Pelecehan seksual terhadap anak ialah sebuah ancaman bagi bangsa, yang mana bisa merusak anak-anak baik fisik, mental, pola pikir atau kejiwaan anak tersebut (Fajar, Susanto, & Achwandi, 2019). World Health Organization (WHO) menjelaskan bahwa kekerasan seksual atau pelecehan seksual yaitu keterlibatan anak dalam kegiatan seksual yang tidak seutuhnya dimengerti, tidak adanya penjelasan terhadapnya yang melanggar norma serta aturan masyarakat. Kekerasan seksual ialah kegiatan antara seorang anak dan orang dewasa ataupun anak lain, yang mana bertujuan guna memuaskan hasrat orang lain (Rimawati, 2018).
Ketua Komnas Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait menjelaskan bahwa sejak Maret 2020 - Juli 2021 tercatat sebanyak 2.726 kasus kekerasan, yang mana sekitar 52% ialah kasus kekerasan seksual pada anak. Kasus kekerasan seksual itu tidak hanya perkosaan. Namun, kasus-kasus lain seperti sodomi, hubungan seks sedarah serta lainnya. Kasus tersebut tidak hanya terjadi antar satu orang dengan orang lainnya. Tetapi, kasus tersebut juga dilakukan secara bergerombol. Bahkan, kekerasan seksual in dilakukan oleh beberapa orang terdekat korban seperti pamannya (Aidilla, 2021).
Anak ialah aset masa depan bangsa yang harus dijaga keberadaannya sebaik-baiknya. Maka, para orang tua serta pendidik harus bisa mengupayakan agar anak-anak bisa tumbuh dan berkembang secara baik. Anak-anak harus selalu dibimbing dan dilindungi agar sehat baik fisik, emosional, sosial, intelektual serta seksualnya. Para orang tua memiliki tanggung jawab lebih terhadap anak-anak tidak hanya seputar materi. Namun, mereka memiliki tanggung jawab dalam semua aspek kehidupan anak-anaknya, termasuk aspek pendidikan seksual (Solihin, 2017).
Obrolan perihal seks masih menjadi obrolan yang sulit bagi para orang tua. Pendidikan orang tua jaman dahulu membuat seks menjadi topik obrolan yang bersifat tabu, terlebih obrolan seks dilakukan dengan anak-anak. Saat para orang tua mendengar obrolan ataupun pertanyaan perihal seks, mereka cenderung menghindar. Salah satu bentuk upaya dari menghindar yakni melarang anak-anak bertanya dan berbicara guna mengetahui tentang seks.
Para orang tua masih beranggapan bahwa pendidikan seks akan diberikan saat anak-anak telah tumbuh dewasa, bahkan tanpa adanya bimbingan dari orang. Mereka memiliki kekhawatiran, jika apa yang mereka bicarakan tentang pendidikan seks belum tepat waktunya. Para orang tua belum mengetahui cara menjawab pertanyaan anak-anak perihal seks atau membicarakan seks sesuai bahasa yang mudah dimengerti anak-anak.
Salah satu upaya pencegahan tindak kekerasan seksual anak-anak yakni orang tua, pendidik serta orang-orang dewasa di lingkungan terdekat anaklah yang tepat guna memberikan pendidikan seks sejak dini. Para orang tua sudah tidak seharusnya menganggap tabu serta sungkan dalam memberikan informasi kepada anak-anak terkait pendidikan seks. Anak-anak berhak tahu perihal pendidikan seks, yang tentunya konteksnya memang pendidikan bukan pornografi. Maka, pendidikan seks memanglah penting bagi anak-anak untuk dipelajari sedini mungkin.
Terdapat dua makna seks, baik secara sempit ataupun luas. Dalam arti sempit, seks ialah kelamin. Sedangkan, seks ialah seksualitas dalam arti luas. Seksualitas ialah istilah yang menjabarkan segala sesuatu yang berhubungan dengan seks.
Pendidikan seksual ialah beberapa upaya seperti pengajaran, penyadaran serta pemberian informasi terkait persoalan seksual. Informasi yang dibagikan antara lain pengetahuan terkait fungsi organ reproduksi, yang mana dengan menanamkan etika, moral, komitmen, agama supaya tidak terjadi adanya “ penyalahgunaan” organ reproduksi tersebut. Para ahli psikologi merekomendasikan anak-anak untuk sedari dini diperkenalkan dengan pendidikan seks, yang mana sesuai dengan tahap perkembangan usia mereka. Maka, pendidikan seks bisa dikatakan sebagai pionir pendidikan dalam kehidupan berkeluarga yang tentunya memilik makna penting.
Berikut tahapan-tahapan penyampaian materi terkait pendidikan seks berdasarkan umur. Rentang umur 3-5 tahun, si kecil harus diajarkan tentang organ tubuh, tidak perlu ragu untuk memperkenalkan alat kelamin si kecil. Waktu yang tepat untuk mengajarkannya ialah saat bunda atau ayah sedang memandikan si kecil. Para orang tua bisa memberitahu nama alat kelaminnya sesuai nama aslinya, misalnya penis dan vagina.
Para orang tua tidak perlu membahas terlalu detail tentang jenis kelamin anak ataupun memberitahunya dalam situasi serius. Kemudian, para orang tua harus mengajarkan kepada si kecil bahwa seluruh badannya termasuk kelaminnya ialah milik pribadinya. Si kecil harus diajarkan untuk tidak menunjukkan kelaminnya kepada orang lain.
Para orang tua juga harus memperingatkan si kecil bahwa si kecil mempunyai hak serta bisa menolak orang lain yang ingin mencium, memeluk atau segala hal yang bersifat sentuhan. Si kecil juga tidak boleh dipaksa untuk memeluk atau mencium orang lain. Karena, si kecil bisa belajar untuk menunjukkan sikap penolakannya. Para orang tua harus bisa membuat si kecil merasa nyaman berkomunikasi dengan tujuan agar si kecil tidak sungkan berbagi apapun yang dirasakannya kepada orang tua.
Rentang umur 6-9 tahun, para orang tua harus mengajarkan tentang apa saja yang harus dilakukan si kecil guna melindungi dirinya. Para orang tua bisa mengajarkan si kecil tentang tidak bolehnya membuka pakaian sekalipun diiming-imingi uang oleh orang lain atau juga tidak bolehnya alat kelamin si kecil dipegang oleh temannya.
Selain itu, para orang tua bisa menggunakan hewan tertentu yang tumbuh secara cepat serta terlihat perbedaan jenis kelaminnya (misal: anak ayam) saat bertumbuh dewasa guna mengajarkan tentang perkembangan alat reproduksi.
Si kecil bisa diajak untuk mengamati perkembangan alat reproduksi. Para orang tua juga harus memperhatikan suasana hati si kecil, saat menyampaikan materi seks, agar si kecil tidak merasa malu, bodoh ataupun terlalu sembarangan dalam menyikapi seks.
Rentang umur 9-12 tahun, para orang tua bisa memberikan informasi lebih detail terkait apa saja yang akan berubah dari tubuh si kecil saat menjelang masa puber. Anak-anak bisa diajarkan terkait bagaimana cara menyikapi menstruasi ataupun mimpi basah. Pada umur 10 tahun, para orang tua sudah bisa memulai pembahasan terkait kesehatan alat kelamin. Para orang tua bisa menyakinkan si kecil, jika mereka bisa mengikuti semua peraturan kesehatan, maka si kecil tidak perlu merasa khawatir.
Rentang umur 12-14 tahun, para orang tua bisa sebaiknya mengajarkan apa itu sistem reproduksi serta bagaimana caranya bekerja. Perbedaan antara kematangan fisik serta emosional untuk hubungan seksual juga sangatlah penting guna diajarkan. Para orang tua juga perlu menjelaskan konsekuensi dalam hubungan seksual baik dari segi biologis, psikologis serta sosial.
Jika, para orang tua merasa cukup berat membicarakan persoalan seksual dengan anak, maka para orang tua bisa meminta bantuan konselor atau psikolog guna menyampaikan pendidikan seksual kepada anak-anak serta membantu para orang tua bisa merasa nyaman saat membahas pendidikan seksual dengan anak-anak.
Banyak orang tua masih bingung dalam menyikapi pertanyaan anak perihal seks. Berikut, beberapa sikap yang orang tua perlu lakukan saat berbicara tentang seks dengan anak.
Pertama, para orang tua harus meluangkan waktu guna berdiskusi perihal seks dengan anak. Kedua, para orang tua harus memiliki sikap terbuka, informatif serta yakin terhadap terkait topik yang dibahas. Ketiga, para orang tua harus menyiapkan materi serta cara penyampaian materinya bisa disesuaikan umur anak.
Keempat, para orang tua bisa menggunakan media seperti boneka, gambar, binatang guna mempermudah anak menyerap informasi yang diberikan. Kelima, para orang tua harus membekali diri dengan wawasan cukup perihal seks guna menjawab pertanyaan si kecil.
Keenam, para orang tua harus menjawab pertanyaan si kecil dengan bahasa yang mudah dimengerti serta jujur. Ketujuh, para orang tua perlu memperkenalkan bagian tubuh si kecil sendiri, bukan tubuh orang lain. Kedelapan, para orang tua bisa berdiskusi terkait hal-hal yang masih ragu seputar seks dengan psikolog atau ahlinya. Kesembilan, para orang tua harus yakin pada diri sendiri bahwa pendidikan seks bagi anak-anak sangatlah bermanfaat serta penting (Ratnasari & Alias, 2016).
Jadi, Pendidikan seksual ialah beberapa upaya seperti pengajaran, penyadaran serta pemberian informasi terkait persoalan seksual. Informasi yang dibagikan antara lain pengetahuan terkait fungsi organ reproduksi, yang mana dengan menanamkan etika, moral, komitmen, agama supaya tidak terjadi adanya “ penyalahgunaan” organ reproduksi tersebut. Terdapat beberapa tahapan penyampaian materi perihal pendidikan seks sesuai umur anak-anak yang para orang tua perlu pahami.
Kita sebagai orang tua tidak perlu bingung terkait penyampaian materi terkait pendidikan seksual kepada anak-anak, jika metode yang digunakan tepat. Serta, kita sebagai orang tua harus mulai sadar bahwa pendidikan seksual bagi anak usia dini sangatlah penting diajarkan guna menyelamatkan generasi bangsa.
Daftar Pustaka
Aidilla, T. (2021, September 7). Republika.co.id. Dipetik November 20, 2021, dari Republika.co.id: https://www.republika.co.id/berita/qz2kw5430/meningkatnya-kekerasan-terhadap-anak-saat-pandemi
Fajar, D. A., Susanto, & Achwandi, R. (2019). Strategi Optimalisasi Peran Pendidikan Seks Usia Dini di PAUD dalam Menanggulangi Pelecehan Seks terhadap Anak di Pekalongan. Jurnal LITBANG Kota Pekalongan .
Ratnasari, R. F., & Alias, M. (2016). Pentingnya Pendidikan Seks untuk Anak Usia Dini. Jurnal Tarbawi Khatulistiwa , 55-59.
Rimawati, E. (2018). Metode Pendidikan Seks Usia Dini di Indonesia. Jurnal Kesehatan Masyarakat Andalas .
Solihin. (2017). Pendidikan Seks Sejak Usia Dini Salah Satu Upaya Mencegah Child Sexual Abuse. Jurnal Pendidikan: Early Childhood , 1-13.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H