Mohon tunggu...
sede
sede Mohon Tunggu... karyawan swasta -

i am se de :)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Pangeran Kesiangan vs Bocah-bocah Kegirangan

13 April 2016   15:54 Diperbarui: 13 April 2016   16:04 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="copyright by bowobagus'p"][/caption]Pangeran kesiangan vs bocah-bocah kegirangan

.

.

.

“Dengen ini diputusken bahwa ra...”

“Intrupsi, intrupsiiiiiiiii!”

“Diam woi! Pak ketua lagi mo ngetok palu!”

“Pokoknya intrupsiiiiiiiii!”

Uasyem! Geram PK melihat omongannya tak digubris, padahal dua microphone sudah digenggamnya erat supaya tidak direbut anak-anak lainnya, maklum... dah jadi kebiasaan umum bahwa yang cepatlah yang akan dapat. Satu buah mic ibaratnya satu baris bangku penuh pendukung yang diharapkan bisa meloloskan egonya untuk marah dan protes, tes, tes ,tes.

“Intrupsi pak, instrupsiii...”

Kanan kiri pada adem kayak kuburan yak? PK kaget setngah mati, karena sobat kanan kirinya telah sedang main game putri tidur, kenapa aku jadi yang paling heboh ya? Uasyem! Mendadak ia terkena penyakit keder. Keringat dinginnya mulai muncul satu persatu tanpa malu-malu berbarengan dengan indera pencecap yang mulai limbung salah tingkah, senyum, marah, kecut, atau apa ya?”

“Iya, silakan yang mo intrupsi”

Ngingggg... bunyi feedback microphone menambah PK salah tingkah, bajunya pun mulai basah. Jas atau tuxedo sudah mirip dengan mantol hujan, kusut dan kelam. Mendadak tangannya gemetar, rasanya tak kuat mengangkat mic bila hanya satu tangan, tapi kalau dua tangan... gimana bisa pegangan? Nanti jatuh?

“Cek cek, tes, tes, masnya yang mo interupsi.. mic-nya ndak rusak tho?”

“Silakan loh, katanya mau interupsi?”

“Ti ti tidak yang mulia, ndak jadi interupsi ajah..”

“Weh? Ayo jangan malu-malu”

“Ndak jadi ndak jadi”

“Woi! Cepat atau kupakai pasal perilaku tidak menyenangkan dalam sidang!”

“Ti ti tidak yang mulia, ndak jadi interupsi ajah..”

BRAKKK...

“Dasar mencla mencle!”

“Sssttt...”

“Apa kau?”

“Sssttt...”

“Apa?”

“Sssttt... Sudah, sudah, yuk istirahat dulu. Sekarang pending dulu, sudah waktunya makan dan minum obat, ya? Ya PK? Yang Mulia?”

“Makan? Horeee horeeee....”

Hehmmm lega rasa hati beta. Dua pasien ku akhirnya tak jadi berantem seperti biasanya. Satu pake palu kayu, satu umbar omongan keras bak preman pasar tanah ijo. Hemmhh... untung.. untungg...

.

.

.

X, April 2016

53d3

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun