Fiqih merupakan cabang ilmu dalam Islam yang berfokus pada hukum dan aturan hidup umat Muslim. Fikih juga memiliki peran yang sangat penting dalam menjawab tantangan-tantangan sosial kontemporer. Dengan perkembangan yang sangat dinamis, umat Islam dihadapkan dengan berbagai isu sosial yang mungkin tidak secara langsung dibahas dalam teks-teks klasik fiqih. Hal ini menuntut adanya penyesuaian dan reinterpretasi agar fiqih tetap relevan dalam menjawab masalah sosial yang ada di era modern. Dalam konteks ini, fiqih tidak hanya sekadar menjelaskan hukum yang bersifat abadi, tetapi juga sebagai alat untuk merespons kebutuhan sosial, keadilan, dan kemaslahatan umat.Â
Fiqih sebagai produk intelektual yang terus berkembang seiring dengan perubahan zaman. Dalam menghadapi isu sosial kontemporer seperti teknologi, ekonomi digital, hak asasi manusia, gender, hingga lingkungan hidup, fiqih harus mampu beradaptasi. Misalnya, dalam masalah teknologi, seperti transaksi online atau penggunaan kecerdasan buatan, fiqih klasik belum memberikan penjelasan langsung. Oleh karena itu, ulama dan ahli fiqih perlu menggunakan prinsip-prinsip dasar fiqih, seperti ijtihad (penalaran hukum) dan maslahah (kemaslahatan), untuk memberikan solusi yang sesuai dengan perkembangan zaman. Dengan demikian, fiqih bukanlah hukum yang kaku, melainkan sebuah sistem hukum yang dapat diperbarui dan diinterpretasikan sesuai kebutuhan zaman. Sebagai contoh, dalam konteks transaksi online, fiqih bisa memanfaatkan prinsip-prinsip dasar mengenai jual beli (muamalah) yang diajarkan dalam Islam dan menerapkannya pada praktik transaksi digital yang kini semakin berkembang.
Kemudian salah satu isu sosial kontemporer yang sering menjadi perbincangan adalah kesetaraan gender, terutama di dunia kerja, pendidikan, dan politik. Banyak ulama yang berusaha untuk menggali lebih dalam konsep fiqih terkait dengan hak-hak perempuan. Meskipun dalam teks klasik terdapat ketentuan-ketentuan tertentu terkait dengan posisi perempuan dalam masyarakat, fiqih dapat dimaknai lebih fleksibel untuk mendorong kesetaraan dalam kerangka Islam. Sebagai contoh, dalam beberapa negara Muslim, banyak perempuan yang kini lebih berperan dalam dunia profesional berkat reinterpretasi fiqih yang mengakomodasi hak-hak mereka untuk bekerja, berpendidikan, dan berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat. Fiqih dapat berperan sebagai kerangka yang memungkinkan perempuan untuk berkembang tanpa harus bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah. Dalam hal ini, fiqih berfungsi untuk menyeimbangkan antara teks-teks normatif dan kenyataan sosial yang berkembang.
Isu lingkungan juga merupakan tantangan besar yang harus dihadapi oleh umat manusia saat ini, dan fiqih sebagai sistem hukum Islam dapat memberikan panduan yang jelas. Dalam ajaran Islam, alam semesta dianggap sebagai titipan dari Allah yang harus dijaga dengan baik. Konsep israf (berlebihan) dan tabdzir (pemborosan) dalam fiqih dapat dijadikan landasan untuk mendorong perilaku ramah lingkungan dan berkelanjutan. Fiqih dapat membantu umat Islam untuk memahami pentingnya melindungi lingkungan, mulai dari pengelolaan sampah hingga pemanfaatan sumber daya alam dengan bijaksana. Ini adalah bagian dari tanggung jawab sosial yang sangat relevan di era saat ini, di mana krisis lingkungan global semakin mengkhawatirkan.
Fiqih juga memainkan peran penting dalam membentuk ekonomi yang berkeadilan. Di tengah ketimpangan sosial yang semakin lebar, fiqih mengajarkan konsep zakat, sedekah, dan wakaf sebagai mekanisme untuk memperbaiki kesejahteraan sosial. Ekonomi berbasis syariah, yang menekankan pada prinsip keadilan, transparansi, dan larangan riba, dapat menjadi alternatif yang relevan untuk menyelesaikan berbagai permasalahan ekonomi modern. Dalam dunia yang semakin terhubung secara global ini, fiqih dapat berperan dalam mengembangkan sistem keuangan yang tidak hanya mengutamakan keuntungan semata, tetapi juga mempertimbangkan dampaknya terhadap kesejahteraan sosial dan lingkungan. Inovasi-inovasi dalam sistem perbankan syariah dan ekonomi berbasis etika, yang berakar pada prinsip-prinsip fiqih, bisa menjadi solusi untuk mengatasi masalah ekonomi yang ada.
Isu-isu seperti pengembangan teknologi medis, hak-hak digital, hingga kecerdasan buatan (AI) juga membutuhkan perhatian dalam konteks fiqih. Dalam hal ini, fiqih berfungsi sebagai panduan moral dan etis untuk memastikan bahwa perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi digunakan untuk kemaslahatan umat manusia. Misalnya, dalam bidang kedokteran, fiqih dapat memberikan batasan dan pedoman mengenai eksperimen medis atau isu-isu bioetika. Sebagai contoh, dalam perdebatan mengenai donor organ atau teknologi reproduksi berbantu seperti fertilisasi in vitro (IVF), fiqih modern berusaha memberikan panduan yang seimbang antara kemajuan ilmiah dan nilai-nilai moral yang dipegang dalam Islam. Ini menunjukkan bahwa fiqih, meskipun berbasis pada teks-teks klasik, tetap dapat memberikan jawaban yang relevan dalam konteks isu-isu ilmiah terkini.
Dalam menghadapi isu sosial kontemporer, fikih memiliki peran yang sangat strategis. Dengan prinsip ijtihad dan maslahah, fiqih mampu memberikan solusi yang adaptif dan responsif terhadap tantangan yang dihadapi oleh masyarakat zaman sekarang. Namun, untuk mencapai hal tersebut diperlukan pemikiran kritis dan terbuka dari para ulama dan cendekiawan Muslim. Hal ini bertujuan agar fiqih tidak terjebak dalam interpretasi yang sempit dan tidak relevan. Melalui pendekatan yang inklusif dan kontekstual, fiqih dapat berfungsi sebagai alat untuk mencapai keadilan sosial, kesejahteraan umat, dan keharmonisan dengan alam. Fiqih dapat memberikan panduan yang berguna bagi umat Islam dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk terus mendalami ilmu fiqih agar dapat menghadapi tantangan zaman dengan bijaksana dan sesuai dengan ajaran Islam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H