Mohon tunggu...
Si Hantu
Si Hantu Mohon Tunggu... -

biru itu lautan biru itu langit biru itu rimbun pepohonan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kurawa sang Pembela Kaum Tertindas

23 September 2010   06:20 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:02 2364
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Dulu saya pecinta berat wayang karena orangtua saya juga penggemar wayang. Dengan kaset wayang (baik wayang kulit dari jawa maupun wayang golek dari sunda) yang diperdengarkan tiap malam ditambah komik mahabarata maupun ramayana membuat saya menggandrungi wayang sebagaimana orangtua saya.

Kata orangtua saya cerita wayang penuh dengan nilai-nilai kehidupan yang bisa diteladani dan dijadikan panduan karena isinya mengenai perang antara kebenaran melawan kejahatan khususnya cerita mahabarata. Dengan mencintai wayang berarti saya juga mencintai seni dan budaya negeri sendiri, begitu wejangan panjang dari orangtua saya mengenai lakon wayang ini.

Karena dua hal itulah saya semakin giat mendengarkan, membaca dan menonton pertunjukan wayang khususnya cerita mahabarata. Tapi semakin tahu semua rangkaian cerita mahabarata itu saya semakin bingung sebelah mana yang disebut kebenaran dan mana yang disebut kejahatan? Kata ki dalang dan orangtua saya yang benar adalah pandawa dan yang jahat adalah kurawa. Benarkah? Bagian mana dari cerita mahabarata tersebut yang menggambarkan bahwa pandawa pembela kebenaran dan kurawa sebagai tirani yang lalim dan pantas dilengserkan? justru saya menemukan fakta-fakta yang bertentangan dengan pendapat ki dalang maupun orangtua saya, diantaranya :

1. Yudhistira, yang namanya mempunyai arti pandai memerangi nafsu pribadi ternyata tidak bisa memerangi hawa nafsunya untuk bermain judi dengan mempertaruhkan, bukan saja kerajaan dan beserta isinya, tetapi juga keempat adiknya serta istrinya Drupadi. Kelakuan Yudhistira ini sama buruknya dengan kelakuan kurawa yang mempermalukan Drupadi di depan umum. Itu satu kesalahan Yudhistira yang membuat saya tidak habis pikir bagaimana seorang ksatria yang terkenal adil, jujur dan taat menjalankan ajaran dharmanya mampu melakukan perbuatan sekotor itu. Bicara jujur, ada satu cerita lagi yang menggambarkan bahwa sebenarnya seorang Yudhistira tidak sepenuhnya jujur dan adil.

Ceritanya pada waktu perang baratayudha dan pasukan kurawa di pimpin Durna banyak sekutu terdekat pandawa gugur di tangan Durna. Khawatir dengan keadaan tersebut, Kresna segera memerintahkan untuk membunuh seekor gajah yang bernama aswatama (sedangkan Aswatama juga merupakan nama anak satu-satunya Durna) dan menyebarkan berita kematiannya. Begitu mendengar berita kematian kematian aswatama Durna cemas dan segera menemui Yudhistira yang dianggapnya sebagai manusia paling jujur untuk menanyakan kebenaran peristiwa tersebut. Yudhistira membenarkan berita kematian tersebut tanpa menjelaskan bahwa yang mati sebenarnya adalah gajah bukan anak Durna. Pada saat itu Durna merasa begitu terpukul dan langsung jatuh lemas. Setelah membuang semua senjatanya Durna langsung bersemedi. Pada saat itulah pihak pandawa memenggal kepalanya dari belakang (menyerang lawan dari belakang bukan sifat seorang ksatria!).

2. Bima terkenal dengan sikapnya yang tidak pernah berbasa-basi dan tidak pernah berbicara halus karena beranggapan bahwa semua orang sederajat, begitu menurut ki dalang. Benarkah? Pada saat ujian akhir masa pendidikan Durna, Arjuna dinobatkan sebagai murid yang terbaik. Karna merasa dirinya lebih baik dari Arjuna dan menantang Arjuna adu tanding. Bima mengejek Karna sebagai anak seorang kusir yang tidak pantas untuk bertanding melawan Arjuna karena derajat Karna lebih rendah dari Arjuna. Justru Duryudana yang tampil membela Karna, anak kaum papa tertindas dan berkasta rendah, dengan mengangkatnya menjadi seorang adipati. Jadi darimana datangnya gosip yang menyatakan bahwa Bima beranggapan bahwa semua orang sederajat? Bahkan menurut cerita yang lain dinyatakan bahwa sedari kecil tubuh Bimalah yang paling besar dan paling kuat diantara saudara-saudaranya baik pandawa maupun kurawa. Dengan kondisi tubuh seperti itulah Bima sering menjahili saudara-saudaranya dari pihak kurawa. Karena hal itulah Duryudana sangat membenci Bima dan berniat untuk membunuhnya. Jadi menurut saya hal inilah yang justru melatarbelakangi atau menjadi pencetus timbulnya perang baratayudha. Atau dengan kata lain timbulnya perang baratayudha disebabkan oleh arogansi dan kejahilan atau sifat iseng dari seorang Bima.

3. Arjuna memiliki sifat jujur, lembut hati, kuat iman, ksatria serta tahan godaan duniawi. Tapi menurut saya Arjuna merupakan seorang playboy yang tidak tahan melihat wanita cantik dan ingin menang sendiri/egois, iri hati serta tidak ksatria. Mau bukti? Pada saat bertemu dengan Ekalaya yang lebih lihai dalam urusan memanah (padahal Ekalaya hanya berguru pada patung Durna), Arjuna langsung meminta pada Durna agar Ekalaya mau memotong ibujari kanannya sebagai bentuk dharma bakti pada guru. Dengan kehilangan ibujarinya hilang pula kesaktian Ekalaya dalam hal memanah sehingga tidak ada yang menyaingi Arjuna sebagai murid Durna yang paling lihai memanah. Selain itu Arjuna masih memperdaya Ekalaya dengan cara hampir memperkosa istri Ekalaya yang cantik jelita. Arjuna juga bukan merupakan seorang ksatria sejati karena membidik Karna pada saat Karna memperbaiki roda kereta  perangnya yang terbenam lumpur.

Dari fakta-fakta tersebut saya justru mengambil kesimpulan :

1. Pihak kurawalah yang justru berada di pihak yang benar karena berani membela Karna yang bukan siapa-siapa dan dari kasta rendah yang mungkin zaman sekarang merupakan wong cilik yang tertindas. Sedangkan pihak pandawa merupakan elit politik yang dengan berusaha segala cara (termasuk cara yang licik dan keji) untuk meraih kemenangan/kedudukan. Bahkan pandawa merupakan elit politik yang sok bersikap bersih dan suci padahal kelakuan sebenarnya bobrok!

2. Cerita mahabarata tidak menceritakan mengenai perang antara kebenaran melawan kejahatan tetapi murni merupakan cerita tentang perebutan kekuasaan.

Kesimpulan itulah yang mengakibatkan saya sekarang segan untuk menonton atau mendengarkan kisah wayang kulit maupun wayang golek serta membaca kisah wayang lainnya. Walaupun jauh di lubuk hati saya yang paling dalam saya masih tetap mengakui bahwa seni pertunjukkan wayang kulit dan wayang golek merupakan seni pertunjukkan yang paling indah sedunia (apalagi kalau pihak kurawa yang menang).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun