Mohon tunggu...
Sedardjuningsih
Sedardjuningsih Mohon Tunggu... PNS -

Seorang yang tertarik mempelajari tentang Ketauhidan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ketika HP Hilang

1 September 2015   08:18 Diperbarui: 1 September 2015   08:25 308
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Beberapa hari yang lalu, suami melakukan perjalanan ke daerah Semarang dan sekitarnya bersama rombongan. Saat itu saya tidak ikut pergi bersama suami, saya tinggal di rumah bersama anak-anak.

Ketika tiba di daerah Batang, suami menelepon dan mengabarkan bahwa HP nya telah hilang, mungkin tertinggal di suatu Rumah Makan pada saat rombongan rehat dan makan malam.

Hal pertama yang saya lakukan adalah mengikhlaskan hilangnya HP tersebut, meskipun saya juga belum punya dana untuk membeli HP baru bila memang HP tersebut harus hilang.

Selanjutnya saya mengabarkan hal tersebut dalam group “Family”, yaitu group Whatsup yang kami pakai untuk berkomunikasi jarak jauh bersama keluarga inti (saya, suami dan anak-anak).

Mengetahui kabar tersebut, anak saya no 2 yang memang hobby IT segera melakukan tindakan-tindakan penyelamatan HP papanya, yaitu dengan mencari lokasi keberadaan HP, mengunci, dan meninggalkan pesan agar menghubungi dia serta menderingkan HP tersebut beberapa kali agar menarik perhatian sang penemu HP. Setelah itu kami menunggu apa yang terjadi. Keesokan harinya, anak saya dihubungi pemilik Rumah Makan yang telah disinggahi suami saya dan menginformasikan bahwa HP tersebut bisa diambil di kasir Rumah Makan.

Ketika urusan suami saya telah selesai, akhirnya suami saya menjemput kembali HP nya yang sempat tertinggal di suatu Rumah Makan nun jauh dari rumah kami. Alhamdulillah HP suami akhirnya dapat kembali.

Kejadian ini adalah salah satu bentuk yang mungkin bisa menimpa siapa saja, saya, anda ataupun orang-orang yang anda sayangi. Bagi orang yang memiliki kemapaman ekonomi mungkin hal itu bukan masalah besar, tetapi bagi orang-orang yang memiliki kemampuan financial yang pas-pasan tentu ini merupakan masalah besar.

Pertanyaannya adalah : Ketika kita dihadapkan pada suatu masalah seperti itu, apa reaksi pertama kita? Ini menjadi sangat penting dan akan menjadi awal dari tindakan-tindakan kita selanjutnya. Seiring dengan pemahaman yang semakin bertambah bahwa semua yang kita miliki adalah milik Allah, Tuhan YME, bukan milik kita maka biasanya penyikapan terhadap kehilangan benda-benda akan bergeser menjadi lebih baik.

HP sudah hilang. Kejadian sudah terjadi. Manusia memang seringkali lupa. Lalu apakah perlu kita marah-marah? Tentu tidak perlu kawan, toh kemarahan itu tidak akan mengembalikan HP tersebut, bahkan marah-marah hanya mengotori hati kita saja. Sudah jatuh, tertimpa tangga, sudah HP hilang, hati ternoda, ini namanya rugi dua kali.

Kalau memang harus hilang ya ikhlaskan saja kehilangan tersebut, toh kalau belum saatnya hilang, entah bagaimana caranya, barang itu bisa kembali lagi kepada kita.

Bagian tersulit adalah belajar mengikhlaskan barang kita lepas dari diri kita. Karena memang masih banyak orang yang merasa bahwa barang yang dimilikinya adalah benar-benar miliknya, bukan titipan Tuhan. Maka ketika kita memiliki “rasa memiliki” itulah akan terasa sakitnya ketika barang tersebut diambil dari diri kita.

Dalam konteks yang lebih luas, kemelekatan kita terhadap sesuatu akan berbanding lurus dengan rasa sakit yang kita rasakan ketika kita harus berpisah dengan apapun/siapapun itu.

Jika demikian adanya, mengapa masih mau melekatkan sesuatu pada diri kita???

 

Jakarta, 31 Agustus 2015

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun