Mohon tunggu...
Sefia Putri Nurhidayah
Sefia Putri Nurhidayah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Universitas Airlangga Prodi Bahasa dan Sastra Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Tradisi Manten Kucing di Kabupaten Tulungagung

23 Mei 2023   06:39 Diperbarui: 23 Mei 2023   11:46 458
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tulungagung merupakan salah satu kabupaten yang terletak di pesisir selatan Jawa Timur. Meskipun terkenal dengan salah satu daerah penghasil marmer terbesar di Jawa Timur dan memiliki beragam potensi wisata khususnya wisata di daerah pesisir pantai, banyak masyarakat yang kurang familiar dengan Kabupaten Tulungagung. Potensi yang dimiliki oleh daerah tersebut kurang dapat dimanfaatkan dan dipublikasi sehingga minim diketahui oleh masyarakat di wilayah lain, meskipun masih berada dalam satu lingkup provinsi.

Selain memiliki banyak potensi dalam bidang pariwisata, daerah ini juga memiliki beragam kebudayaan yang masih lestari hingga saat ini. Salah satu upacara adat yang masih dilestarikan adalah Tradisi Manten Kucing. Manten berarti pengantin dan kucing merupakan hewan kucing. Namun, Upacara Adat Manten Kucing bukan berarti menikahkan sepasang kucing, melainkan mengarak kucing tersebut untuk dimandikan di Telaga Coban. Upacara Manten Kucing bertujuan untuk meminta hujan. Manten Kucing dilaksanakan setiap kali terjadi musim kemarau berkepanjangan di Tulungagung, biasanya pada bulan Maret. Tradisi ini diadakan di sumber mata air di dekat Bukit Coban Desa Pelem, Kecamatan Campurdarat, Kabupaten Tulungagung. Upacara adat ini dipimpin oleh Kepala Desa dan diikuti oleh tokoh-tokoh masyarakat sekaligus warga di daerah tersebut.

 Sejarah diadakannya upacara adat ini adalah pada zaman dulu terjadi kemarau panjang yang mengakibatkan persawahan, sungai, dan telaga kering. Bencana ini membuat warga yang mayoritas berprofesi sebagai peetani mengalami keresahan. Beberapa ritual untuk mengupayakan turunnya hujan telah dilakukan, namun masih belum membuahkan hasil. Ditengah kegelisahan warga tersebut, ada seorang pendatang bernama Eyang Sangkrah yang mandi di Kali Putih bersama kucing condo-mowo (kucing yang memiliki tiga warna berbeda). Sepulang dari Kali Putih, hujan deras turun di kawasan Desa Sumberejo. Hal inilah yang mendasari dilaksanakannya upacara adat Manten Kucing.

Dalam pelaksanaan upacara adat ini, atribut yang diperlukan adalah sepasang kucing condo-mowo, baju adat suku jawa seperti kebaya dan beskap, kembang setaman, sesajen berupa makanan yang akan didoakan bersama, dan atribut lain layaknya pelaksanaan manten sungguhan. Rangkaian pelaksanaan upacara adat ini diawali dengan mengirab (jalan beriring-iringan) sepasang kucing tersebut yang dimasukkan ke dalam keranji. Kucing jantan dibawa oleh pengantin pria, sedangkan kucing betina dibawa oleh pengantin wanita. Di belakang kedua pengantin tersebut, para tokoh desa berjalan mengiringi dengan memakai pakaian adat Jawa. Sebelum dipertemukan, kedua kucing tersebut dikeluarkan dari dalam keranji dan dimandikan di Kali Putih secara bergantian menggunakan air telaga yang sudang ditaburi kembang setaman. Usai dimandikan, sepasang kucing tersebut diarak menuju lokasi pelaminan yang sudah disiapkan sesajen. Pengantin pria dan wanita duduk bersanding di pelaminan dengan masing-masing memangku sepasang kucing tersebut. Upacara Manten Kucing dimulai dengan pembacaan doa yang dilakukan oleh sesepuh desa setempat. Prosesi ini berlangsung kurang lebih selama 15 menit, dan upacara adat telah usai dilakukan.

Upacara Manten Kucing masih dilakukan sampai sekarang ketika mengalami musim kemarau yang berkepanjangan. Masyarakat sekitar sumber mata air juga turut berpartisipasi dalam prosesi pelaksanaan upacara adat ini. Biasanya setelah dilakukannya upacara adat ini, akan turun hujan yang deras di desa tersebut, yang mana akan mengakhiri kegundahan masyarakat akan kekeringan yang mengakibatkan gagal panen dan kesulitan melakukan aktivitas seperti biasa.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun