Mohon tunggu...
Wahid Satunggal
Wahid Satunggal Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Orang yang selalu berdamai dengan mimpi.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Kekerasan Sebuah Keharusan ??

15 Februari 2012   10:36 Diperbarui: 25 Juni 2015   19:37 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Maraknya kasus  yang berujung kekerasan terus mewarnai bumi pertiwi. Kasus Mesuji, Freepot Papua, Penembakan etnis jawa di Aceh, hingga yang masih hangat diperbincangkan penganiayaan seorang remaja putri oleh sekelompotan geng di Bali. Rentetan drama seperti itu sudah lama menjadi hiburan rakyat Indonesia, tak terkecuali para penguasa. Film yang diperani oleh rakyat jelata  dan aparat setempat terus menjadi tontonan asyik di negri ini. Dari wong ‘cilik’ sampai para penghuni istana. Pantas saja, dalam adegan film tersebut, semua terlihat sangat natural, artinya film itu asli.  Itulah yang terjadi dinegri kita.  Kebenaran sudah buram dengan titik hitam bernama kepentingan. Mereka bukan buta, tapi alih-alih buta didepan publik. Telinga mereka tutup rapat-rapat tentang keadilan, makna sosial, hak asasi, dan kasih sayang. Sehingga dengan mudah melepas senapan demi sebuah kepentingan. Akibatnya kekerasan tidak bisa dihindarkan, oleh karena penguasa yang lalim.

Tawuran antar pelajar seperti matahari terbit dipagi hari. Terus menyinari bangsa ini yang semakin jauh tertinggal dari negri tetangga. Termasuk dunia pendidikan yang jauh terbelakang ditambah lagi dengan ulah anak bangsa yang justru bangga dengan ulahnya. Sepertinya mereka ingin menunjukan bahwa mereka seorang yang gagah berani. Berani melawan musuh-musuh mereka, seperti Soekarno presiden pertama negri ini. Hanya saja mereka tidak memiliki keberanian untuk melawan kebodohan dan kemiskinan. Bahasa inggris di sekolah menengah atas  (SMA) sama dengan bahasa inggris stara SMP di Malaysia. Padahal dulu negri Jiran itu menginpor tenaga pendidikan dari Indonesia. Atau matematika yang untuk SMP sama setara dengan SD di Singapura. Inilah yang terjadi dan seharusnya menjadi musuh terbesar anak-anak bangsa yang suka tawuran. Sebab tawuran kerap dilatari hal-hal sepele. Saling mengejek, rebutan pacar, dan mabuk. Agama selalu mengajarkan kasih sayang, toleransi, dan kearifan. Perlawanan perlu dilakukan jika sudah diatas kewajaran. Maka agama adalah sarana yang sangat lumrah untuk kehidupan bermasyarakat. Bukan sedikit-sedikit bertindak anarkis, berbeda pandangan dicela dan dihina. Tapi itu yang terjadi dinegri yang dihuni hampir seluruhnya umat Islam. Potret kehidupan beragama di Indonesia penuh lumur darah kekejaman. Padahal Islam sangat mengajarkan kasih sayang kepada sesama. Tragedi bom bali pertama dan kedua, Hotel Marriot, Hotel Riltz Carton, dan masih banyak teror bom yang sudah menjadi serial di negri ini. Dengan jaminan swarga para pengantin siap mengakhiri bukan hanya hidupnya tapi orang banyak yang tak bersalah. Itulah kekerasan yang berasas agama ternyata lebih sadis dan kejam. Ideologi yang jauh dari substansi agama tersebut telah dihisapnya secara kontan. Hanya gara-gara uang sepuluh ribu, orang Indonesia tega membunuh kakeknya. Seorang anak membunuh Ibu kandungnya, hanya karena permintaan yang tidak dituruti.  Atau masih banyak lagi pembunuhan tragis yang berasal dari hal kecil dan sepele. Malah ada kasus pembunuhan keji yang dilakukan seorang pemuda terhadap pacarnya hanya karena foto Morgan, salah satu personil Boy band. Itulah keragaman kekerasan yang berawal dari sebuah materi kecil yang terus menghantui masyarakat Indonesia. Begitu kekerasan sering terjadi dengan modus yang beragam. Padahal bangsa ini sudah lama ditampar penjajah, kurang lebih 350 tahun rakyat Indonesia  hidup dalam keterluntaan perih. Apakah sifat bengis para kolonial telah diwarisi rakyat, sehingga mereka dengan mudah menyelesaikan masalah dengan kekerasan. Jepang meski dengan waktu yang singkat hanya 3,5 tahun, tidak bisa dikatakan sederhana, karena  kekejaman si mata sipit untuk bangsa belum tertangguhkan. Itulah masa kelam bangsa ini yang begitu tragis dan memilukan. Kedua penjajah itu telah menendang rakyat Indonesia  dengan telapak kaki yang paling bawah. Dan semua itu telah dibukukan menjadi buku sejarah yang dibaca disetiap sekolah. Dibaca oleh  rakyat Indonesia tanpa mau berkaca kepada sejarah. Itulah yang terjadi dinegri ini terlebih para penguasa yang sedang duduk di singgasananya.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun