Mohon tunggu...
Humaniora Pilihan

Dapatkah Sosial Media Menggantikan Fungsi dan Peran Ruang Publik?

30 September 2015   20:23 Diperbarui: 1 Oktober 2015   14:35 195
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber gambar: http://nurraniima.blogspot.co.id/2015/04/ketika-gadget-di-tangan.html

Setiap tahunnya, 30 September 2015 diperingati sebagai Hari Habitat Dunia. Akan tetapi, tidak semua masyarakat Indonesia mengetahui itu. Ruang publik yang seharusnya menjadi hak setiap masyarakat kini telah banyak yang beralih fungsi menjadi  hak milik pribadi. Hal ini terlihat dari makin minimnya persentase taman kota, taman bermain dan berbagai ruang publik dalam tata ruang perkotaan. Lahan-lahan stategis telah berubah wujud menjadi gedung mewah, tempat hiburan dan perbelanjaan. Fenomena ini mengakibatkan masyarakat tidak lagi memiliki ruang publik yang dapat dimanfaatkan untuk bersosialisasi dan berkumpul. Saat ini ruang publik seperti tergantikan oleh gadget dan social media yang memudahkan orang dari berbagai penjuru berkomunikasi dengan mudah.

Anggapan bahwa teknologi mendekatkan mereka yang jauh dan menjauhkan mereka yang dekat tampak benar adanya. Teknologi yang semakin maju dari masa ke masa diikuti oleh perubahan paradigma masyarakat. Fenomena yang paling sering kita lihat adalah masyarakat seolah tidak dapat lepas dari gadget. Masyarakat modern cenderung lebih asyik sendiri bermain dengan gadget nya daripada bersosialisasi dengan orang di sekitarnya. Padahal sebagai makluk sosial (homo socius), sudah sepantasnya masyarakat bersosialisasi dengan orang lain di sekitarnya. Orang cenderung acuh tak acuh dengan orang lain di sekitarnya ketika berada di ruang publik seperti stasiun, terminal, dan halte. Ruang publik tidak lagi mempunyai peran dan fungsi seperti pada umumnya. Mereka yang sejatinya sedang berada di ruang publik justru lebih memilih berkomunikasi dengan orang di penjuru berbeda melalui gadget daripada sekedar bertegur sapa dengan orang di sekelilingnya. Ruang publik yang tak terbatas seolah tergantikan oleh layar gadget yang tak seberapa luasnya.

Fakta membuktikan ketersediaan ruang pubik di Indonesia berkurang setiap tahunnya. Dikutip dari Malang Post (2014), pada tahun 1994 jumlah Ruang Terbuka Hijau (RTH) masih sekitar 7.160 ha dari luasan Kota Malang sebesar 11.005,7 ha. Dua tahun berikutnya jumlah RTH terus berkurang menjadi 6.957 ha dan menjadi 6.615 ha pada 1998. Tahun 2000, jumlahnya 6.415 ha dan 2002 tinggal 6.367 ha. RTH di Kota Malang dari tahun ke tahun tercatat terus menipis. 

Kenyataan ini memaksa anak-anak tidak lagi bermain di taman saat hari libur, melainkan di pusat hiburan dan perbelanjaan. Hal ini tentu tidak baik untuk pertumbuhan psikologis anak-anak. Di saat masa pertumbuhan, anak-anak sebaiknya dikenalkan kepada lingkungan sejak dini. Menurut Romadoni (2013), lingkungan dapat meningkatkan kreatifitas seorang anak. Kreatifitas anak dapat ditingkatkan dengan metode permainan yang edukatif yaitu permainan yang mengajak anak untuk bermain sambil belajar. Tempat pembelajaran yang tepat adalah lingkungan alam atau outdoor agar anak lebih mengenal lingkungannya dalam mengembangkan kreativitasnya.

Berbicara tentang sosial media dan ruang publik adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Majunya teknologi membuat ruang publik tergantikan perlahan-lahan oleh sosial media. Masyarakat yang dahulu menggunakan ruang publik untuk berdiskusi, bertukar pikiran, kini lebih banyak saling bertegur sapa via sosial media. Whatsap, Line, BBM, Facebook, Twitter memberikan kesempatan kepada orang dari semua penjuru untuk berkomunikasi. Perbedaan jarak dan ruang tidak lagi menjadi persoalan, sejak adanya berbagai fitur aplikasi seperti video call, skype.  Melalui sosial media, setiap orang bebas mengunggah aktivitas, pengalaman bahkan opini pribadi mereka. Orang lain dapat dengan mudah melihat bahkan mengomentari postingan yang diunggah temannya. Sosial media seperti telah menjadi ruang publik walaupun sifatnya maya.

Lantas dapatkah sosial media menggantikan ruang publik? Tentu saja tidak.

Ruang publik adalah hak setiap masyarakat dunia. Ketersediaannya sangat penting mengingat manusia pada hakikatnya adalah masyarakat sosial. Mereka membutuhkan ruang terbuka yang dapat dinikmati oleh khalayak umum secara bebas. Sosial media bersifat maya, sebaliknya ruang public bersifat real. Keduanya jelas mempunyai dimensi, fungsi dan peran yang berbeda. Perbedaan mendasar inilah yang menyebabkan sosial media tidak mampu menggantikan fungsi ruang publik. Sosial media hanya memfasilitasi seseorang untuk bersosialisi dengan dunia yang dibuatnya sendiri. “Postinganmu tak sebahagia hidupmu” adalah istilah yang sering kita dengar. Istilah ini muncul karena begitu banyak pengguna sosial media yang kurang bijksana menggunakan akunnya. Mereka tidak segan mengumbar semua aktivitas sehari-hari, curahan pikiran bahkan perasaan. Ada sebagian yang memanfaatkannya untuk kepuasaan pribadi, di sisi lain ada juga untuk meningkatkan status sosial di masyarakat. Mereka seolah mendapat pengakuan dari publik ketika banyak orang yang menyukai dan berkomentar di postingan mereka.  

Namun benarkah mereka yang begitu akrab di sosial media juga akrab di dunia nyata? Apaka mereka yang begitu ramah menyapa  follower nya juga akan bersikap baik saat berjumpa di dunia nyata? Hal ini tentu berbeda dengan ruang publik yang menawarkan dunia nyata di depan mata. Masyarakat jelas membutuhkan ruang publik. Ruang publik bukan sekedar tempat bersosialisasi, tapi lebih dari itu ruang publik adalah habitat dimana sekelompok manusia sebagai populasi dapat berkumpul. Hari Habitat Dunia adalah momentum bagi semua masyarakat dunia tentang pentingnya ruang publik. Pemerintah sebagai pembuat regulasi berkewajiban menyediakan ruang pubik yang cukup untuk masyarakatnya. Pemerintah harus mampu mengatur tata ruang kota yang ideal. Ruang pubik tidak boleh semena-mena diubah menjadi bangunan pribadi karena kepentingan ekonomi individu tidak boleh mengorbankan kepentingan masyarakat. Sampai kapanpun, orang ari orangoroootidak mampu menggantikan peran ruang publik dengan sosial media. Jadi, mari keluar dan berbaurlah dengan habitatmu! Karena di luar sana dunia tak sesempit layar gadget mu.

 

 

Sumber Referensi:

Malang Post. 2014. Tersisa 237 Hektar, Maksimalkan Ruang Terbuka Hijau.  http://www.malang-post.com/kota-malang/85209-tersisa-237-hektar-maksimalkan-ruang-terbuka-hijau. Diakses 29 September 2015.

Romadhoni, A. 2013. Media Pembelajaran Bermain Untuk Meningkatkan Kreativitas Anak Pada Usia Dini. http://aderomadoniii.blogspot.co.id/. Diakses 29 September 2015.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun