Mohon tunggu...
Seir HaidahHasibuan
Seir HaidahHasibuan Mohon Tunggu... Guru - Guru

Saya suka menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kupeluk Mama yang Diam Membisu

19 Mei 2023   21:36 Diperbarui: 19 Mei 2023   21:39 342
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Semua pakaian sudah kusiapkan ke dalam koper. Hari Jumat jam enam sore, tiba-tiba HPku berdering.

"Halo, dek sudah dengar kabar belum? Tanyanya.

Belum selesai kakak ipar bicara, aku menjerit, menangis histeri dadaku terasa sesak.

"Mamaaaa, kenapa kau pergi mamaaa, mama tidak sabar menungguku. Aku ingin bertemu mama," jeritku dengan air mata menganak sungai.

Malam itu kami anak-anak mama yang di perantauan akhirnya sepakat pulang semua. Tiket pesawat pun dibeli. Sebahagian ada yang naik mobil.

"Mengapa setelah mama meninggal semua bisa pulang, sementara saat mama sakit dan membutuhkan pertolongan tidak ada yang pulang," gumamku di hati.

Kesedihan menyelimutiku tak henti hentinya air mata mengalir di pipiku. Saat itu aku sangat takut melihat orang meninggal.

"Tuhan tolonglah aku berikan keberanian kepadaku hingga aku tidak takut melihat mama dan memeluk tubuh yang terbujur kaku," itulah permintaanku dalam doa kepada Tuhan.

Tiba di rumah mama, jerit tangis dari anak-anak mama menggema. Kupeluk mama yang terbujur kaku, mama sudah tak menjawabku. Setelah kutersadar ternyata rasa takutku sudah hilang.

"Terima kasih Tuhan, Engkau mendengarkan doaku sehingga aku bisa memeluk mama yang diam membisu. Semua karena berkat Tuhan. Kami anak-anaknya bisa pulang dan menghantar mama ketempat peristirahatannya sesuai adat yang berlaku. Inilah pertemuan terakhirku dengan mama, mama telah pergi untuk selamanya."

"Hati manusia memikir-mikirkan jalannya, tetapi Tuhanlah yang menentukan arah langlahnya." (Amasal 16: 9).

 Terima kasih Tuhan semua karena berkat dan anugerahMu.

Jakarta, 19 Mei 2023

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun