Saya menulis ini, juga setelah membaca artikel tentang resiliensi yang dipublis oleh jurnal online UGM (saya sertakan link: http://www.ugm.ac.id/index.php?page=rilis&artikel=5131 ) Di satu sisi, saya melihat Opay sudah resiliensi terhadap hidupnya. Resiliensi yang diartikan sebagai kemampuan untuk beradaptasi dan teguh di dalam situasi sulit justru membuat Opay tak jera dengan penjara. “Ah, paling seperti itu juga rasanya.” Si Opay bahkan menemukan celah untuk bisa bertahan hidup di penjara. Dengan bekal stikma residivis, Opay bisa memalak napi “kijang baru” yang masih hijau di penjara tahanan polisi atau di lapas. Bahkan lebih dahsyat lagi, ia bisa menjadi penguasa blok atau bahkan penguasa penjara. Dengan itu penjara akan menjadi tempat nyaman buat dirinya. Bahkan ia bisa bilang “di rutan lebih gampang nyabu daripada di lapas” Temuan yang masih perlu dibuktikan sih.
Dengan kondisi tersebut, pantaslah ia kemudian bolak-balik masuk penjara. Meski di pertemuan kemarin, ia menyatakan tidak ingin masuk lagi. Sama di pertemuan sebelumnya. Makanya, kemudian saya menyarankan ia untuk “balik kandang.” Siapa tahu itu bisa menjadi cara, karena memang saya belum menemukan cara apa yang bisa membuat ia benar-benar JERA.
Oh ya, kemarin saat Opay mampir ke rumah saya, ia mengajak teman seperkaranya yang rekor masuk penjaranya tak kalah sama Opay. Tujuh kali. Sama seperti Opay, Rama, sebut saja namanya. Masuk penjara dari umur 15 tahun.
Nah...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H