Mohon tunggu...
Seith Saga
Seith Saga Mohon Tunggu... -

Saya seorang pekerja biasa, punya kehidupan yang biasa pa lagi gaji biasa yang sungguh sangat biasa, hari-hari yang biasa, namun hingga kini tetap punya cita-cita yang luar biasa.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Antara kredit dan Gaji Presiden

23 Januari 2011   23:04 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:15 827
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa hari ini saya sedang berfikir untuk mengajukan kredit tunai ke sebuah koperasi yang menawarkan angsuran yang menarik sesuai dengan kemampuan saya, takut balance keuangan menjadi minus, pertimbangan sana sini muncul bergantian sampai keputusan belum dibuat sampai saat ini. Tak ingin menerapkan gali lobang tutup lubang, jatuh pailit baru menyesal kemudian. Lalu pagi ini sekilas membaca di salah satu media, "Keluhan Presiden SBY terkait tujuh tahun tidak menerima kenaikan gaji menuai kecaman masyarakat. " Bahkan sudah ada gerakannya, " Bahkan beberapa hari terakhir, di twitter muncul gerakan koin untuk presiden, Gerakan itu bertujuan membantu Presiden yang sedang mengeluh gajinya tidak naik. Sementara dalam pernyataan yang disebarkan melalui situs jejaring sosial Facebook. Gerakan ini akan melakukan aksinya, Senin (24/01) di Bundaran Hotel Indonesia untuk bersama-sama menyumbangkan koin 100 bagi SBY yang sedang mengalami kesusahan." Saya sempat teringat di salah satu media televisi kita beberapa hari yang lalu, seorang tukang parkir di kota Makassar mengungkapkan pendapatnya tentang kenaikan gaji presiden. " Menurutnya gaji presiden seharusnya memang sangat layak untuk dinaikkan bahkan kalo bisa sampai 1 Milyar perbulan. Karena memang beliau adalah orang yang menanggung beban paling tinggi terhadap negeri ini, masak gaji presiden dibawah gubernur BI. Gak layaklah." Wow saya terkesiap mendengar komentar sang tukang parkir tersebut, tidak apatis sama sekali. Berfikir sederhana namun konseptis. Saya yakin sekian dari pembaca banyak yang tidak setuju dengan apa yang diungkapkan sang tukang parkir dan mendukung gerakan sumbang Rp.100 buat presiden. Dan itu sah-sah saja karena pendapat tiap orang memang berbeda. Namun ada sebuah pertanyaan yang mungkin hanya pak BeYe yang bisa menjawab, apakah dengan gaji yang saat ini diterima tidak mencukupi untuk kebutuhan hidup sekeluarga. Banyak orang yang menanyakan usulan Bapak karena kebanyakan orang di Negeri ini menjalani hidup dalam keseimbangan keuangan yang labil, dan bersyukur bagi yang masih menerima gaji. Lihat saja statistik pengangguran Indonesia 9,43 juta jiwa. Jelas orang-orang yang tak mampu memenuhi kebutuhannya sendiri. Kalau saya teringat nasehat orang tua dulu ketika hanya mampu makan lauk ikan asin tiap hari, mereka selalu berkata " Bersyukur nak, lihat tetangga sebelah beras saja tidak punya ". Konsep ini saya terjemahkan sebagai,  selalu melihat kebawah dan usahakan jangan menengadah tangan pada orang yang diatas. Nah cukup tak cukup mungkin relatif bagi seseorang. Kalau begitu memang pak Beye tak cukup memenuhi kebutuhan hidup, jadi wahai rakyat boleh lah presiden kita minta naik gaji. Toh kita yang karyawan rendahan juga selalu ingin naik gaji. Yang harus memble baca suara rakyat itu adalah wakil-wakil rakyat bergaji puluhan juta dengan fasilitas lux. Selalu mengedepankan sifat 'manusiawi' yang tak pernah merasa cukup untuk hidupnya. Nah lihat konsep ikan asin ibu saya, lihat kebawah pakde banyak yang menahan perut dengan batu padahal berdiri di Negeri Kaya dimana kayu dilempar pun jadi tanaman. Matahari sudah tinggi kawan, dan saya belum memutuskan pengambilan kredit. Tak apalah mengutang selama usaha itu halal. Ada yang mau sumbang koin untuk saya, silahkan.......

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun