Mohon tunggu...
Seis Vacio
Seis Vacio Mohon Tunggu... Masih Mahasiswa, sebentar lagi sarjana. Amin -

I hate for being pretending

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Klinik Pengobatan LGBT

24 Februari 2016   13:45 Diperbarui: 24 Februari 2016   14:24 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Akhir-akhir ini kita semua tau bahwa LGBT menjadi topik yang sedang ramai diperbincangkan. Hal ini tidak terlepas dari kasus yang menimpa beberapa artis yang terkait dengan isu LGBT. Topik ini tidak hanya ramai di media Televisi, tapi juga sangat ramai di media sosial maupun media pemutar video seperti Youtube. Semua orang berbondong-bondong mengeluarkan pendapat mereka tentang LGBT. Ada yang menyesalkan, menghujat, menghakimi, dan ada juga yang berusaha membela diri.

Menurut dr. Boyke yang saya kutip dari dialognya di salah satu stasiun TV yang diunggah di Youtube, LGBT tercipta karena 70% oleh lingkungan (pola asuh, kekerasan yang dialami saat masa kecil, pelecehan seksual, broken home, dll) dan 30% dari gen. Dimana, seseorang yang sejak lahir sudah memiliki gen LGBT memiliki kemungkinan untuk sembuh hanya 10% meskipun dilakukan terapi psikologi maupun dengan terapi/pendekatan agama. Saya sendiri merasa bahwa sejak saya kecil saya merasakan perbedaan ketertarikan seksual ini. Jika teman-teman saya tertarik dengan lawan jenisnya, lain halnya dengan saya yang cenderung tertarik dengan sesama jenis.

Tidak hanya ketertarikan seksual, tapi saya (dulu) juga memiliki sifat maupun tingkah laku yang sangat feminin. Sehingga tidak jarang saya diledek oleh teman-teman masa kecil maupun orang-orang dewasa. Pola asuh kedua orang tua saya tidak ada masalah, mereka mengasuh saya sebaik-baiknya orang tua mengasuh anaknya. Kakak saya adalah laki-laki, saya dibesarkan diantara dua pria dan satu wanita. Jadi tidak ada sangkut pautnya dengan sifat saya yang (dulunya) feminin. Dan mereka pun (Alhamdulillah) masih utuh sampai sekarang. Dengan ini saya berani jamin bahwa saya adalah yang termasuk diantara 30% seperti yang saya sebutkan diatas. Yaitu LGBT yang tercipta karena pengaruh gen.

Seiring dengan ramainya komentar-komentar di dunia maya yang sangat memojokkan dan menghakimi kaum LGBT. Saya disini bermaksud untuk meminta para pembaca semua bahwa daripada koar-koar di media sosial maupun televisi atau dimanapun tentang LGBT dimana kalian sangat yakin bahwa LGBT itu "penyakit" yang bisa "disembuhkan". Bagaimana kalau kalian bikin saja sebuah klinik khusus pengobatan LGBT. Tempatkan pakar-pakar psikologi maupun agama yang paling hebat untuk bekerja di klinik itu.

Jangan bilang kalian malas untuk membuat hal semacam itu, karena saya melihat kalian sangat concern dengan masalah ini. Daripada perdebatan diberbagai media yang saya rasa tidak ada efeknya bagi kedua belah pihak. Karena satu sama lain tetap merasa benar dan tidak ada yang mau kalah, lebih baik dibuat saja solusinya. Kenapa saya meminta ini, karena saya sendiri merasa bahwa dari pengalaman hidup saya dan ilmu yang saya miliki sudah menganggap bahwa LGBT itu tidak dapat disembuhkan. Enam tahun saya berjuang untuk bisa berubah menjadi hetero dengan mendekatkan diri kepada-Nya, tapi hasilnya nihil. Saya juga sudah mencoba pacaran dengan tiga orang wanita tapi semua tidak ada dampaknya bagi saya.

Tolong jangan cuma men-judge kami. Kalau kalian merasa bahwa semua argumen kami ini omong kosong, tolong lakukan sesuatu. Siapa tau dengan bantuan kalian kami bisa "sembuh". Jika memang nanti ada yang namanya klinik khusus pengobatan LGBT, tolong beritahu saya dimana tempatnya. Dan jika saya bisa sembuh dari pengobatan tersebut, Saya akan jadi orang pertama yang menyerukan bahwa LGBT itu adalah penyakit yangbisa disembuhkan. Dan jika ini berhasil, maka Indonesia bisa menjadi negara pertama yang bisa menyembuhkan LGBT.

Jika memang kalian tidak bisa memberikan solusi yang benar, berhentilah menghakimi. Saya juga sangat sering membaca ada pernyataan bahwa kaum LGBT ini lebih rendah dari binatang. Memangnya apa yang didapat dari merendahkan derajat manusia lain seperti itu, apakah akan membuat kalian merasa bak malaikat?. Ingatlah bahwa mereka juga adalah anak dari kedua orang tuanya. Bisa dibayangkan bagaimana perasaan orang tua mereka ketika anaknya dibilang lebih rendah daripada binatang.

Pernyataan klise yang sering saya dengar yaitu "kembalilah ke jalan yang benar, karena ini adalah sesuatu yang menyalahi kodrat". Jika memang semuanya selalu dikaitkan dengan agama, kenapa orang yang berdzina tidak dilempar dengan batu saja sampai meninggal. Kenapa orang yang mencuri tidak dipotong saja tangannya, daripada dimasukkan kebui. Sudah cukuplah untuk menyuruh kami bertobat dan kembali ke jalan yang benar. Percayalah, bahwa tidak ada kaum LGBT yang tidak berusaha pada awalnya. Tapi karena memang hasilnya tidak ada, kami bukan berhenti berusaha. Tapi kami berhenti merutuki takdir dan mulai menerima bahwa ini pemberiannya.

Tidak dapat menerima pendapat saya? Silahkan bikin saja klinik itu!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun