Mohon tunggu...
Sebastian Adityo Prabowo
Sebastian Adityo Prabowo Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

a student with traveling and hospitality concerns

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Program Studi Pariwisata, Mengapa Tidak?

4 Februari 2014   09:59 Diperbarui: 8 Oktober 2016   01:42 2433
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Semua orang tentunya punya cita-cita. Kalau ditanya soal mimpi mau jadi apa, tentunya kita mesti punya cita-cita masa kecil kita, bukan? Ingin jadi pilot, dokter, guru, pengusaha besar, atau mungkin presiden... Saya yakin banyak opsi dan angan-angan kita saat masih piyik dulu. Sekolah tentunya menjadi salah satu sarana dan jenjang untuk mencapai mimpi kita. Kini cukup banyak sekolah pada umumnya yang menggelar acara pagelaran pendidikan (education fair / edufair) dan, salah satu "gerbang" terkadang terbuka lewat diadakannya acara ini. Contohnya, saya sendiri.

Mengingat kembali pengalaman saya di penghujung tahun 2008, di mana saya masih duduk di kelas XII di sebuah sekolah swasta Katolik, satu dari yang terbaik yang ada di Jalan Merdeka, Bandung, berseberangan persis dengan Balai Kota; diadakanlah pagelaran pendidikan tahunan / annual edufair, dengan menyulap ruang-ruang kelas menjadi stand-stand dari banyak institusi perguruan tinggi, sedikit di antaranya adalah perguruan tinggi negeri. Kemudian dari murid-murid, kebanyakan dari mereka memilih perguruan tinggi di Bandung, sisanya banyak tersebar di perguruan tinggi lainnya di Jakarta, Depok, dan segelintir siswa melanjutkan ke luar negeri.

Banyak yang mengambil jurusan seperti manajemen, akuntansi, teknik informasi, dan masih banyak lagi.  Pilihan dari tiap individu tentunya adalah yang terbaik bagi mereka masing-masing. Nah, saya adalah satu di antara sekian ratus siswa yang memilih program dan jurusan yang lain daripada murid kebanyakan: program pariwisata, jurusan perhotelan. Oh, yang saya ingat dari satu angkatan saya ketika SMA, setidaknya yang mengambil bidang pariwisata dan perhotelan seperti saya dapat dihitung dengan jari tangan.

Some reasonswhy I choose hospitality & tourism program for my higher education:

Semua orang perlu makan, dan dari kecil suka ngoprek dapur.

Walau kini saya merasa passion kerja saya bukan di dapur, namun tidak dapat dipungkiri dulu saya suka dimarahi orang tua karena suka bereksperimen dengan bahan-bahan makanan dan juga bumbu-bumbu dapur. Satu kebanggaan saya sebagai orang Indonesia yaitu keragaman bumbu dan rempah yang dimiliki bangsa ini, yang karakteristiknya unik dan tidak dengan mudah dijumpai di negara lain. Juga dapat masukan dari teman-teman yang bilang: “Dit, itu ada kuliah perhotelan tuh, kayaknya seru dan pas banget buat lo deh”, dan semakin mantaplah niat saya untuk pilih jurusan perhotelan. Kalau sudah suka, saya akan telusuri lebih jauh, apapun hal itu terbawa dalam pelajaran, perkuliahan, dan informasi sehari-hari. Di rumah pun sampai sekarang masih suka olah makanan yang simpel, terkadang juga sesuai request dari adik atau orangtua tersayang :) atau kembali lagi dengan eksperimen yang tanpa resep, tiba-tiba jadi makanan yang menurut saya...enak juga.

Kebanyakan orang suka traveling, dan saya satu di antaranya.

Bisa dibilang orang rumah yang kurang suka traveling yaitu ayah saya, karena bagi beliau istirahat di rumah dan bersama keluarga adalah hal yang sederhana untuk menikmati hari dan merasakan kebahagiaan... Pendapat orang selalu saya hargai. Dan harus banyak duit kah buat jalan-jalan, hmm..saya rasa nggak juga ya. Banyak sekali belakangan ini traveler yang jalan-jalan backpacking dan low cost budget. Tapi ya kalau bisa terbang naik premium airlines dan menginap di hotel berbintang 4 ke atas, ya bersyukur sekali. Dengan memilih program perhotelan ini, peluang saya terbuka untuk kembali berjalan-jalan, walaupun bukan sebagai motif utama saya saat training, namun boleh dibilang ‘sambil menyelam minum air’.

Pengalaman saya dalam berkuliah adalah mendapat 2 semester on job training / internship (istilahnya magang di industri pariwisata; bisa di hotel, restoran, kafe, dan sebagainya), dan saya bersyukur sekali mendapat kesempatan 6 bulan pertama di satu hotel bintang 4 di Kuala Lumpur, Malaysia dan 6 bulan berikutnya berlanjut di sebuah resort di Nusa Dua, Bali. Semuanya itu bisa dibilang sebagai “part of God’s plan”, karena saya tidak pernah terpikir sama sekali bahwa saya akan tinggal 1 tahun lagi dari orang tua (lebih jauh dari Bandung malah, hahaha) saat saya berkuliah. Saya yakin kisah saya berbeda jika saya berhasil mengambil jurusan ilmu komunikasi di universitas termasyhur se-Indonesia yang sebenarnya tidak terlalu jauh dari rumah saya. Tuhan mengizinkan saya untuk melihat di kehidupan nyata, bagaimana orang-orang melakukan perjalanan wisata. Kuala Lumpur adalah satu kota “melting pot” di Asia Tenggara, menjadikan bangsa Cina, India, Melayu, dan banyak lagi lainnya, teraduk dalam suasana ibukota negara berslogan “Truly Asia” ini. Kemudian pengalaman hidup di Bali sebagai satu pulau dan obyek wisata terpopuler dan terfavorit di Indonesia dan di dunia.

Saya suka mempelajari sesuatu yang baru, salah satunya belajar bahasa asing.

Ini adalah bagian penjelasan dari alasan saya yang aneh ya? Bagaimana mungkin suka belajar bahasa asing tapi kok masuk sekolah pariwisata. Justru itu, inilah tantangannya. Pariwisata menyerap banyak sekali wisatawan lokal dan asing, dan agaknya kita boleh mendapat nilai tambah jika dapat membagikan informasi tentang pariwisata negara kita kepada wisatawan mancanegara berikut dengan bahasa yang bersangkutan. Bahasa Inggris belum cukup, saat saya senang bercakap-cakap tentang kegiatan hotel dalam bahasa Perancis, boleh sedikit ngobrol dengan orang Jerman, dan juga bisa sedikit menangkap obrolan bahasa Mandarin. Saya senang bisa menyerap beberapa bahasa asing karena bagi saya penguasaan bahasa asing pada nantinya akan sangat dihargai, terutama di Indonesia yang menghadapi AFTA (ASEAN Free Trade Area) dan juga nantinya suatu saat menjadi pusat pariwisata di Asia Tenggara dan di dunia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun