Mohon tunggu...
Dustin
Dustin Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar

profil utk tugas sekolah

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Atmosfer Perjuangan di Bawah Kekuasaan Otoritarianisme, Resensi Film Aum!

24 Maret 2024   21:01 Diperbarui: 26 Maret 2024   10:00 325
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tindakan represi dari rezim Orde Baru sudah terlalu lama berlangsung. Masyarakat kini sudah muak dan tak tahan lagi dibungkam. Bisikan pergerakan reformasi semakin marak disebarkan. Dalam situasi ini, para aktivis mulai bergerak untuk memperjuangkan suara rakyat kecil dengan membuat sebuah film anti-pemerintah.

Identitas Film

  • Sutradara: Bambang “Ipoenk” Kuntara Mukti
  • Produser: Damar Ardi & Suryo Wiyogo
  • Pemeran Utama: Jefri Nichol, Chicco Jerikho, Aksara Dena, Agnes Natasya Tjie
  • Penata Musik: Bigheldy
  • Sinematografer: Ujel Bausad
  • Penyunting: Fajar Kurniawan Effendy
  • Rumah Produksi: Lajar Tantjap Film
  • Tanggal Rilis: 30 September 2021
  • Durasi: 85 menit

Perjuangan dari dua perspektif

Alur film Aum! terbagi ke dalam dua bagian. Bagian pertama berjudul “Pertunjukkan”. Pada bagian ini, penonton mengikuti kisah seorang militer bernama Adam (Aksara Dena) yang diperintahkan untuk menangkap seorang mahasiswa bernama Satriya (Jefri Nichol). Afiliasinya dalam sekongkolan aktivis politik mengakibatkan nama Satriya tercatat dalam daftar hitam target penangkapan pemerintah. Namun, Adam memutuskan untuk membangkang perintah atasannya dan kabur bersama Satriya untuk bersembunyi karena Satriya adalah satu-satunya keluarga Adam. Pada akhirnya, Adam terinspirasi untuk bergabung dengan adiknya untuk menyuarakan hati rakyat kecil yang ditindas pemerintahan zaman itu melalui reformasi. 

Bagian kedua berjudul “Perjalanan”. Pada bagian ini, diungkapkan bahwa bagian pertama film hanyalah sebuah film kritik politik fiktif. Sudut pandang proses pembuatannya diperlihatkan pada bagian ini. Linda (Agnes Natasya Tjie) merupakan seorang produser filmnya, sedangkan Panca (Chicco Jerikho) adalah sutradaranya. Berbeda dengan bagian pertama yang penuh adegan aksi, bagian kedua ini menggambarkan proses produksi film dan konflik yang terjadi antar kru dengan suasana pembatasan kebebasan berekspresi di bawah pemerintah Orde Baru.

Represi dari rezim otoritarianisme

Aum! mengangkat latar latar tahun 1990-an, di mana saat itu merupakan masa maraknya bisikan reformasi dan berakhirnya Indonesia di bawah pimpinan rezim Orde Baru. Hal ini dapat didengarkan melalui potongan berita di radio mobil dalam salah satu adegan bagian pertama film. Kekuasaan politik Orde Baru yang bercorak otoriter setidaknya berakar dari lima sumber utama, yaitu; represi; kekuasaan material yang terkonsentrasi; wacana politik partikularistik; subordinasi bisnis terhadap negara; dan pengendalian birokrasi sipil dan militer (Farchan, 2022). Alur cerita Aum! secara khusus berfokus pada pilar represi dari rezim Orde Baru. 

Bagian pertama film berhasil menggambarkan suasana yang kerap ada di benak pikiran orang ketika mendengar perjuangan reformasi di bawah pemerintahan Orde Baru, yaitu rasa kecurigaan satu sama lain, aksi penculikan paksa, dan perjuangan diam-diam. Sejak awal naiknya Soeharto, pemerintah menjadi semakin vokal dan mengambil tindakan keras untuk menyingkirkan segala oposisi yang bisa menjadi berbahaya, secara khusus para aktivis yang mengkritik pemerintah. 

Sejumlah badan intelijen dibentuk untuk melakukan kontrol terhadap masyarakat. Ditambahkan lagi dengan lembaga khusus untuk melaksanakan penculikan, seperti Kopassus. Hal ini diperlihatkan pada bagian ini, di mana Satriya ditambahkan sebagai salah satu target pemerintah karena dianggap sebagai aktivis yang berbahaya. Adegan kejar-kejarannya cukup menegangkan dan penonton bisa ikut merasakan semangat serta kesulitan aktivis untuk memperjuangkan reformasi. Namun, tidak bisa dipungkiri bahwa beberapa adegan pada bagian ini terasa klise, terutama dari segi dialognya. Selain itu, gerakan dalam aktingnya juga agak berlebihan sehingga gerak-geriknya terasa seperti adegan dari sebuah kartun.

Bagian kedua film memberikan perspektif yang unik dari lingkungan masyarakat di era Orde Baru. Bagian ini memperlihatkan bagaimana suasana dan kondisi masyarakat pada periode tersebut. Sudah banyak film yang memperlihatkan adegan penuh aksi dan blak-blakan mengantagonis kan rezim Orde Baru, seperti bagian pertama film ini. Namun, bagian kedua ini memberikan sudut pandang yang lebih down to earth.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun