Mohon tunggu...
Sebastian Edward De Millenio
Sebastian Edward De Millenio Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Son of God, but still Searchig God

Selanjutnya

Tutup

Music

Sejarah Perkembangan Jogja Every Core, Penyumbang Nafas Musik Underground Yogyakarta

20 Mei 2022   16:14 Diperbarui: 20 Mei 2022   16:36 964
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jogja Every Core atau yang akrab di telinga masyarakat sebagai JEC  merupakan komunitas yang menaungi penggiat dan penggemar musik dalam lingkaran skena underground yang berbasis di Kota Yogyakarta. 

Komunitas JEC lahir pada bulan Juli tahun 2013 bersamaan dengan acara pertamanya di Taman Budaya Yogyakarta yang pada saat itu dipelopori oleh Sulitiyo, hingga artikel ini ditulis JEC telah melebarkan sayapnya hampir 9 tahun lamanya. Tidak heran jika pada skena musik underground Yogyakarta, komunitas JEC memiliki nama yang bukan hanya sekedar menjadi pandangan sebelah mata.

Nama Jogja Every Core dengan 28 anggotanya tidak begitu saja berdiri tegap di tengah arus perkembangan skena musik di Yogyakarta. Lika dan liku kerap kali dihadapi oleh JEC dalam usahanya memberikan nafas skena musik underground.

 Bagas Putra Permana alias Bugis  selaku ketua JEC berbagi cerita mengenai  salah satu pengalaman JEC yang cukup berkesan, pada saat ia menyelenggarakan gigs pada tahun 2015 terdapat seorang warga yang memberikan lemparan ember cinta  berisikan air kepada para panitia JEC karena dianggap menganggu lingkungan sekitar dan musik yang terlalu keras, namun syukurnya acara tetap berlangsung sampai musik berhenti meraungkan melodinya.

Secuplik cerita pengalaman Jogja Every Core di atas memberikan gambaran bahwa skena musik underground kerap kali masih sulit untuk diterima oleh semua kalangan masyarakat. Jika dikupas melalui metode Tree Diagram atau pohon masalah oleh Silverman (1994) maka dapat dilakukan analisis terhadap masalah, sebab dan akibat yang terdapat di dalam komunitas JEC. 

Terdapat sebuah permasalah utama dalam komunitas JEC yaitu aliran musik underground masih susah diterima oleh masyarakat luas. 

Telah kami analisis bahwa permasalah utama tersebut muncul oleh karena beberapa faktor yang disebabkan oleh musik underground mendapatkan stigma yang negatif dan cenderung dihindari, lantunan musik yang cukup keras dan beat yang cepat kerap kali tidak familiar di telinga masyarakat secara luas dan juga lingkungan skena musik underground belum mendapatkan cukup ruang dibandingkan dengan skena musik populer lainnya di Yogyakarta. 

Hal tersebut berdampak kepada promosi band dalam lingkaran  musik underground yang terdapat di JEC hanya mendapatkan target pada pendengar musik underground saja dan anggota JEC tidak dapat menjadikan satu-satunya sumber mata pencaharian melalui karyanya.

jogjaeverycore/instagram
jogjaeverycore/instagram

Alunan musik dalam nadi Jogja Every Core tidak berhenti begitu saja dengan adanya rintangan tersebut, justru JEC hadir untuk menyumbangkan nafas pada skena musik underground agar tetap berdetak dan mendengungkan musik maupun karya para anggotanya. 

Hal ini diwujudukan oleh JEC melalui pemberdayaan band-band yang menjadi anggota dengan cara terus mengadakan gigs, coaching clinic dan juga melakukan promosi melalui media sosial Instagram pada akun @jogjaeverycore. Tidak hanya itu saja, namun JEC juga mengupayakan kerja sama dengan beberapa konveksi seperti; Rero Limited, Secret, Vampire Kingdom guna mendapatkan dukungan finansial untkuk pengembangan dan pembangunan dalam JEC.

Jangan biarkan Jogja Every Core berjuang sendirian, alunan derap langlah kaki dan euforia teriakan penonton tetap kita yang menentukan. Hargai setiap karya dan terus perpanjang nafas skena musik underground. Kumandangkan lagu-lagu dengan lantang dan jangan ragu untuk berteriak mengeskpresikan diri dalam keramaian gigs.

DAFTRAR PUSTAKA:

Silverman, Steven N. and Nori L. Silverman. 1994. Using Total Quality Tools for Marketing Research: A Qualitative Approach for Collecting Organizing, and Analyzing Verbal Response Data.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Music Selengkapnya
Lihat Music Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun