyak hal positif dalam organisasi.

Perubahan budaya pada organisasi dapat memberikan efek yang positif jika dilakukan dengan tepat. Budaya organisasi sangat luas dan sulit untuk mengukur budaya seperti apa yang sesuai untuk suatu organisasi. Dikatakan luas karena berbeda organisasi maka budaya yang ada juga berbeda dengan kondisi dan lingkungan yang berbeda serta nilai-nilai yang ada dalam organisasi membuat abiguitas dan ketidak pastian semakin kompleks. Penggunaan kerangka yang paling sesuai harus didasarkan  dengan bukti empiris dan dapat menggambarkan keadaan yang ada dengan akurat, dengan kata lain kerangka ini harus valid, serta harus mengintegrasikan dan memuat dimensi-dimesi yang diusulkan. Jonh Campbell dan rekan-rekanya pada 1974 membuat daftar yang memuat 39 indikator yang mereka anggap dapat merepresentasikan seluruh kemungkinan ukuran untuk efektifitas organisasi yang sangat luas. Quinn dan Rohr melihat bahwa daftar tersebut terlalu banyak dan harus dipersempit maka dilakukan pencarian faktor kunci dari efektifitas yang dilakukan dengan analisis dan cara statistik. Pencarian tersebut menghasilkan 2 dimensi dengan 4 kluster utama yang disebut dengan Compering Values Framework (CVF).

Dimensi tersebut terdiri dari stability-flexibility dimension dan internal-external dimension Dimesi pertama adalah dimensi yang membedakan kriteria efektifitas yang menekankan fleksibilitas, diskresi dan dinamis dengan kriteria yang menekakan pada stabilitas, aturan, dan kontrol. Dimensi yang kedua adalah dimensi yang membedakan kriteria efektifitas yang menekankan orientasi internal, integrasi, dan persatuan dengan kriteria yang menekakan pada orientasi external, pembedaan, dan persaingan.

Dua dimensi tersebut memiliki 4 kluster utama atau karakteristik yaitu, clan culture; adhocracy culture; market culture; dan hierarcy culture. Penjelasan lebih dalam sebagai berikut:

  1. The Hierarchy Culture: Kluster ini dikembangkan berdasrkan tujuh karakteristik yang lebih diketahui sebagai atribut klasik birokrasi yaitu, rules; specialization; meritocracy, hierarchy; separate ownership; impersonality; dan accountability yang di kemukakan oleh Weber pada 1947. Pada era tersebut hingga tahun 1960 hampir seluruh buku yang berorientasi pada manajemen dan organisasi mengasumsikan bahwa hirarki Weber atau birokrasi adalah format paling ideal dari organisasi karena dapat mengarahkan pada stabilitas, efisiensi, dan produk serta pelayanan yang konsisten. Budaya organisasi yang sesuai dengan bentuk ini (dan berdasar yang telah dinilai dalam OCAI) dicirikan dengan tempat kerja yang formal dan terstuktur. Implementasi hirarki juga sudah diterapkan dari perusahaan atau industri besar hingga kecil. Fokus jangka panjang dari organisasi adalah stabilitas, prediktabilitas, dan efisiensi. Kesuksesan didefinisikan dari aturan formal dan kebijakan menyatukan organisasi.
  2. The Market Culture: Selanjutnya adalah bentuk pengorganisasian yang populer pada 1960 dalam menghadapi tantangan kompetitif baru. Bentuk ini didasari pada Oliver Williamson (1975) dan Ouchi (19081) yang mengidentifikasikan fondasi efektifitas organisasi yang terpenting adalah biaya transaksi. Bentuk ini disebut sebagai bentuk organisasi market. Hal ini berorientasi pada lingkungan eksternal, bukan urusan internal. Ini difokuskan pada transaksi dengan pihak eksternal yang beroperasi terutama melalui mekanisme pasar ekonomi. Inti nilai-nilai yang mendominasi organisasi market adalah daya saing dan produktivitas. Daya saing dan produktivitas dalam organisasi pasar dicapai melalui penekanan kuat pada posisi eksternal dan kontrol. Market culture, sebagaimana dinilai dalam OCAI, tempat kerja yang berorientasi pada hasil. Fokus jangka panjang adalah pada tindakan kompetitif dan mencapai tujuan dan target. Kesuksesan didefinisikan dalam hal pangsa pasar dan penetrasi.
  3. The Clan Culture: Bentuk ketiga adalah clan culture. Bentuk ini menggunakan istilah clan  karena memiliki kesamaan dengan organisasi yang memiliki tipe kekeluargaan.  Penekananan yang digunakan bukanlah aturan dan prosedur hierarki atau kompetitif, namun tipikal karakteristik perusahaan tipe clan adalah kerja tim, program keterlibatan karyawan, dan komitmen perusahaan kepada karyawan. Clan culture, sebagaimana dinilai dalam OCAI, ditandai dengan tempat bekerja dengan persahabatan dan rasa kekeluargaan tinggi di mana orang-orang berbagi banyak tentang diri mereka sendiri serta pemberdayaan anggota organisasi melalui keterlibatan dan partisipasi.
  4. The Adhocracy Culture: Perubahan yang terjadi dari era industri ke era informasi perlu organisasi yang mudah beradaptasi, karena hal tersebut bentuk keempat ini perlu menjadi tipe ideal. Asumsi pada tipe ini adalah yang inovatif  adalah apa yang mengarah pada kesuksesan. Adaptasi dan inovasi menghasilkan sumber daya baru dan menguntungkan, jadi penekanan ditempatkan pada penciptaan visi masa depan. Tujuan utama dari adhocracy adalah untuk mendorong kemampuan beradaptasi, fleksibilitas, dan kreativitas dimana ketidakpastian, ambiguitas, dan informasi yang berlebihan adalah hal yang haus dihadapi. Adhocracy culture, sebagaimana dinilai dalam OCAI, dicirikan oleh tempat kerja yang dinamis dan kreatif. Fokus jangka panjang organisasi adalah pada pertumbuhan yang cepat dan memperoleh sumber daya baru. Kesuksesan berarti memproduksi produk dan jasa yang unik dan asli.

