Ini kali pertama ia satu kamar dengan pria.
Namun, kini Amir sidah menjadi suaminya, dia tidak bisa beralasan.
"Sini dik, mas bantuin," cap Amir sembari memeluk Sita dari belakang.
"Aku mencintaimu dik," bisiknya di telinga Sita.
Rasa takut menyelimuti Sita. Namun dia tak berdaya.
Malam itu terdengar petir tang sangat kencang, jarum langit mengguyur pelataran bumi. Penghuni rumah sudah  tertidur lelap. Rasa letih seharian membuat raga mereka cepat pulas. Tidak perduli dengan bayu yang berhembus.
Bi Siti terjaga saat mendengan kokok ayam jantan membangunkan insan. Gegas dia melangkah ke dapur membuat sarapan pagi. Sarapan pagi dimasak lebih dari biasanya.
Saudara dari bapak dan ibu Amir masih ada yang tinggal.
Bi Sita yang gesit bekerja tidak merasa kesulitan. Sebentar saja sarapan pagi sudah terhidang di meja makan.
Tetiba Sita sudah ada di samping Bi Siti.
"Bi, sudah bangun?" Ucap Sita menyapa Bi Siti heran.
"Loh, Neng Sita, sudah bangun cepat sekali," timpal Bi Siti.
"Sita sudah terbiasa  bangun pagi Bi," ucapnya dengan ramah.
Sita membuatkan minuman untuk Amir suamihya.
Dia pun membawanya ke kamar.
Sebentar saja dia telah kembali ke dapur. Sita tidak mau berlama-lama di kamarnya.