Mohon tunggu...
Seftin Syahputra
Seftin Syahputra Mohon Tunggu... -

Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Tingginya Volume Impor Memicu Defisit Neraca Perdagangan Tahun 2013

20 Maret 2014   21:47 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:42 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Neraca perdagangan triwulan IV-2013 akhirnya surplus. Selama tiga bulan berturut-turut sejak Oktober hingga Desember mengalami momentum positif. Hal ini lebih disebabkan volume ekspor lebih besar dari pada impor. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyambut baik surplus perdagangan ini, seraya memerintahkan para menteri mempertahankannya. Akan tetapi, secara kumulatif sepanjang 2013 masih mengalami defisit sebesar 4,063 miliar dollar AS.

Membaiknya neraca perdagangan triwulan IV-2013 diharapkan mendukung penguatan transaksi berjalan ke arah yang lebih sehat. Dampaknya signifikan terhadap upaya menurunkan defisit transaksi berjalan. Sebagaimana diketahui, neraca berjalan Indonesia belakangan ini mulai membaik seiring dengan melambatnya impor. Defisit transaksi berjalan tahun 2013 turun menjadi 28,45 miliar dollar AS atau 3,3 persen dari PDB, di mana sebelumnya BI memprediksi defisit transaksi berjalan sepanjang tahun 2013 sebesar 30 miliar dollar AS.

Perbaikan signifikan terjadi pada neraca nonmigas yang mencatat surplus tahun 2013 sebesar 15,851 miliar dollar AS. Sumbangan surplus terbesar pada triwulan IV yang mencapai 7,011 miliar dollar AS. Pada triwulan III-2013, surplus neraca nonmigas sebesar 2,771 miliar dollar AS. Neraca perdagangan nonmigas secara keseluruhan tahun 2013 surplus 8,37 miliar dollar AS. Komoditas utama ekspor nonmigas adalah batubara, minyak kelapa sawit, tekstil dan produk tekstil, barang elektronik, serta produk kimia.

Sebaliknya, berdasarkan data yang dirilis dari Bank Indonesia, faktor utama yang menyebabkan neraca perdagangan defisit secara kumulatif di tahun 2013 disebabkan meningkatnya belanja impor untuk minyak dan gas (migas). Dari 42,56 miliar dollar AS tahun 2012 menjadi 45,26 miliar dollar AS tahun 2013. Sementara ekspor migas terus turun dari 36,977 miliar dollar AS tahun 2012 menjadi 32,633 miliar dollar AS tahun 2013. Menurunnya ekspor migas dikarenakan turunnya produksi migas dalam negeri. Sedangkan meningkatnya impor migas dikarenakan peningkatan konsumsi BBM domestik.

Di sektor minyak dan gas (migas), neraca minyak tahun 2013 defisit 22,476 miliar dollar AS. Defisit ini lebih besar dibanding tahun 2012, sebesar 20,436 miliar dollar AS. Defisit disebabkan impor minyak lebih besar daripada ekspor. Menurut Kepala Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik UGM, Tony Prasetiantono, cara mengerem impor minyak bisa melalui kebijakan non-kenaikan harga/penarikan subsidi BBM. Hal itu misalnya mengharuskan mobil dengan kapasitas mesin besar menggunakan BBM nonsubsidi. Atau, adanya peraturan daerah yang menghimbau masyarakat untuk gemar menggunakan transportasi umum ketimbang pribadi. Tentunya, dengan terlebih dahulu pemerintah memperbaiki kualitas transportasi umum yang ada.

Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah di tahun 2014 untuk menghindari defisit neraca perdagangan adalah dengan menargetkan impor solar berkurang 4,2 juta kiloliter. Hal ini akan ditempuh dengan cara menggunakan biosolar sebanyak 10 persen sebagai campuran solar. Penggunaan biosolar sebagai campuran solar sebanyak 10 persen akan mengurangi impor solar. Sebagai contoh, dengan penggunaan biosolar sebagai campuran solar selama September-Desember 2013 menghemat sebesar 580,613 kiloliter. Menghemat devisa 456 juta dollar AS.

Jika neraca migas bisa surplus melalui penghematan devisa dari program biosolar tersebut, maka defisit neraca perdagangan bisa dihindari pada tahun 2014. Namun, besarnya impor yang mengakibatkan defisit neraca perdagangan, juga dikarenakan meningkatnya kebutuhan bahan baku penolong untuk produksi produk bertujuan ekspor. Pemerintah kiranya diharapkan mampu mengendalikan impor bahan baku penolong ini dengan kemungkinan mengembangkan produksinya di dalam negeri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun