Pemerintah akhirnya kini berhasil menguasai saham PT Freeport Indonesia setelah kepemilikan saham PT Inalum (Persero) di perusahaan tambang emas itu naik dari 9,36 persen menjadi 51,23 persen.
Hal ini seiring dengan adanya penandatanganan sejumlah perjanjian sebagai kelanjutan dari Pokok-Pokok Perjanjian (Head of Agreement) terkait penjualan saham FCX dan hak partisipasi Rio Tinto di PT Freeport Indonesia (PTFI) ke Inalum.
Namun anehnya, berita cukup menggembirakan itu tak berlaku bagi kelompok oposisi. Mereka tetap saja berkomentar 'nyinyir' atas upaya pemerintahan Presiden Jokowi untuk mengembalikan kekayaan alam Indonesia itu.
Hal itu terlihat dari pemberitaan portal berital yang berafiliasi dengan mereka, salah satunya, portal-islam.id. Dalam satu pemberitaannya mereka menyebut bahwa penguasaan saham oleh pemerintahan Indonesia tidak valid, sebab faktanya dibeli dengan utang.
Lantas, mereka juga menyebarkan framming dengan tendensi menyudutkan pemerintah bahwa langkah itu hanya pencitraan saja.
Bagi kita yang sadar dan paham konstelasi politik, komentar miring dan nyinyiran dari pihak oposisi melalui media abal-abal itu berkaitan dengan dengan momen Pilpres yang akan diselenggarakan tahun depan. Mereka berusaha mencuri momen melalui penguasaan kembali saham Freeport ini untuk diputarbalikkan faktanya guna menyudutkan pemerintah dan menjatuhkan elektabilitas Jokowi.
Mengingat tingkat keterpilihan Prabowo-Sandi masih sangat jauh dibandingkan Jokowi-Ma'ruf, maka setiap momen harus dimanfaatkan untuk menjatuhkan nama petahana. Meskipun harus memelintir fakta dan menyebarkan informasi sesat.
Penggunaan bank asing dalam proses pengambil alihan saham Freeport Indonesia memang benar adanya. Namun, bukan tanpa alasan. Tentunya telah melalui pertimbangan yang matang. Ini untuk menebus agar tambang emas terbesar di dunia itu bisa kembali ke pangkuan Ibu pertiwi.
Menurut Head of Corporate Communications PT Inalum, Rendi Achmad Witular membeberkan alasan perseroan memilih bank asing sebagai pendanaan divestasi 51 persen saham PT Freeport Indonesia (PTFI) dilakukan demi menghindari terjadinya fluktuasi Rupiah, yang bisa saja terjadi bila pendanaan dilakukan oleh perbankan nasional.
Transaksi tersebut memang dilakukan di luar dan dalam bentuk Dolar AS (USD). Selain itu juga, pendapatan Inalum dan PTFI sendiri dalam bentuk Dolar. Oleh karena itu, tentu, lebih tepat bila menggunakan bank asing yang juga menggunakan instrumen mata uang dollar USD.
Lebih dari itu, pendanaan dari bank asing ini sekaligus untuk memberikan optimisme bahwa potensi bisnis yang terkait dengan tambang Grasberg sangat besar. Sehingga tidak mungkin bank asing mau masuk kalau tidak potensial.
Selain itu, Pengamat Ekonomi UGM, Fahmy Radhi menepis kekhawatiran adanya pengurangan hak saham bilamana pendanaan dilakukan seluruhnya oleh bank asing. Pinjaman dari 11 bank asing tidak akan mengurangi hak-hak Inalum dalam saham.
Beberapa keterangan di atas merupakan beberapa bagian yang tak dipahami oleh pihak oposisi. Mereka itu kebanyakan sok tahu, dan asal memelintir fakta demi kepentingan politiknya.
Untuk itu, kita harusnya mulai memverifikasi informasi bila itu berasal dari website abal-abal seperti portal-islam.di di atas. Sebab, penyebaran informasi hoax dan fitnah sebagian besar melalui sebaran berita menyesatkan seperti itu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H