Secara aplikatif dari empat kuadran jenis budaya diatas pemimpin dan organisasi yang sesuai sehingga dapat dikatakan efektif dibagi menjadi empat berdasarkan jenis budaya pada kuadran:

Kepemimpinan Organisasi

  • The Hierarcy Culture: Pemimpin dianggap efektif jika dinilai baik oleh anggota organisasi dan cenderung cepat dalam mendapatkan kenaikan jabatan. Pemimpin yang dinilai baik adalah yang memiliki kempapuan dalam pengorganisasian, kontrol dan supervisi.
  • The Market Culture: Pemimpin dianggap efektif jika memiliki jiwa kompetitif yang besar. Pemimpin yang dinilai baik adalah yang memiliki kempapuan dalam pengarahan dan negosiasi.
  • The Clan Culture: Pemimpin dianggap efektif jika dapat mengayomi anggota dengan baik layaknya orang tua atau mentor.
  • The Adhocracy  Culture: Pemimpin dianggap efektif jika memiliki jiwa inovatif dan fokus pada masa depan.

Efektivitas Organisasi

  • The Hierarcy Culture: Kriteria efektivitas adalah efisiensi, ketepatan waktu, kelancaran fungsi, dan prediktabilitas. Teori operasional dominan yang mendorong keberhasilan organisasi adalah bahwa kontrol mendorong efisiensi.
  • The Market Culture: Kriteria efektivitas adalah pencapaian tujuan, melampaui persaingan, meningkatkan pangsa pasar, dan memperoleh tingkat keuntungan tinggi. Teori operasional dominan yang mendorong keberhasilan organisasi adalah bahwa persaingan menciptakan dorongan untuk tingkat produktivitas yang lebih tinggi dan oleh karena itu tingkat efektivitas yang lebih tinggi.
  • The Clan Culture: Kriteria efektivitas adalah kekompakan, tingkat moral dan kepuasan karyawan yang tinggi, pengembangan sumber daya manusia, dan kerja tim. Teori operasional yang mendominasi tipe budaya ini adalah bahwa keterlibatan dan partisipasi karyawan menumbuhkan pemberdayaan dan komitmen.
  • The Adhocracy  Culture: Kriteria efektivitas adalah produk baru, solusi kreatif untuk masalah, ide-ide mutakhir, dan pertumbuhan pasar baru sebagai kriteria efektivitas yang dominan. Teori operasional yang mendominasi tipe budaya ini adalah inovasi dan ide-ide baru menciptakan yang baru pasar, pelanggan baru, dan peluang baru.

Perubahan budaya dalam budaya sering terjadi untuk menyesuaikan dengan lingkungannya. Perubahan yang umumnya terjadi pada banyak organisasi dimulai dari ketika organisasi baru didirikan sampai berkembang menjadi lebih baik dengan tantangan dan lingkungan yang semakin kompleks. Pada tahap awal siklus hidup organisasi, organisasi cenderung didominasi oleh kuadran adhocracy yaitu tanpa struktur formal dan bercirikan kewirausahaan. Sebagian besar tanpa kebijakan dan struktur formal, dan seringkali dipimpin oleh seorang pemimpin yang visioner. Ketika organisasi berkembang dari waktu ke waktu, akan berorientasi dengan clan culture yang menekankan pada perasaan keluarga, rasa memiliki yang kuat, dan identifikasi pribadi dengan organisasi. Semakin berkembang organisasi mulai mengalami tantangan baru yang akhirnya dihadapkan dengan kebutuhan untuk menekankan struktur dan standar prosedur untuk mengendalikan tanggung jawab yang meluas. Keteraturan dan prediktabilitas diperlukan, sehingga terjadi pergeseran ke hierarcy culture. Orientasi hierarki pada akhirnya dilengkapi dengan fokus pada market culture yang menekankan pada daya saing, pencapaian hasil, dan hubungan eksternal. Fokus bergeser dari impersonalitas dan kontrol formal di dalam organisasi mengarah kepada orientasi pelanggan dan persaingan di luar organisasi. Perubahan budaya juga terjadi pada organisasi yang besar, tetapi dalam pola yang kurang dapat diprediksi. Budaya berubah sebagai respons terhadap lingkungan baru dan tekanan persaingan. Pola perubahan budaya dalam organisasi besar tidak seperti organisasi pada umumnya, bagaimanapun, dari yang terjadi di perusahaan baru. Perubahan budaya organisasi besar dapat dilihat polanya bergantung pada industrinya.

Perubahan budaya organisasi yang tepat dapat membantu sebuah organisasi untuk menyesuaikan dengan kondisi eksternal dan juga kondisi internal. Jika budaya yang ada sudah sesuai dalam proses pencapaian tujuan tentu akan lebih mudah. Organisasi yang dapat mencapai tujuan yang telah direncakan dengan baik dapat dikatakan bahwa orgaisasi tersebut efektif serta dengan kesesuaian kepemimpinan dan budaya organisasi membuat kinerja semakin meningkat karena adanya kesesuain dengan apa yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan organisasi sehingga kinerja organisasi dapat lebih efektif.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun