Peradilan yang baik khusunya di Pengadilan Negeri Gunungsitoli Kelas IB bisa terwujud dengan baik bila didukung oleh sumber daya manusia yaitu, hakim panitera dan seluruh peradilan. Mereka inilah harus diarahkan untuk lebih profesional dan berintegritas serta memahami dan menyadari apa yang menjadi kewajibannya. Untuk menciptakan aparat peradilan yang memiliki integritas, kemampuan tinggi dan profesional di bidangnya perlu dilakukan perbaikan-perbaikan khususnya menyangkut pendidikan dan pelatihan dalam meningkatkan kompetensi para hakim dan pegawai. Pelaksanaan program pelatihan tersebut dilaksanakan secara berkelanjutan untuk menghasilkan SDM yang berkualitas. Pelatihan dalam pengembangan kompetensi juga wajib dan harus diikuti oleh semua hakim dan pegawai. Untuk dapat meningkatkan kompetensi aparatur pemerintah melalui pendidikan dan pelatihan harus diarahkan kepada upaya: peningkatan sikap dan semangat pengabdian yang berorientasi pada kepentingan masyarakat, bangsa, kepemimpinan, dan peningkatan efisiensi, efektivitas dan kualitas pelaksanaan tugas yang dilakukan dengan semangat kerjasama dan bertanggungjawab sesuai dengan lingkungan kerja dan organisasinya. Pelatihan dan pengembangan adalah inti dari komitmen perusahaan terhadap pertumbuhan dan peningkatan berkelanjutan. Pelatihan merupakan suatu proses jangka pendek yang menggunakan proses sistematis yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan pegawai dalam melaksanakan tugas tertentu. Oleh karena itu, pengembangan sumber daya manusia (SDM) untuk meningkatkan keterampilan dan kemampuan setiap karyawan sangatlah penting bagi perusahaan dan organisasi. Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan kunci keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan oleh organisasi.
Model pelatihan dalam pengembangan kompetensi Aparatur Sipil Negara (ASN) di Pengadilan Negeri Gunungsitoli Kelas IB
Model yang digunakan oleh Pengadilan Negeri Gunungsitoli yaitu model deduktif. Model deduktif memiliki sejumlah keuntungan dan kelemahan. Keuntungan dari jenis ini adalah bahwa hasil identifikasi dapat diperoleh dari target yang luas, sehingga ada kecenderungan untuk menyelesaikannya menggunakan harga murah dan relatif lebih efisien daripada tipe induktif, karena informasi tentang kebutuhan belajar dapat digunakan untuk penerapan, proses pembelajaran dalam pelatihan secara umum. Namun model ini memiliki kelemahan dari segi efisiensi karena tidak semua peserta pelatihan (target) memiliki karakteristik penggunaan yang sama dan tidak memerlukan hasil identifikasi tersebut. Ini didasarkan pada kenyataan bahwa keragaman peserta pelatihan (tujuan) cenderung memiliki kebutuhan minat dan pembelajaran yang berbeda dan pelatihan jenis ini melihat latar belakang pendidikan, usia dan jabatan sehingga perlu perbaikan model tersebut.
Kesimpulan:
- Faktor-faktor yang mendukung pelatihan antara lain kualifikasi dan perilaku  seluruh petugas peradilan, manajemen waktu yang tepat, pengetahuan dan penguasaan bahan ajar oleh tim pengajar, sarana teknis, dan perlengkapan yang sesuai.
- Faktor-faktor yang menghambat pelatihan antara lain kurangnya pemahaman atau pelatihan yang tepat dalam penggunaan peralatan elektronik, heterogenitas latar belakang karyawan, dan perbedaan lokasi pelatihan.
- Pelatihan pengembangan keterampilan petugas peradilan di Pengadilan Negeri Gunungsitoli dapat berhasil jika didukung oleh kualitas petugas peradilan, manajemen waktu yang baik, pengetahuan dan keterampilan pengajar, teknologi dan fasilitas yang memadai.
Saran:
- Pegawai perlu meningkatkan pemahaman dan kemahiran mereka dengan teknologi. Di era digital, pemahaman tentang perangkat dan teknologi elektronik sangatlah penting. Pengadilan Negeri Gunungsitoli dapat memberikan pelatihan khusus dalam pemanfaatan teknologi, khususnya bagi yang belum berpengalaman dalam hal tersebut. Dukungan teknis yang baik dan pendekatan yang inklusif dapat membantu mengatasi kendala ini.
- Penting untuk merancang pelatihan dengan mempertimbangkan keberagaman latar belakang pegawai.
- Pengadilan Negeri Gunungsitoli dapat terus mengembangkan model pelatihan klasik yang terstruktur dan konsisten.
Referensi:
Urgensi, A., Dalam, P., Kompetensi, P., Sipil, A., Asn, N., Pengadilan, D. I., & Gunungsitoli, N. (1814). Keywords: Training, Competency Development, Civil Servant, Gunungsitoli District Court, Public Service, Organizational Performance. 10(3), 1804--1814.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H