Kecepatan kemajuan teknologi telah membawa perubahan besar dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk kebiasaan membaca generasi muda. Selama bertahun-tahun, buku dan perpustakaan telah menjadi sumber utama pengetahuan dan informasi.Â
Membaca dianggap sebagai prestasi intelektual karena dilakukan dengan penuh perhatian. Namun, gaya membaca generasi muda mengalami perubahan besar sebagai akibat dari kemajuan teknologi digital. Sekarang konten diakses secara digital, yang lebih cepat dan mudah diakses, daripada buku.Â
Dengan munculnya internet dan media sosial, banyak data dapat diakses dengan hanya beberapa klik. Melalui media sosial atau aplikasi berita, anak muda sekarang dapat mengakses berita terbaru, artikel, bahkan kutipan buku. Meskipun ada beberapa keuntungan, akses informasi instan dan cepat ini memberikan kenyamanan.Â
Generasi muda memiliki banyak pilihan bacaan, tetapi mereka lebih suka konten yang singkat dan mudah dipahami, seperti berita singkat, meme, atau postingan viral. Kebiasaan membaca yang terkonsentrasi dan mendalam, yang dulunya menjadi standar untuk mendapatkan pengetahuan, semakin jarang dilakukan.Â
Misalnya, kita dapat melihat kasus Adit, seorang remaja yang menghabiskan lebih dari lima jam per hari di depan ponselnya. Sayangnya, itu adalah konten singkat yang menjadi viral di media sosial daripada buku atau artikel yang panjang.Â
Ada kemungkinan bahwa Adit memilih untuk menerima informasi dalam bentuk fragmen atau gambar yang tidak membutuhkan pemikiran mendalam. Karena pola konsumsi informasi ini hanya mencakup permukaan tanpa memikirkan atau menganalisis lebih jauh, pemahaman yang mereka peroleh menjadi dangkal.Â
Sebaliknya, temannya Budi terbiasa membaca buku secara fisik setiap malam. Buddha memilih literatur nonfiksi dan novel yang menuntut pemikiran dan perhatian. Dia sering mampu menunjukkan pemahaman yang lebih mendalam tentang berbagai masalah karena ia melatih dirinya untuk memproses informasi secara analitis selama diskusi.Â
Melalui kebiasaan membaca buku yang panjang dan penuh isi, Budi telah meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan analisisnya, yang tentunya berlawanan dengan kecenderungan Adit untuk membaca konten pendek di media sosial.Â
Studi juga menunjukkan bahwa kemampuan analisis seseorang lebih baik jika mereka membaca buku secara teratur.Â
Studi ini menemukan bahwa siswa SMA yang membaca buku fisik selama 30 menit atau lebih setiap hari memiliki kemampuan analisis yang lebih baik dibandingkan dengan teman-teman mereka yang membaca artikel atau postingan singkat di internet.Â