Mohon tunggu...
Sedwi Panca
Sedwi Panca Mohon Tunggu... -

...suka dengan keindahan...mengamati dan mencoba membaginya kepada semua...

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Artikel Utama

Nasionalisme dalam Keterbatasan Itu Bernama Kobakma

19 Agustus 2010   19:48 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:53 363
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tanggal 17 Agustus 2010 pagi hari yang lalu kita dihenyakkan oleh sebuah "kesalahan tanpa rekayasa" (http://regional.kompas.com/read/2010/08/17/10022185/Bendera.Terbalik..Tak.Ada.Sabotase) bendera terbalik di sebuah upacara bendera dalam rangka memperingati  hari Kemerdekaan Bangsa Indonesia di Manokwari yang ironisnya dihadiri oleh Gubernur Papua Barat .  Belum habis sumpah serapah dan kritik di pagi hari tersebut, muncul lagi di sore hari peristiwa bendera ditukar lahan parkir, yang diakhiri dengan pemukulan "manager bagian parkir"(wakakakak...jabatan yg aneh) oleh para satpam dan kawan2 (http://us.detiknews.com/read/2010/08/17/195630/1422110/10/turunkan-merah-putih-manajer-mal-nyaris-dipukuli ). Dalam waktu bersamaan, rasa nasionalisme kita dibakar dengan kasus "barter" 7 nelayan Malaysia dan 3 anggota DKP RI (http://nasional.kompas.com/read/2010/08/16/13363863/Pemerintah.Barter.dengan.7.Nelayan ). Maka pada hari itu, tingkat nasionalisme bangsa dipertanyakan. Saya yg lulusan SMU pada masa orde baru (hehehehe...masa itu masih rajin upacara, penataran P4 sambil belajar PMP) jadi ikut sedih dengan kondisi seperti itu.  Namun ketimbang saya menyoroti "3 batu jelek" (istilah ini saya ambil dari buku Cacing dan Kotoran Kesayangannya), saya berusaha utk melihat 997 batu baik lainnya yg menyusun sebuah tembok besar, dan melihat 3 hal buruk sebagai sebuah hal unik yg melengkapi kesempurnaan 997 hal lainnya, sehingga selalu berusaha memahami, instropeksi dan memperbaiki diri atau kondisi yg ada. Awal bulan Agustus yg lalu, saya berkesempatan mengunjungi sebuah daerah kecil bernama Kobakma.  Saya berani bertaruh satu isi dompet saya yg tipis ini bahwa dari sekian pembaca, hanya 1% yg tanpa melakukan "googling" sudah tahu dimana lokasi daerah kecil ini.

[caption id="attachment_133236" align="aligncenter" width="595" caption="Lokasi Kobakma"][/caption] Kobakma merupakan ibukota Kabupaten Memberamo Tengah yg terpencil dikelilingi pegunungan dan jurang2.  Jangan membandingkannya dengan kabupaten terkecil sekalipun di pulau Jawa karena ibukota Kabupaten yg satu ini hanya bagaikan sebuah perkampungan kecil tanpa akses darat kemanapun. Saya ulangi kemana pun. Completely isolated.

[caption id="attachment_133241" align="aligncenter" width="357" caption="Sungai di Papua"][/caption] Daerah ini, seperti kebanyakan daerah2 di Papua lainnya mengandalkan transportasi udara didukung oleh sebuah landasan kasar pendek dengan kemiringan 5-7 derajat pada ketinggian 3000 kaki dari atas permukaan laut. Bisa dibayangkan, di ketinggian itu dan dengan kemiringan tersebut saja, kita bisa kehabisan napas utk berjalan dari ujung landasan yg satu ke ujung lainnya. Mungkin cocok bagi mereka yg bermasalah dengan berat badan. [caption id="attachment_133240" align="aligncenter" width="357" caption="Landasan yg miring khas Papua"][/caption]

[caption id="attachment_133242" align="aligncenter" width="469" caption="Masyarakat Kobakma"][/caption]

Pada saat saya ke sana, landasan tersebut dalam kondisi rusak akibat hujan beberapa minggu sebelumnya sehingga otomatis pesawat sayap tetap terkecilpun tidak dapat mendarat disana, bahkan sebuah pesawat komersial kecil pun harus terdampar disana setelah sebuah insciden kecil yg menimpanya ( http://nusantara.tvone.co.id/berita/view/41511/2010/07/09/pesawat_prima_air_tergelincir_di_mamberamo_papua/ ). Tinggallah hanya "capung  angkasa" (helikopter) yg bisa mendarat disana, itupun jika cuaca cukup baik mengingat Papua yg cuaca dapat berubah dalam hitungan menit. Tidak heran jika angka kecelakaan pesawat di Papua ini terhitung cukup tinggi. [caption id="attachment_133237" align="aligncenter" width="469" caption="Pesawat pun terdampar"][/caption] Namun dalam kondisi yg seperti ini, saya dapat melihat semangat nasionalisme yg besar. Terutama dari para pejabat setempat yg mengkoordinir kegiatan upacara hari Kemerdekaan, para rekan2 kepolisian yg melatih, siswa2 yg dilatih (bahkan saya sendiri tdk yakin siswa tersebut dari Kobakma krn saya tidak yakin ada sekolah di lokasi seperti ini..ups..CMIIW..).  Bahkan jika memang mereka bukan siswa dan pelatih yg berasal dari Kobakma, bisa dilihat betapa besarnya perjuangan seluruh pejabat disana utk bisa mengadakan sebuah upacara bendera dalam rangka memperingati hari Kemerdekaan Indonesia, mengumandangkan Indonesia Raya  di antara pegunungan dan jurang2. Upaya besar utk mengibarkan sebuah bendera merah putih di antara isu tuntutan referendum dan ancaman keamanan dari gerakan OPM di tanah Papua.

[caption id="attachment_133239" align="aligncenter" width="469" caption="Dalam Seragam Lengkap"][/caption] Sampai di titik ini, hati saya tersenyum. Masih ada harapan dibalik berita2 yg akhir2 ini justru menurunkan semangat. Bahkan harapan itu justru datang daerah terpencil dan terisolasi. Kobakma. Go Kobakma Go...Teruslah membangun... Salam Kompasiana Dari orang biasa yg ingin memberitakan kabar baik. Catatan: Terimakasih buat kawan2 pelatih buat video latihan dan gladibersih-nya, sayang sulit di-upload krn keterbatasan. Salut buat kesabaran dan dedikasinya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun