[caption id="attachment_98754" align="alignleft" width="223" caption="ilustrasi"][/caption] Berapa harga yang harus dibayar buat sebuah ucapan yang tujuannya bercanda tapi membuat orang lain tersinggung? Rp. 8,7 juta! Kok bisa? dari mana datangnya? Mari ikuti cerita ini. Satu hari, saya bersama rekan-rekan yang lain sedang duduk istirahat di sebuah ruangan bersama di kantor. Satu diantara teman kami adalah bapak (katakanlah namanya Pak Budi) yang sudah berumur lebih dari 60 tahun. Beliau sedikit berbeda dengan normalnya kita. Kakinya pendek, sangat pendek. Badan beliau juga lebih pendek dari bisa. Sehingga kalau ditotalkan mungkin panjangnya hanya 90 cm. Namun beliau memiliki semangat hidup yang tinggi. Bahkan dua minggu yang lalu beliau baru saja menamatkan pendidikan master dalam bidang ilmu agama Islam. Sepuluh tahun yang lalu beliau diserang penyakit pengeroposan tulang. Ini membuatnya tidak bisa melakukan banyak hal lagi, seperti biasanya, dalam waktu lama. Beliau berusaha berobat ke mana-mana, bahkan ke luar negeri, namun tidak juga kunjung sembuh. Sampai suatu hari beliau bertemu dengan sebuah perusahaan Jepang yang menawarkan berbagai alat terapi kesehatan. Ternyata alat-alat terapi tersebut sangat sesuai untuknya. Hingga sejak beberapa tahun yang lalu beliau sudah bisa beraktifitas kembali. Tidak sembuh total memang, selain dari sisi usia beliau sudah tua, ada persoalan dengan fisiknya juga. Sekarang ia juga menjadi agen untuk alat terapi tersebut. Setiap ada kesempatan ia pasti menawarkan produk-produknya pada kami. Saya pernah membeli dua pasang kaos kaki untuk nenek saya yang rematik. Saat saya dan rekan-rekan duduk santai tersebut, datang seorang rekan yang lebih senior (sebut saja namanya Pak Ahmad). Beliau bergabung dengan kami untuk sekedar melepaskan lelah dan bercanda. Pak Ahmad mendekati Pak Budi dan menyakan kabar serta basa basi yang lain. Setelah menjawab semua pertanyan itu, Pak Budi mulai melancarkan jurus pemasaran produk terapi kesehatan miliknya. Ia tahu Pak Ahmad sudah tua, bahkan lebih tua darinya. Ada kemungkinan Pak Ahmad mebutuhkan berbagai alat terapi kesehatan seperti dirinya juga. Ia menawarkan dari kaos kaki, celana dalam, gelang, kalung, bantal, baju, topi, obat-obatan dan lain sebagainya. Semuanya berfungsi untuk menjaga kesehatan. Alat ini akan melancarkan perdaran darah.... bla..bla. bla.. Pak Ahmad tidak berminat membeli ini semua. Ia menanyakan kepada Pak Budi: "apakah semua ini sudah terbukti khasiatnya?" "ia, banyak orang dari berbagai negara sudah sembuh dengan semua alat ini, di Jepang, di Singapura, di Malaysia, bahkan di Jakarta banyak orang pakai alat terapi ini" "Kalau alat ini bagus kenapa bapak tidak pakai untuk diri sendiri saja supaya bapak bisa sembuh dan badan bapak lebih tinggi?" Pak Budi terdiam. Dia mungkin sangat tersinggung sebab perkataan tadi adalah untuk dirinya sendiri. Ia memang bertubuh pendek dan sakit-sakitan. Sementara Pak Ahmad melihat perubahan di wajah Pak Budi. Ia meliaht air mukanya yang tiba-tiba berubah total. Ada kesedihan pada wajah tua itu saat mendengar pertanyaannya yang terakhir. Saya dan teman-teman yang lain juga menyaksikan perubahan pada muka Pak Budi. Bahkan beliau langsung mengambil HP dan menelpon anaknya karena ia mau diantar pulang. Saya yakin ia tersinggung. Dan setelah ia pulang, Pak Ahmad nampak sangat menyesal dengan apa yang telah ia lakukan. Tidak lama kemudian, kami bubar karena sudah siang. Beberapa hari setelah itu, saya berjumpa dengan Pak Ahmad di depan pintu yang sedang mengangkut beberapa kotak ke dalam mobilnya. Saya tanyakan kotak apa yang sedang diangkutnya? Sambil saya lihat ke dalam ruangan. Di sana ada Pak Budi yang sedang menghitung uang. Saya ngomong ke Pak Budi. "Wah...banyak laku hari ini pak?" "Iya, Pak Ahmad yang belanja. Delapan Juta Tujuh ratus." Pak Budi menjawab dengan sengat senang dan bahagia. Ai mukanya nampak ceria karena pada pagi itu dagangannya laku dalam jumlah besar. Pak Ahmad setengah berbisik mengatakan pada saya, "Belanja minta maaf". Saya hanya tersenyum. Akibat salah ucap yang menyinggung perasaan orang lain, ia harus belanja barang yang ia tidak perlukan dalam jumlah besar. Jadi, Jagalah lidah!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H