Sosok Jokowi sejatinya menjadi magnet bagi pemimpin daerah di Indonesia. Jika melihat perjalanan Presiden Jokowi, karirnya berjenjang dari mulai walikota dan gubernur, maka sudah pantas Jokowi dijadikan sebagai ‘keyword’ dan ‘googlenya’ oleh para pemimpin daerah.
Lalu, apa rahasia yang bisa ditiru dari sosok Jokowi oleh pemimpin di daerah atau tokoh yang ingin mencalonkan diri sebagai bupati/walikota dan gubernur?
Pertama, sederhana
Kesederhanaan sebetulnya bisa dibentuk atau direkayasa. Jika pemimpin daerah dan calon pemimpin, masih hobi berpoya-poya dan berperilaku hedonistik mulailah untuk menjadi sederhana.
Selama ini, ada pemimpin daerah yang masih suka dengan kehidupan malam, main kartu, dan ‘bermain’ perempuan. Type yang seperti ini jangan berharap  bisa sukses seperti Jokowi. Sudah saatnya para pemimpin melayani rakyat dan memrioritaskan rakyat diatas segala kepentingan pribadi, keluarga dan golongan.
Kedua, isteri tak mencampuri pekerjaan pemerintah
Di daerah sudah menjadi rahasia umum, seorang isteri gubernur/bupati/walikota memiliki peran penting ‘lebih’ daripada suaminya. Bahkan, mertua dari seorang walikota, ikut campur tangan dalam menentukan pejabat yang akan mengisi pos-pos kepala dinas.
Hal ini tentu akan sangat berbahaya bagi pembangunan di daerah. Kedepan, jika ingin sukses seperti Jokowi, seorang pemimpin daerah harus fokus dengan apa yang akan dan harus dilakukan untuk kemajuan daerah.
Seorang isteri gubernur/bupati/walikota ‘haram’ hukumnya mengerjakan proyek-proyek pembangunan. Bahkan, ada di suatu daerah, proyek-proyek pembangunan dikerjakan oleh perusahaan isteri bupatinya.
Ketiga, dekat dan bersentuhan dengan rakyat
Jokowi sudah membuktikan kedekatannya dengan rakyat. Wajar jika ada kegembiraan politik ketika sosok idolanya menjadi presiden. Hal ini bisa ditiru oleh pemimpin daerah atau calon pemimpin yang akan menjadi gubernur/bupati/walikota. Menyapa rakyat tak cukup hanya dengan sekali atau dua kali pertemuan. Atau hanya ketika rakyat ada masalah.
Buatlah jadwal untuk menyapa rakyat secara periodik. Dengarkan keluhan mereka dan selesaikan masalahnya tanpa harus menunggu anggaran. Kok bisa? Asalkan untuk kepentingan rakyat jangan takut dipenjara kendati anggaran belum ada. Jika tidak berani, seorang pemimpin daerah berani berkorban mengeluarkan kocek sendiri untuk menyelesaikan sebuah persoalan rakyat.
Keempat, menyelesaikan masalah terbesar di daerah
Seorang pemimpin daerah harus memiliki prioritas apa yang benar-benar dibutuhkan oleh masyarakat. Ambilah sebuah isu penting agar bisa lebih mendekatkan diri dengan rakyat. Membangun jalan dan jembatan itu biasa dan lazim dilakukan oleh pemimpin di daerah. Yang langka adalah, menyelesikan masalah terbesar yang dihadapi oleh masyarakat. Lihatlah cara Jokowi pada saat memimpin Kota Solo dan DKI Jakarta!
Kelima, menjauhi pencitraan yang palsu
Seiring dengan berjalannya waktu dan perkembangan politik tanah air, pencitraan palsu sudah amat basi dan tak bisa lagi digunakan dalam pemerintahan eranya Jokowi.
Bagi pemimpin daerah, hindarilah pencitraan palsu. Misalkan, pemda rela menggelontorkan anggaran bagian hubungan masyarakat (humas) yang nilainya milyaran hanya untuk advertorial di media massa. Sementara, Â isinya manifulatif, penuh puja-puji dan tidak sesuai dengan fakta yang ada. Isi dari sebuah advertorial pun, terkadang bukan faktual melainkan baru berbagai ragam rencana yang belum tentu dilakukan oleh pemerintah setempat.
Lebih baik anggaran advertorial yang selama ini hanya ‘mengayakan’ perusahaan media, digunakan untuk kebutuhan mendesak yang benar-benar dibutuhkan oleh masyarakat.
Keenam, membumikan gotong royong
Gotong royong adalah khas dari kepemimpinan Jokowi. Cara dialog, makan bersama dengan rakyat, dan terus memberikan pengertian menjadi jalan keluar dari berbagai persoalan pedagang kaki lima (PKL) di Solo dan Jakarta.
Pemimpin daerah harus bisa melakukan itu. Pola pembentukan tim yang selama ini dibentuk oleh pemerintahan di daerah, tidak bekerja efektif karena tidak menggunakan cara dialog selain cara otoritarian dan premanistik
Lihat saja, hampir di setiap daerah banyak terminal type A yang tidak berfungsi. Di Sumatera Selatan misalkan, pembangunan terminal yang memakan biaya milyaran rupiah hanya jadi ajang tempat pungli dan penarikan retribusi. Ini menjadi tanda bahwa pemimpin daerah saat akan melakukan proyek pembangunan tidak melibatkan masyarakat, bahkan sama sekali tidak memiliki inovasi dan semangat gotong royong dalam memajukan daerah.
Ketujuh, melakukan reformasi birokrasi
Kebobrokan birokrasi didaerah sudah menjadi bongkahan masalah dan menghambat pelayanan kepada masyarakat. Seorang pemimpin daerah harus berani melakukan reformasi birokrasi.
Namun, faktanya, pembentukan pelayanan satu atap tidak bekerja efektif karena masih ada kutipan dari birokrasi sehingga masyarakat merasa dirugikan.
Kedelapan, tegas dan memilih pejabat
Masih ingat dengan Lurah Susan yang ditentang oleh berbagai kalangan? Karena ketegasannya, mengapa Jokowi tetap mempertahankan lurah perempuan tersebut. Alasannya sederhana, Â karena yang bersangkutan memiliki integritas dan kapabilitas untuk menjadi pelayanan masyarakat, makanya tetap dipertahankan.
Namun, di daerah seorang kepala dinas, staf ahli bupati/walikota banyak diisi oleh pejabat yang sama sekali tidak memiliki kompetensi, selain faktor kedekatan atau ada hubungan keluarga dengan sang gubernur/bupati/walikota. Makanya, wajar jika daerah memiliki inovasi karena para pembantunya tidak bekerja maksimal.
Kesembilan, menata daerah dengan branding yang jelas
Banyak daerah memakai branding yang tidak jelas. Filosofi daerah terkadang sama sekali tidak memiliki nilai historis dengan daerah bersangkutan. Akibatnya, branding daerah tidak mewakili potensi daerah.
Bahkan, dengan branding yang dimiliki malah menyiksa. Lihatlah, Jokowi dengan branding Solo dengan ‘Spirit of Java’, benar-benar sesuai dengan yang dimiliki oleh Kota Solo.
Kesepuluh, memiliki tim yang bekerja, bukan mencari pekerjaan dengan pencalonan Anda
Nah ini yang harus menjadi perhatian penting, bagi siapa saja yang ingin mencalonkan diri sebagai gubernur/bupati/walikota. Pada saat Jokowi bertarung dalam pemilihan Gubernur DKI Jakarta dan pemilihan presiden (Pilpres), tim yang dimiliki bekerja benar-benar memiliki kemampuan yang bisa menganalisis kelebihan, potensi, kelemahan dan kekurangan Jokowi.
Makanya, tak heran jika Jokowi mengalami black campaign dengan fitnah yang luar biasa, karena faktor Jokowi effect yang tak bisa dilawan dengan cara-cara politik bersih. Dari sini bisa dijadikan pelajaran berharga, untuk milikilah tim yang bekerja untuk kemenangan Anda. Bukan tim yang menyandarkan hidup dengan pencalonan Anda baik itu sebagai gubernur/bupati/walikota.
Kesepuluh rahasia sukses kepemimpinan Jokowi tersebut, bisa disesuaikan dengan daerah masing-masing. Jokowi juga tidaklah sempurna dan ideal untuk mengikuti gaya kepemimpinannya. Tapi rekam jejak mantan Walikota tersebut sudah mendunia. Apakah ini masih kurang juga?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H