@Cerpen
Kopi & Kerinduan.
Kumenanti Dirimu Saat Rinai Berhamburan
Oleh: Seir Haidah Hasibuan
Malam Minggu yang kita janjikan pun tiba. Ku bergegas membersihkan ragaku. Wangi sabun mandi menyeruak saat keluar dari kamar mandi. Kupilh gaun biru muda kesukaanku. Jantungku berdetak tak karuan. Rasa gugup menghampiriku. Tidak pernah aku merasakan debaran seperti ini. Kuhela napasku dan kuhembus perlahan untuk menenangkan jiwaku. Tetiba rinai turun dengan derasnya. Begitu juga petir dan kilat sambung menyambung. Tak tampak lagi temaram bintang dan rembulan yang menghiasi cakrawala di malam itu. Kegelapan menghampiri maya pada.
"Aduh bagaimana ini, tidak mungkin Mas Rendi datang malam ini. Sudah tiga bulan kami tidak bersua. Rindu dendam bergelayut di benak ini," aku bergumam gelisah.
Secangkir kopi hangat dalam kerinduan telah tersedia di meja tamu, hingga berangsur-angsur mendingin. Sedingin hatiku menantikan kehadiran Mas Rendi.
Kududuk menyepi sembari menunggu rinai menepi dan berharap. Namun, bayanganmu pun tiada di sana.
Di sisi lain, Rendi dengan cemas menunggu rinai yang tak kunjung berhenti.
"Dik Lisa, sabarlah menungguku walau sampai tengah malam aku tetap datang menghampirimu," Rendi bergumam sembari wajahnya melongo ke luar jendela menyaksikan jarum hujan yang masih menancap ke pelataran bumi.
Dengan kemeja warna biru Rendi tampak lebih tampan dan berwibawa. Rindu dendam yang membuncah berkecamuk di benak Rendi. Dia sangat mencintai Lisa. Cinta pertama yang dirasakannya membuat hatinya melambung. Senyum yang mengembang dari Lisa tak dapat dilupakannya. Wajah cantik dan lemah lembut terbayang di wajahnya. Hingga bulan sabit terlihat di bibirnya.
Malam semakin bergulir rinai masih menyapa. Saat itu belum ada gawai untuk dapat berkomunikasi. Tempat tinggal Rendi dan Lisa berjarak 3 Km. Tak ada lampu jalan yang akan menerangi perjalanan Rendi menempuh rumah Lisa.
"Biarlah aku jalani pelan-pelan dengan selembar daun pisang ini," ujar Rendi dengan semangat yang membuncah. Rendi pun mulai melangkahkan kakinya menuju rumah Lisa. Sembari bersiul-siul kecil dia menyelusuri jalan setapak yang kiri kanannya ditumbuhi ilalang dan saluran air yang mengairi sawah.
"Lisa, walau engkau terlelap menungguku aku tetap menghampirimu," ungkap Rendi. Dari kejauhan seakan bau kopi hitam telah menusuk hidung Rendi. Sehibgga dia mempercepat langkahnya agar cepat sampai. Getaran dada Rendi tetiba berkecamuk. Kerinduan selama tiga bulan kini akan terobati. Kopi hitam yang diaduk dengan kerinduan.
Di depan rumah Lisa Rendi meghentikan langkahnya. Dari dalam terlihat gelap tak ada cahaya.
"Lisa pasti sudah tertidur karena menugguku terlalu lama," bisik Rendi.
Perlahan tetapi pasti, Rendi melangkah dan tangannya mulai mengetuk pintu.
Samar-samar Lisa mendengar suara ketukan. Perlahan dia beranjak dan melangkah ke arah pintu. Semakin jelas dia mendengar suara yang tidak asing baginya. Tangannya meraih puntu dan membukanya. Tersentak dia saat melihat Rendi yang telah tiba walau hampir tengah malam. Kopi hitam yang telah dingin dihangatkan kembali hingga mereka bercengkrama melepas rindu. Kopi hitam kembali mengebul menemani pertemuan mereka.
Jakarta, 22 Juni 2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H