Dua bulan setelah aku melihatmu berduaan di taman bunga, engkau datang menemuiku. Kedatangamu tidak seorang diri, engkau datang bersamanya memberi undangan pernikahan.
Aku bergeming.
"Mita, datang ya ke pernikahan kami," ucapmu sembari menyodorkan undangan kepadaku.
Tanganku gemetar, lidahku kelu.
"Sanggupkah aku menerima undangan yang diberikannya?
"Hai, Mita ada apa denganmu kok diam saja?"
Pertanyaan Seli sahabatku calon pendampingmu membuyarkan lamunanku.
" Semoga kalian bahagia!" ungkapku dengan hati yang tercabik-cabik.
Kututup pintu, aku berlari ke kamarku. Kuhempaskan ragaku kutelungkup sembari menangis histeris.
Tetapi kutersadar, kau bukan milikku. Cintaku hanya bertepuk sebelah tangan.
Biarlah cintaku kupendam di hati tanpa semua orang tahu. Saat kutahu pernikahanmu gagal karena suatu hal yang tak kumengerti, namun aku tidak perduli lagi. Semua telah berlalu.
Jakarta, 27 September 2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H