Penantian di Ujung Rindu-10
"Terima kasih Tuhan atas pertolongan-Mu, kami selamat dari ombak besar yang menghantam kapal kami," Bu Lia berdoa di dalam mobilnya. Tubuhnya masih gemetar membayangkan kejadian itu.
"Ma, jangan ketakutan seperti itu lagi, bersyukur kita sudah selamat," tukas Pak Hry menghibur.
"Ya, Pak!" Bukannya tidak bersyukur, Mama justru bersyukur atas pertolongan-Nya yang takterhingga."
Semua penumpang Ferry bergegas beranjak dari tempat duduknya. Rasa cemas masih bertengger di wajah mereka. Antrian turun dari ferry kian memanjang. Mereka harus sabar menunggu. Beberapa menit menunggu antrian akhirnya semua penumpang sudah turun menuju kendaraan masing-masing. Demikina halnya dengan keluarga Pak Hery. Mereka juga sudah masuk ke dalam mobil yang ada di parkiran. Perlahan Pak Hery melajukan mobilnya, keluar dari gerbang Pelabuhan Merak.
"Sudah tenang yan Bu, semoga perjalan kita hari ini lancar, kota Jakarta terkenal dengan kemacetannya," ungkap Pak Hery.
"Masih gemetar sih, Pak, rasa cemas masih berlabuh di benakku, tetapi sudah redahan tidak sepanik di kapal Ferry tadi," balas Bu Lia.
Anak-anak belum paham kejadian yang menerpa mereka, sehingga keduanya bisa melajutkan tidurnya. Tetiba terdengar suara keroncongan dari dalam perut Pak Hery. Kini rasa lapar mengganggu ketenangan mereka.
"Bu, masih ada camilan ya, terasa nih, laparnya," sambung Hery sembari menagkupkan tangannya ke perutnya.
 Bu Lia meraih kaleng yang masih berisi biskuit. Dibukanya tutup kaleng lalu meraih beberapa keping biskuit dan menyodorkannya kepada Pak Hery suaminya.
"Ini Pak, buat mengganjal perut laper. Semoga anttrian tidak lama, kita cari restauran tempat kita makan," tegas Bu Lia.Â
Pak Hery mengulurkan tangannya menerima biskuit yang diberikan istrinya. Sembari mengunyah biskuit tetiba mobil mulai bergerak. Pak Hery gegas menghabiskan biskuitnya.
Â
Sementara di rumah nenek, Tante Lory dan Pamannya sibuk menyambut kedatangan kakak dan keponakannya. Sedang Kakek dan Nenek masih di perjalanan pulang. Mereka pergi arisan di rumah keponakannya di Bekasi.
Â
"Aduh, bagaimana ini Pak?" masak anak dan cucu kita sampai di rumah lebih dahulu, seharusnya kita sudah di rumah menyambut mereka,"cetus Nenek Lory lirih
Â
"Yah, bagaimana lagi Bu! Ini juga tak kala pentingnya," balas Kakek sambil memainkan telepon genggamnya.
Â
 Nenek meraih gawainya dari dalam tas lalu menekan nomor anaknya Lia. Bu Lory mengangkat gawainya yang berdering yang ternyata panggilan dari mama di Jakarta.
Â
"Halo, Ma, kami sudah dekat tidak lama lagi sampai, semoga tidak macet," Lia menjelaskan.
Â
"Oh, sudah dekat!" maaf kalau mama dan bapak belum di rumah jangan sedih ya, di sini macet sekali!" sambung mama Lia.
Â
Jakarta, 28 Mei 2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H