Mohon tunggu...
Seir HaidahHasibuan
Seir HaidahHasibuan Mohon Tunggu... Guru - Guru

Saya suka menulis

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Menjemput Asa

22 Agustus 2023   06:35 Diperbarui: 22 Agustus 2023   07:24 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menjemput Asa
M@Cerbung
Menggapai harapan-8
Peserta ujian dan pengawas berkumpul di lapangan sekolah. Dengan tertib peserta ujian berbaris sesuai dengan ruang ujiannya. Kepala sekolah memberikan wejangan terhadap para peserta ujian, agar tetap mengikuti ujian seduai dengan tata tertip. Pengawas ruang akan membacakan tata tertib ujian di dalam kelas masing-masing.
"Bisa dilaksanakan ya anak-anak," pesan Kepala Sekolah kepada para peserta ijian.
Serentak mereka menjawab!
"Bisa Bu."
Usai mendapat wejangan peserta ujian masuk ke dalam kelas masing-masing. Sita dan dan Citra ternyata satu ruangan, di ruang 1 sedangkan Rika ada di ruang 2. Hari pertama ujian berjalan lancar. Bela pulang pun berbunyi. Peserta ujian meninggalkan kelas dengan tertip. Pengawas ruang mengizinkan siswa ke luar ruangan setelah memeriksa nomor ujian di lembar jawabsn.
"Hai, Sita, gimana tadi bisa menjawab soalnya," tanya Citra.
"Hm, bisa Cit, semoga benar," tutur Sita.
Mereka pun melangkah pulang. Teman-teman yang lain juga mengikuti mereka. Namun, Rika memilih pulang lebih akhir. Rika bersama teman akrabnya Tini.
"Rika, sepertinya kamu tidak senang berteman dengan Sita, padahal Sita orangnya baik loh, pintar lagi," ungkap Tini.
"Pokoknya aku tidak suka, dia selalu bersama Citra, sok orang kaya," jelas Rika sembari mencibirkan bibirnya.
"Oh, begitu ya," ucap Tini yang sebenarnya berlawanan dengan sikap Rika.
Sesampai di rumah, Sita berganti seragamnya. Usai berganti pakaian, dilangkahkan kakinya menuju dapur. Perutnya terasa lapar. Diraihnya piring lalu menyentong sedikit nasi ke piringnya, serta sayur dan lauk ikan asin. Begitulah makanan Sita dan kedua orang tuanya. Usai melantunkan doa, Sita pun menyantap makanannya dengan lahap. Mereka tetap bersyukur masih bisa mendapat makanan setiap hari.
"Sebenarnya dokter menyarankan ibu harus istirahat, dia masih lemas. Namun, ibu memaksakan diri pergi bekerja. Sebagai buruh tani upahnya tidak seberapa sehingga ibu harus bekerja," Sita bermonolong di benaknya.
Sita bercita-cita membahagiakan kedua orang tuanya. Selama ujian Sita, tetap membantu orang tuanya bekerja, walau dilarang orang tuanya.
"Nak Sita, tidak usah ikut bekerja, belajar saja di rumah, biar kami saja yang bekerja," sanggah ibunya.
Ibu Sita tidak rela anaknya ikut bekerja, karena sedang ujian. Rasa sedih menyelimuti hati Ibu Sita. Netranya lembab, air mata menetes di pippinya. Gegas dia menghapus buliran bening di pipinya. Dia tidak ingin Sita melihatnya.
"Ibu, Sita pulang duluan ya, tidak sampai sore membantu ayah dan ibu,"ucapnya.
Setelah pamit, Sita mengayunkan langkahnya pulang ke rumah.
"Besok hari kedua ujian, aku harus mempersiapkan diri," gumamnya di hati.
Mentari masih terasa menyengat kulit, saat Sita melangkah pulang. Dia menutup kepalanya dengan kain untuk menghindari teriknya mentari.
Sampai di rumah Sita menghembuskan nafas dengan kasar.
"Akhirnya sampai juga, hari panas sekali," lirihnya.
Bersambung....
Jakarta 22 Agustus 2023

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun