Merkantilisme merupakan salah satu teori ekonomi yang seharusnya sudah tidak asing didengar atau dipelajari dalam studi ilmu perekonomian. Teori ini menyatakan bahwa modal dalam negeri memiliki peran yang besar dalam memajukan perekonomian negara dan menggerakkan perputaran roda perekonomian negara, sehingga terwujudlah kemakmuran suatu negara. Selain modal, perdagangan juga erat kaitannya dengan teori merkantilisme, dimana adanya modal tersebut digunakan sebagai bekal atau langkah awal dalam sistem perdagangan untuk memutar roda ekonomi perdagangan negara
Definisi modal merupakan suatu keunggulan atau sebuah unsur yang bisa digunakan untuk menghasilkan dana atau profit yang kemudian diputar dalam roda perekonomian. Menurut definisinya berkaitan dengan gagasan dalam teori merkantilisme, modal yang ada merupakan suatu unsur natural yang dimiliki sebuah negara, sehingga tidak diperlukan cost yang lebih untuk menghasilkan atau membuat modal tersebut.
Menurut teori merkantilisme, penting dicapainya sebuah surplus dagang perekonomian agar diperoleh keuntungan yang dapat dimasukkan ke dalam devisa atau kas pemasukan negara. Dominasi modal yang digunakan sebagai bekal dagang didefinisikan sebagai kekayaan alam yang dimiliki negara. Langkah perdagangan yang ditempuh juga termasuk langkah kerjasama atau partnership yang dapat dijalin oleh antarnegara.
Teori merkantilisme sudah ada prakteknya sejak abad ke-15, dimana pada saat itu negara-negara di benua biru atau Eropa sudah banyak yang menerapkan konsep ekonomi negara yang disebut merkantilis, sebab pada saat itu istilah merkantilisme belum ditemukan. Barulah kata Merkantilisme diperkenalkan sejak abad ke-17 oleh Victor de Riqueti dan Marquis de Mirabeau, yang menurut filosofinya kata merkantilisme berasal dari kata Merchant atau perdagangan dalam bahasa inggris, ada juga beberapa sejarawan yang mengatakan kata merkantilisme berasal dari kata Mart yang berarti pasar. Kemudian teori ini mulai populer saat Adam Smith menyebutkan dalam kritiknya mengenai teori ini.
Dalam implementasinya, teori merkantilisme banyak digambarkan melalui bagaimana cara negara-negara kolonialis (penjajah) dalam misinya memperluas jaringan pencarian sumber daya alam dari negara koloni untuk dimanfaatkan dalam sektor perdagangannya. Dalam bahasa yang lebih sederhana, merkantilisme yang banyak digunakan pada zaman penjajahan oleh bangsa benua biru, yakni dengan cara memanfaatkan kekayaan alam (sumber daya alam) dari negara-negara yang potensial, namun dengan keuntungan yang diperuntukkan negara induk (negara penjajah).
Sebab karena banyaknya bayangan praktik implementasi teori merkantilisme yang erat dengan visualisasi imperialisme atau penjajahan, membuat pandangan awam terhadap implementasi teori ini berubah ke arah yang salah dan  dan merupakan sesuatu yang kejam. Padahal nyatanya jika kita pahami lebih dalam mengenai konsep praktik merkantilisme yang pertama kali muncul dimaksudkan sesuai filosofinya, akan ada banyak poin pembahasan menarik yang justru bisa dikembangkan.
Sejak dipopulerkan oleh Adam Smith dalam bukunya yang berjudul The Wealth of Nations, banyak para ilmuwan yang mulai tertarik untuk menganalisa dan memberikan kritik tentang teori ini. Termasuk Adam Smith sendiri yang mengungkapkan kritikannya mengenai teori merkantilisme dimana menurutnya sumber daya alam (yang merujuk pada logam mulia) tidak menjadi penentu kemakmuran suatu negara, dan menyanggahnya dengan gagasan-gagasan lain yang dituangkan dalam teori klasik. Ada juga tokoh yang menyetujui analisa teori merkantilisme seperti Jean Baptiste-colbert, seorang Menteri Perekonomian dan Keuangan Prancis dimana menurutnya eksistensi pedagang dalam suatu negara berperan besar sebab dengan sinergi yang baik antara para pedagang, penguasa, dan pemerintah akan memajukan sektor perekonomian negara. Dan eksistensi pedagang dalam melakukan kegiatan ekonominya kembali pada tergantung seberapa potensial dan besarnya modal yang dimilikinya.
Pada kenyataannya implementasi praktik teori merkantilisme ini sebenarnya tidak seharusnya terjadi seperti praktik imperialis, karena jika melihat sejarah awalnya yang benar, para company-company barat hanya sebatas melakukan perjalanan mencari sumber daya alam untuk diperdagangkan, khususnya di daerah Asia, yang dikenal sebab banyak negara yang menjadi negara koloni. Mereka justru melakukan penawaran kerjasama dagang yang ditawarkan kepada negara-negara yang memiliki potensi alam sumber daya yang dicari, bukan untuk menjajah dalam konteks yang 'buruk'.
Thailand merupakan salah satu negara di Asia khususnya kawasan Tenggara yang memiliki banyak sekali potensi alam, baik dari bermacam jenis tanaman seperti padi, rempah-rempah, karet, cengkeh dan mineral tambangnya termasuk emas, bijih besi, tembaga, timah, timbal, serta minyak bumi. Sisi menarik dari negara yang acap kali dijuluki sebagai negara Gajah Putih ini, adalah fakta bahwa meskipun terletak di kawasan Asia Tenggara yang posisi wilayahnya berdekatan dengan tetangga-tetangga negaranya yang terjajah, namun Thailand justru terhindar dari singgahan para penjajah bangsa eropa di era kolonialisme. Padahal selain dilihat dari kondisi geografis yang berdekatan, kondisi negara Thailand juga dapat dikatakan hampir sama seperti tetangga negaranya yang lain, sebut saja seperti Indonesia, Malaysia, Kamboja, Filiphina, Vietnam, Laos dan lainnya yang terjajah.
Ada berbagai macam alasan berikut faktor yang rasional penyebab tidak dijajahnya Thailand pada masa kolonialisme, namun ada beberapa faktor yang dapat ditarik menjadi satu kesimpulan selaras dengan pembahasan mengenai praktik implementasi teori ekonomi merkantilisme. Faktor tersebut adalah bagaimana Thailand yang sudah mengadopsi budaya-budaya barat dalam aspek kenegaraannya. Seperti mengajarkan dan menerapkan bahasa internasional (bahasa inggris) ke sekolah-sekolah yang ada di seluruh penjuru Thailand. Pemerintahan negaranya pun dengan serta merta mengubah gaya politik yang berpengaruh pada aspek keamanan dan perputaran roda ekonomi yang berjalan di Thailand pada kala itu.
Dalam upaya militernya, kerajaan Thailand menempatkan tentara-tentara di seluruh penjuru wilayah Thailand yang cukup sulit terjangkau dengan pusat (Bangkok), demi mencegah masuknya para tentara asing kala itu. Dengan demikian pemerintah kerajaan pusat dapat mengatur dan mengawasi wilayah-wilayah yang tidak terjangkau tersebut dari laporan para tentara. Sedangkan kemajuan di sektor ekonomi Thailand juga terlihat begitu pesat pada masa imperialisme dan kolonialisme sebab penanganan seluruh aspek kenegaraan yang stabil. Hal ini terbukti dengan fakta bahwa pada masa kolonialisme, perekonomian Thailand jauh lebih unggul daripada negara tetangganya yang memang sedang terjajah.