Mohon tunggu...
Sebastian Satriadi
Sebastian Satriadi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Kristen Satya Wacana

Bekerja sekeras mungkin sampai tetangga anda bilang anda menggunakan tuyul

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Sudah 85 Tahun tetapi Masih Bekerja Setiap Hari!

12 Oktober 2022   22:09 Diperbarui: 12 Oktober 2022   22:17 712
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mbah Sugeng anak terkahir dari Mbah Gito yang sudah sering membantu sejak Mbah Sugeng kelas 3 SD tidak hanya membantu berjualan. Ia pernah merantau ke Jakarta untuk bekerja. Ia bekerja sebagai tukang bangunan. Namun kerasnya ibukota membuat Mbah Sugeng pulang ke Salatiga.

Bagaimana tidak, Mbah Sugeng dengan penghasilannya yang hanya 300 ribu sebulan harus membayar harga kos-kosan sebesar 60ribu. Mbah Sugeng juga berkata ia hanya makan 1 kali dalam sehari. Akhirnya Mbah Sugeng pulang ke Salatiga tahun 1999 dan kembali membantu Mbah Gito berjualan.

Pada tahun 1999 bukanlah tahun yang baik untuk keluarga Mbah Gito. Suami Mbah Gito meninggal setelah dibawa ke Rumah Sakit di daerah Semarang. Suami Mbah Gito meninggal karena penyakit asma. Namun hal ini tidak membuat Mbah Gito berhenti berjualan dan patah semangat. Ia tetap semnangat untuk berjualan dan mencari nafkah.

Mbah Gito memiliki 5 anak. Anak pertama tinggal di Bangsari, Temanggung. Anak kedua tinggal dengan anaknya di Tanggerang. Anak ketiga masih di Salatiga, tepatnya di Tegalrejo. 

Anak keempat berada di Bandung dan berprofesi di Salatiga, Mbah Gito sangat bersyukur bisa mengkuliahkan anaknya dan sekarang bisa menjadi pendeta. Lalu yang terakhir, anak kelima yaitu Mbah Sugeng tinggal Bersama Mbah Gito.

Cucu-cucu mbah Gito pun terdapat banyak. Bahkan cucu-cucu dari Mbah Gito sudah ada yang menikah. Bahkan Mbah Gito pun sudah memiliki beberapa buyut, Mbah Gito juga bercerita kalau buyutnya yang masih duduk di kelas 5 SD seringkali mengikuti dan memenangi kejuaraan taekwondo, di Solo dan beberapa tempat lainnya.

Ketika saya bertanya kenapa Mbah Gito masih bekerja, ia menjawab bahwa jika dirumah saja, ia bosan hanya duduk di teras rumah. Mbah Gito juga berkata kalau "sudah diberi kaki, Kesehatan dan kekuatan kok. Besok juga jalan santai bersama gereja, mengelilingi salatiga, Mbah ya ikut sudah di daftar ke, anak saya gaikut."

Mbah Gito juga selalu menunjukan rasa bersyukurnya kepada Tuhan. Seringkali ketika saya bertanya, ia selaku berkata "Puji Tuhan masih diberi kesehatan dan kekuatan, masih diberi kaki ya saya pergunakan dengan baik" Jawaban Mbah Gito ini membuat saya malu. 

Banyak anak muda dilluar sana yang masih bergantung kepada orang tua dan malas bekerja. Sifat-sifat dari Mbah Gito ini patut kita contoh dan kita apresiasi.

Kisah Mbah Gito sekeluarga dan Warung Tumpangnya tentu sangatlah inspiratif. Tidak  hanya mengingatkan kita untuk selalu bersyukur pada Sang Pencipta. 

Mbah Gito juga memacu kita agar terus bekerja keras. Sebagai para muda-mudi, tentulah kita patut mengapresiasi dan menjadikan Mbah Gito sebagai salah satu tauladan dalam berkegiatan. Sekian kisah dari Mbah Gito, mohon maaf bila ada salah kata, terimakasih banyak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun