Mohon tunggu...
Sebastian Edward De Millenio
Sebastian Edward De Millenio Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Son of God, but still Searchig God

Selanjutnya

Tutup

Beauty

Sepatu Dr. Martens dan Citra Diri Penggunanya

4 Juni 2022   02:40 Diperbarui: 4 Juni 2022   02:52 5676
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sepatu boot Doctor Martens atau yang kerap disingkat dengan Doc Mart identitik melekat  dengan anak muda trendy, fashionable dan funky abis. Kerap kali ditemui baik pria dan wanita yang mengenakan sepatu Doc Mart di coffee shop,  pusat perbelanjaan maupun di tempat ibadah. Stigmasisasi citra diri pada pengguna sepatu Doc Mart begitu kental.

Namun apakah anggapan di atas tepat? sayang sekali jika ditarik pada asal usul sejarahnya anggapan tersebut sedikit kurang tepat. Pasalnya sepatu boot Doc Mart memang dirancang bagi orang dewasa yang memerlukan sepatu yang nyaman dan aman setelah mengalami cedera.

Sepatu Doc Mart lahir di tangan Doctor Klaus Martens pada tahun 1947, beliau merupakan dokter tentara asal Jerman.  Awal mulanya Klaus Martens mengalami cedera kaki setelah bermain ski, sehingga beliau tidak lagi bisa mengenakan sepatu tentara miliknya. Berangkat dari situlah akhirnya Doctor Klaus Martens bersama dengan rekan dokternya  menciptakan sepatu boot dengan air cushion guna memberikan kenyamanan pada penggunanya.

Setelah masa Perang Dunia II berlalu di Jerman, sepatu Doc Mart justru mendapatkan tempat yang spesial di mata kaki perempuan paruh bayu, pekerja pabrik dan bahkan tukang pos. Pada saat itu, Doc Mart berhasil menyandang gelar sebagai sepatu ternyaman di seluruh pelosok Jerman dari mulut ke mulut.

Kabar tentang sepatu tersebut terdengar hingga ke telinga Benjamin Griggs dan Septimus Jones, beliau berdua merupakan pendiri Griggs, merk sepatu boots terkenal asal Inggris. Akhirnya mereka memutuskan untuk berkolaborasi dengan mengkawinkan antara metode pembuatan Doctor Martens dan desain identitik Griggs yang kemudian diberi nama 1460 (angka tanggal produksi sepatu)  dan sepakat melabeli diri dengan nama Dr. Martens.

Dr. Martens yang pada awal mulanya identik dengan kelas pekerja, mulai bergeser menjadi citra dari perlawanan kaum muda di Inggris pada tahun 1960-an. Hal tersebut diawali dengan maraknya anak muda subkultur yang melabeli dirinya Skinhead ingin berpenampilan bak kelas pekerja dan bangga akan hal tersebut. Maka dikenakanlah sepatu Dr. Marterns sebagai atribut dalam melengkapi identitasnya sebagai bagian dari subkultur Skinhead yang identik dengan perlawanan (Bargeson, Valeri, 2018).

pinterest.com/Adriannd Daru: https://pin.it/4j4CCMU
pinterest.com/Adriannd Daru: https://pin.it/4j4CCMU

Global Vice President Dr. Martens, Darren Campbell memberikan pernyataan kepada Quartz pada 17 Desember 2017 (Bain, 2017) bahwa Doc Mart makin besar dan bisa melintas antar generasi sebab mendapatkan berbagai dukungan dari berbagai massa.

 "Ada konsumer yang memakai DM karena mereka anggota subkultur tertentu. Ini terjadi pada 1960-an dan 1970-an di kalangan anak punk. Pada 1980-an DM dikenakan kalangan anak-anak penggemar skuter (scooter boys). Pada 1990-an penganut dan penikmat musik Grunge dan Britpop memilih Doc Mart" 

Ucap Darren Campbell pada sesi wawancara dengan Quartz.

dok: www.lepoint.fr (https://www.google.co.id/amp/s/amp.lepoint.fr/2166238)
dok: www.lepoint.fr (https://www.google.co.id/amp/s/amp.lepoint.fr/2166238)

Kepopuleran Doc Mart tidak hanya berhenti pada kalangan pecinta musik saja, namun mulai merambah dalam dunia fashion, tepatnya pada saat tahun 2000an Dr. Martens memutuskan berkolaborasi dengan fashion designer ternama, seperti; Commes des Garcons dan Yohji Yamamoto.

Maka dari itu stigma trendy, fashionable, dan funky kuat melekat pada pengguna sepatu Dr. Martens. Tanpa disadari atau tidak, sengaja atau tidak sepatu tersebut membentuk citra diri penggunanya melalui proses pembentukan sosial yang melewati sejarah panjang seperti cerita di atas.

Jika dipandang melalui konsep habitus yang dicetuskan oleh Bourdieu, fenomena citra diri yang ditampilkan oleh pengguna sepatu Dr. Martens berhasil terbentuk melalui proses struktur sosial yang berhasil diinternalisasikan sebagai sebuah wujud sepatu. Perjalan pengguna dari berbagai kelas Dr. Martens dari awal dibentuk hingga saat ini memberikan cerminan diri pada penggunanya, hal tersebut dipahami secara kolektif yang telah melalui histroris yang sangat panjang (Bourdieu, 1977).

Lalu bagaimana struktur atau pembentukan sosial mengenai citra diri pengguna Dr. Martens itu dapat terbentuk? Konsep ranah Bourdieu akan menjawab hal tersebut.

Ranah dapat diartikan sebagai ruang yang memiliki struktur dengan azas fungsinya masing-masing, dengan hubungan antar relasi kekuasaan (Bourdieu, 1977). 

Agen-agen yang terlibat dalam pemasaran Dr. Martens memiliki kuasa simbolik yang erat kaitanya dengan habitus untuk membentuk persepsi dan apresiasi pada produk yang telah mereka produksi. Hal ini tampak dengan bagaimana mereka dapat mencapai pasar pada kalangan subkultural tertentu, baik kalangan pecinta musik hingga merambah pada dunia fashion.

Agen yang telah disebutkan diatas dapat menjadi modal sosial menurut pemikiran Bourdieu. Modal tersebut dimanifestasikan melalui jalinan hubungan dan jaringan yang nantinya akan memiliki kekuatan untuk menentukan reproduksi kedudukan sosial bagi para pengguna Dr. Martens.

Lagi dan lagi derap langkah sepatu Dr. Martens memiliki kekuatan aura tersendiri bagi siapa saja yang mendengar dan melihatnya. Namun jangan lupa, tentu saja kekuatan citra diri tersebut didapatkan melalui proses pembentukan sosial yang telah melalui histroris cukup panjang.

Sumber:

Borgeson, K., & Valeri, R. M. (2017). Skinhead history, identity, and culture. Routledge.

Bourdieu, Pierre Bourdieu. (1977). Outline of Theory of Practise, London,
Cambridge University Press.

https://qz.com/quartzy/1128526/the-remarkably-enduring-cool-of-the-doc-martens-boot/ 

https://amp.tirto.id/sepatu-doc-mart-dipopulerkan-skinhead-berakhir-di-wali-kota-risma-dkvx

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Beauty Selengkapnya
Lihat Beauty Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun