Mohon tunggu...
Sigit
Sigit Mohon Tunggu... Lainnya - Pekerja

Orang desa

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Orang Lamongan Hanya Pantang Makan Lele? Ini Beberapa Pantangan Lainnya

21 Oktober 2023   08:54 Diperbarui: 22 Juli 2024   16:11 171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di antara kalian pasti sudah ada yang  tahu, kalau orang Lamongan pantang makan lele. Sudah banyak tulisan di berbagai media yang membahas ini.

Dalam kepercayaan orang Lamongan, konsekwensi buruk akan menimpa siapapun, yang melanggar pantangan makan lele, salah satunya kulit akan belang.

Sebagaian orang Lamongan masih percaya dan patuh dengan pantangan tersebut. Tetapi sebagaian yang lain, tidak  lagi mempercayainya. Gurih ikan lele goreng tetap lebih menarik.

Kepercayaan atas pantangan makan ikan lele, lebih kental pada orang Lamongan yang tinggal di sisi timur Lamongan. Sementara, orang Lamongan yang tinggal di sisi barat, cenderung abai dengan pantangan tersebut.

Beragam kisah beredar, tentang latar belakang pantangan tersebut. Salah satunya, kisah Boyopati yang mencari keris Sunan Giri. Dalam pencariannya, Boyopati harus bersembunyi di kolam lele, untuk menghindari kejaran musuh. Boyopati selamat, karena ikan lele tetap tenang selama di bersembunyi. Dari situ, Boyopati bersumpah, anak turunnya pantang makan ikan lele.

Ternyata, ada beberapa mitos dan pantangan lain bagi orang Lamongan, selain pantangan makan ikan lele. Lalu, apa saja mitos dan pantangan tersebut?.

Pantangan yang cukup luas dipercaya adalah, larangan melintas bagi calon pengantin dan pengantin baru di gunung Pegat. Gunung  Pegat, merupakan gunung kapur yang terletak di selatan Babat, tepatnya di desa Karang Kembang Kecamatan Babat. Kata pegat dalam bahasa Jawa berarti cerai, hal inilah yang melatarbelakangi pantangan tersebut.

Dinamakan gunung pegat, karena gunung ini di belah, dipisahkan, untuk dijadikan jalan lintas kabupaten, yang menghubungkan Jombang dan Babat. Posisi yang terpisah di barat dan timur jalan memunculkan nama Pegat.

Dipercaya, pengantin atau calon pengantin yang melewati gunung ini, akan berakhir dengan perceraian. Akan tetapi, efek buruk ini dapat dinetralisir, dengan melepas seekor ayam. Ya, saat melintas gunung pegat calon pengantin atau pengantin baru harus melepas ayam, ayam hidup ya bukan ayam panggang.

Ayam yang dilepaskan menjadi rejeki nomplok warga sekitar, diperebutkan untuk delihara, atau lebih sering berakhir sebagai ayam goreng.

Pantangan lain bagi warga lamongan, adalah larangan menikah dengan orang Kediri. Ini pantangan yang serius, bisa menyebabkan patah hati, bagi orang Lamongan dan kediri yang saling jatuh cinta.

Pantangan ini, dilatar belakangi kisah Panji Laras dan Panji Liris, putra kembar bupati Lamongan. Dikisahkan, adipati Kediri saat itu, juga memiliki dua putri kembar, yaitu Dewi Andansari dan dewi Andanwangi.  Karena membutuhkan dukungan politik, untuk menaklukkan Majapahit, bupati Kediri berniat menjodohkan putrinya, dengan putra bupati Lamongan.

Mengetahui hal tersebut, bupati Lamongan mengajukan syarat yang cukup berat. Yaitu, Dewi Andansari dan Andanwangi yang harus datang ke Lamongan untuk melamar. Syarat berikutnya, mereka berdua harus memeluk islam, dan membawa hadiah gentong air serta alat tikar dari batu.

Karena keinginan yang besar dari bupati Kediri untuk mendapat dukungan, bupati Kediri menyetujui semua syarat yang diajukan. Tetapi, kisah perjodohan tersebut berakhir tragis, pernikahan batal dan empat mempelai tewas dalam huru hara.

Berdasar kisah tersebut, muncul pantangan orang Lamongan menikah dengan orang Kediri, dan begitu juga sebaliknya.

Dibandingkan dengan dua pantangan sebelumnya, pantangan ketiga ini, telah paling banyak memudar. Sudah tentu, dengan alasan cinta, banyak warga Lamongan yang melanggarnya.

Untuk pantangan makan lele dan melintas gunung pegat, hari ini masih banyak orang yang mempercayai. Mereka tetap patuh, mengikuti pantangan karena takut akan berakibat buruk jika melanggar. Lalu, saya sendiri bagaimana ?, sudah pasti semua pantangan saya langgar, kecuali larangan menikah dengan orang Kediri. Bukan karena percaya, tetapi jodoh saya memang bukan orang Kediri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun