Mohon tunggu...
Muhammad Wahdini
Muhammad Wahdini Mohon Tunggu... Buruh - pembelajar

.....

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Eco Compact Packaging, Solusi Riuh Soal "Sendok Plastik"

24 Februari 2022   15:52 Diperbarui: 22 Maret 2022   18:03 1924
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kemasan makanan berbahan kertas yang ramah lingkungan.| Sumber: Shutterstock/Eirene Fagus via Kompas.com

Baru-baru saja media sosial Twitter riuh. Sendok Plastik lalu menjadi Trending Topic. 

Usut punya usut karena ada postingan warganet yang komplain karena orderannya pada jasa pesan antar makanan yang tak mengindahkan pesanan khusus untuk tidak menyertakan sendok plastik pada setiap pesanannya. Padahal, menurut si pemesan, ia sudah menghubungi pihak penjual makanan dan juga pihak jasa antar makanan. Tetapi saat pesanan datang, sendok plastik tetap disertakan.

Respon warganet atas postingannya ini lalu terbelah. Ada yang mengatakan bahwa komplain itu agak "lebay" karena bisa jadi sendok plastik itu disiapkan karena merupakan Standar Operasional Prosedur penyiapan makanan apalagi di era pandemi, pertimbangan higienitas pasti lebih dikedepankan. Tapi tidak sedikit yang mendukung karena merupakan wujud kesadaran untuk mengurangi penggunaan plastik dan bagian dari perilaku ramah lingkungan.

Di era pandemi Covid-19, tantangan pengelolaan sampah menjadi lebih pelik dan pola dan gaya konsumsi juga bergeser. Contohnya saja pada beralihnya konsumsi rumah tangga dari aktivitas makan di luar seperti ke warung makan atau restoran kini ke layanan pengiriman makanan, seperti GoFood atau GrabFood.

Hasil penelitian Lembaga Ilmu Penelitian Indonesia (LIPI) pada bulan Mei 2020 pada warga Jabodetabek di masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) menunjukkan bahwa persentase belanja online meningkat sebanyak 62%. dari yang biasanya hanya 1 hingga 5 kali sebulan, kini meningkat menjadi 10 kali dalam sebulan. peningkatan ini diikuti dengan peningkatan jasa pengantaran makanan lewat transportasi online.

Layanan pesan antar seperti GoFood misalnya, mencatat tingkat pemesanan makanan dari rumah semakin tinggi, bahkan hingga 20%. Peningkatan signifikan juga terlihat dari penambahan merchant baru selama pandemi.

Data menunjukkan selama Maret hingga Agustus 2020 lebih dari 250 ribu bergabung dengan GoFood dan berdasarkan riset Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia mencatat 94% mitra baru Gofood merupakan pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM).

Peningkatan konsumsi rumah tangga dan menjamurnya usaha online UMKM ini di satu sisi sangat diharapkan dikarenakan jadi tumpuan bagi pemulihan ekonomi nasional. 

Data Badan Pusat Statistik pada triwulan II 2020 menunjukkan konsumsi rumah tangga memegang porsi 57,85% dari PDB, artinya konsumsi rumah tangga menjadi komponen yang penting untuk mendongkrak performa ekonomi nasional yang mengalami resesi di tahun ini.

Namun, di tengah pentingnya menjaga konsumsi rumah tangga bagi perekonomian nasional, ada hal yang lain soal dampak lingkungan yang perlu diperhitungkan dari peralihan pola konsumsi dari offline ke online. 

Meningkatnya pola konsumsi secara online secara tidak langsung akan meningkatkan potensi sampah plastik sekali pakai, baik dari proses pengemasan makanannya menggunakan produk plastik, temasuk pula sendok, garpu, gelas yang sebagian besar berbahan plastik.

Gelombang Baru Polusi Plastik

Pandemi membawa gelombang baru polusi plastik bila tidak ditangani secara serius dan sistemik. Dari sisi konsumen, salah satu alasan dari masifnya penggunaan kemasan plastik sekali pakai saat pandemi adalah alasan higienitas. Di tengah kekhawatiran terhadap Covid-19, menjaga kesehatan diri untuk tetap higienis menjadi prioritas.

Dari aspek kesehatan dan medis, virus Covid-19 memiliki karakter cross contamination atau cross silang yang artinya penyebaran virus bisa terjadi dari benda-ke benda secara tidak sengaja, yang kemudian berpindah lagi dari ke seseorang ketika terjadi kontak fisik. Karena itu, penggunaan kemasan sekali plastik sekali pakai (langsung dibuang) menjadi perlu dan dibutuhkan di masa pandemi.

Bahkan, di beberapa negara bagian di Amerika sudah mulai menunda pelarangan plastik sekali pakai untuk mengerem laju pandemi. Maine menunda sampai tahun depan, sementara New Hampshire mengeluarkan peraturan agar semua gerai ritel kembali menggunakan plastik sekali pakai untuk mencegah penyebaran virus.

Dari sisi pelaku usaha, alasan penggunaan kemasan plastik tentu karena aspek ekonomis. Selain praktis dan mudah didapatkan, harga kemasan plastik relatif murah. Penggunaan produk plastik dapat menekan biaya produksi karena di satu sisi harus beradaptasi pada naik turunnya harga pangan.

Di sisi lain, alternatif produk dan kemasan yang ramah lingkungan juga belum populer digunakan hingga kini. Plastik masih menjadi satu-satunya produk yang murah dan relatif kuat untuk digunakan dalam keseharian. Pemerintah memang mulai mewacanakan penerapan cukai pada kantong plastik. 

Harapannya dari kebijakan cukai plastik dapat mengendalikan penggunaan plastik sekali pakai. Namun dengan merebaknya virus Covid-19, nampaknya kebijakan ini ditunda karena akan mempengaruhi dan menambah beban bagi dunia usaha.

Eco-Compact Packaging sebagai Jalan Tengah

Karena itu, jalan tengah upaya menjaga pertumbuhan ekonomi melalui konsumsi dan insentif bagi pengusaha UMKM dengan tetap memperhatikan dampak lingkungan yang dihasilkan perlu dihadirkan. Menurut hemat penulis, upaya sederhana yang dapat menjembatani keduanya dapat dilakukan dengan penerapan Eco-Compact Packaging.

Eco-Compact Packaging adalah sebuah cara pengemasan produk atau makanan yang ringkas dengan tetap memperhatikan soal ekonomis dan ekologis. 

Cara ini merupakan pengembangan kemasan eco friendly yang pada proses produksinya, distribusi, pengunaan atau pemanfaatan, faktor reuse/recycle atau penggunaan kembali, hingga sifatnya ketika sudah menjadi sampah semuanya haruslah bersifat ramah lingkungan. 

Jika kemasan eco friendly bertumpu dan fokus pada produk ramah lingkungan, sedangkan pengembangan Eco-Compact Packaging diarahkan pada pengemasan produk yang ringkas dan ekonomis.

Sebenarnya, praktik Eco-Compact Packaging bukanlah hal yang baru. Ini kerap kita lihat dalam proses pengemasan nasi bungkus di Warung Makan Padang. 

Mungkin terlihat sepele, tapi bila dilihat seksama, dalam proses pengemasan, bahan pembungkus nasi padang sangat ramah lingkungan karena menggunakan daun pisang dan kertas nasi yang mudah terurai. 

Di samping itu, dalam proses pengemasan nasi padang, semua elemen baik dari nasi, sayur, lauk dan sambal digabung menjadi satu. Dengan proses pengemasan ini, selain menjadi ringkas, potensi sampah yang dihasilkan bisa diminimalisir.

Bagi pelaku usaha, menerapkan Eco-Compact Packaging tentu akan menekan ongkos produksi dengan pengurangan biaya tambahan untuk pembungkus makanan.

Lalu muncul pertanyaan, apakah Eco-Compact Packaging bisa diaplikasikan pada semua produk makanan? Jawabannya tentu saja bisa, tapi mungkin ini hal yang tidak biasa. 

Semisal contoh, bila biasanya kita memesan bakso di sebuah merchant via online, kita bisa pesan kepadanya untuk mengemas pesanan dalam satu kemasan saja, tidak dipisah antara mie, kuah bakso, dan kondimen lain. Dengan sederhana ini, potensi sampah plastik bisa diminimalisir.

Integrasi Eco-Compact Packaging pada Aplikasi

Inisiatif kepedulian perusahaan pesan-antar makanan seperti Gojek terhadap lingkungan sebenarnya sudah dilakukan melalui program #GoGreen, sebuah inisiatif yang ramah lingkungan dengan tiga program utama, yaitu: fitur pilihan alat makan sekali pakai, di mana alat makan sekali pakai tidak disertakan dalam pemesanan makanan; lalu penggunaan paper bag untuk mitra usaha menggantikan kantong plastik; dan edukasi penggunaan tas guna ulang bagi mitra driver. Ketiga langkah tentu saja perlu diapresiasi dengan baik karena dapat membantu meminimalisir potensi sampah.

Dan untuk membuat inisiatif ini lebih holistik, Eco-Compact Packaging bisa menjadi tambahan fitur yang penting dalam aplikasi pesan-antar makanan. 

Dengan menambahkan fitur ini pada aplikasi sebelum masuk halaman checkout, pemesan dapat memesan makanan kepada merchant untuk mengemas makan dalam satu kemasan, sehingga lebih ringkas, dan ini secara tidak langsung menjadi bagian dari wujud tanggung jawab kepedulian terhadap lingkungan untuk dapat meminimalisir potensi timbulan sampah plastik yang semakin parah.

Riuh soal "sendok plastik" di media sosial setidaknya bisa menjadi trigger untuk membangun kesadaran mengelola sampah dari dari sendiri dari hal yang kecil. Produsen menjadi pihak yang berkepentingan untuk mengurangi potensi sampah dalam proses pengemasan, begitu pula jasa pesan antar. 

Eco-Compact Packaging setidaknya menjadi solusi dari dua hal yang selama ini kerap dibenturkan, yaitu soal ekonomi dan ekologi, padahal sejatinya keduanya berasal dari akar kata yang sama, yaitu oikos (oikos nomos dan oikos logos), yang berarti rumah atau rumah tangga. Tempat di mana kesepahaman sejatinya bermula. 

*Penggerak Gerakan BangSaku, Warga Balikpapan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun