Mohon tunggu...
Seir HaidahHasibuan
Seir HaidahHasibuan Mohon Tunggu... Guru - Guru

Saya suka menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Masih Trauma dengan Ombak yang Menerpa Kapal Ferry

8 Juli 2023   16:34 Diperbarui: 8 Juli 2023   16:36 233
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Penantian di Ujung Rindu-23 

@Cerpen

 

Masih Trauma Dengan Ombak Yang Menerpa Kapal Ferry

 

"Siap-siap yok kita akan sampai," kata Bu Lia sembari membenahi tas dan lainnya. Pak Hery juga tidak ketinggalan membantu Bu Lia istrinya.

 

Tetiba Bu Lia berinding dan shock, dia terbayang ombak besar yang menghadang kapal mereka saat mau ke Jakarta. Masih trauma dengan ombak yang menerpa kapal ferry

 

"Ayo, kita berdoa, semoga ombak tidak sebesar dulu, saat kita mau ke Jakarta," ucap Bu Lia kepada suami dan anak-anaknya.

 

Kapal Ferry sudah berlabuh di Bakauhuni.

 

Syukurlah, ombak tidak besar seperti dulu," ucap Bu Lia.

 

Semua penumpang Kapal Ferry sudah bersiap-siap akan turun. Bu Lia dan Pak Hery suaminya juga tak ketinggalan. Saat pintu terbuka semua penumpang bergegas turun melalui tangga yang sudah disiapkan. Dengan mengantri penumpang turun sembari membawa barang-barang yang mereka.

 

Sembari menggendong anak-anak mereka turun dengan hati-hati. Beberapa saat mereka sudah sampai di mobil yang terparkir. Pak Hery membuka pintu mobilnya, rasa lega berlabuh di hati Bu Lia dan Hery saat Lory dan Osal di rebahkan di kasur tempat mereka beristirahat.

 

  "Sudah bisa kita jalan," kata Pak Hery sembari melirik kedua anak-anaknya.

 

"Ya, Pa, sudah!" semoga perjalanan lancar," balas Bu Lia lirih.

 

Sembari melantunkan doa mereka melanjutkan perjalan mereka.

 

Tetiba HP Bu Lia berdering. Gegas Bu Lia meraihnya dari dalam tas. Di layar tertera nana mamanya.

 

"Halo, Ma apa kabar? jawab Lia dari kejauhan.

 

"Sudah di mana kalian Nak? Bagaimana kesehatan cucu Lory," tanya Mama cemas.

 

Bu Lia menjelaskan mereka telah sampai di pelabuhan Lampung dan sudah melsnjutkan perjalanan. Lory juga masih hangat walau sudah berkurang. Batuk dan flunya yang masih berlabuh.

 

  Semburat jingga menghiasi alam di Barat. Sinar mentari menyilaukan netra. Pak Hery harus sudah tiba di rest area. Sebelum melanjutkan perjalanan mereka terlebih dahulu mengisi perut yang sudah keroncongan. Bekal yang mereka bawa masih ada.

 

Wajah Nenek mengembang saat mendengar penjelasan Bu Lia di telepon genggamnya. Mereka sudah sampai di Bakauhuni.

 

"Doain kami ya Ma, dalam perjalanan!" pinta Bu Lia mengakhiri percakapannya dengan Nenek.

 

  Nenek dan kakek serta anak-anak lainnya tidak putus-putusnya melantunkan doa.

 

"Sudah di mana mereka?" tanya kakek yang duduk di samping nenek.

 

"Mereka sudah menyeberang Kek," balas nenek melengkungkan bibirnya.

 

Perjalanan masih panjang, mereka harus sampai di Palembang tempat bibi Lory dan beristirahat di sana. Usai makan Pak Hery melanjutkan perjalanan mereka. Jalanan terlihat sepi dan lancar, hingga mreka tiba di rumah Bibi Lory yang tinggal di Palembang. Bibi Lory mendengar suara mobil yang parkir di halaman rumah mereka. Bibi Lory beranjak dari ranjangnya melangkah ke pintu ingin melihat siapa yang datang. Disibaknya gorden jendela dan mengintip ke kuar.

 

  "Itu sepertinya Kakak yang datang," bisiknya di hati.

 

Gegas dibukanya pintu lalu melangkah ke halaman menyambut keluarga kakaknya yang datang.

 

"Rupanya kalian yang datang Kak, ayo kita masuk. Angin malam sangat dingin hingga menembus kulit," ungkapnya sembari menggendong Osal yang masih pulas

 

  Pak Hery membangunkan Lory sembari mendaratkan tangannya ke kening Lory.

 

"Masih ada hangatnya," gumamnya sembari memapah ke dalam rumah.

 

"Hm, pusing," ucapnya merengek.

 

"Ayo kita ke rumah Bibi, Nak biar istirahat. Besok pagi kita pulang," kata Papanya sembari memapah ke rumah.

 

Bibi menyambut Kakak dan kedua ponakannya dengan gembira.

 

"Duduklah dulu kak, kalian pasti lelah aku buatkan minum," katanya sembari melangkah ke dapur.

 

Tidak berapa lama bibi Lory sudah kembali dengan nampan yang berisi teh manis dan air hangat.

 

"Silakan diminum kak," ungkapnya.

 

Usai menyilakan minum, bibi Lory kembali ke dapur. Ia membuka lemari pendingin ingin mengeluarkan daging ayam dan bumbunya. Ia merasa kakak dan keponakannya sudah lapar.

 

Jakarta, 08 Juli 2023

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun