Memang bodoh sih, jika aku selalu memilikirkan mu,Â
belum tentu juga aku mampu mendalami itu semua,Â
tapi dikondisi yang sama itu, aku bersyukur lewat kebodohan ku aku jadi mengertiÂ
ritme pikiran ku yang terbatas ini...Â
Semua elemen dari alam, kelahiran hingga kematianÂ
engkau hadir, dan kau kuasai semua dalam cengkraman tangan mu yang agung itu.Â
Hai saudara waktu yang lembut, ajarkanlah aku setiap saat untuk menyadari adanya logika 'waktu'mu
sehingga aku tahu dan mengerti sedikit dalam lagi... Karenanya, aku tahu bahwa aku memiliki pikiran yang terbatas dan dengan itu aku mampu melampaui keterbatasan pikiran ku itu dengan merasionalkan yang irasional dan belajar dari keirasionalan untuk rasional.Â
Akhirnya keseimbangan antara waktu yang sebenarnya dengan waktu yang alam miliki dapat ku pijak tanpa keterpaksaan, tentunya dengan rasa cinta yang tak biasa...
Ditulis: Samuel (10 Mei 2022)- Desa KapurÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H