Mohon tunggu...
Shanty Dewi Arifin
Shanty Dewi Arifin Mohon Tunggu... Administrasi - Arsitek murtad yang lebih bahagia jadi istri arsitek

Writer wannabe yang tinggal di Bandung dan suka berbagi cerita di www.ceritashanty.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Surat untuk Anakku, Ketika Rasa Keadilan itu Terusik

18 Desember 2016   12:58 Diperbarui: 18 Desember 2016   13:17 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: free photo www.pexels.com

Karena sebuah rasa keadilan yang terusik, saya jadi teringat perkataan Aa Gym dalam acara ILC beberapa waktu lalu. “Ada RASA” yang membuat seseorang merasa perlu berdemo menuntut seorang penista agama segera ditangkap dan dihukum. Saat ini saya bisa merasakan rasa yang sama. “Ada RASA” yang muncul di hati saya untuk menuliskan sebuah surat untuk anak-anak tercinta. Sebuah surat dari seorang Mama yang bisa jadi dinilai banyak orang sebagai orang munafik, kafir, nyinyir, tidak memiliki girah Islam yang sudah pantas berkain kafan. Mungkin saat menuliskan surat ini mereka belum benar-benar paham maknanya, jadi sengaja saya tulis di sini agar jika suatu saat mereka membutuhkannya, mereka bisa mencarinya di sini. Karena belum tentu saya selalu bisa mendampingi mereka setiap saat.

Anak-anakku tercinta,

Di mana pun kalian berada, berusahalah selalu memberikan yang terbaik yang kalian bisa Nak. Karena itu adalah bentuk rasa syukur atas kehidupan yang diberikan Tuhan kepada kita. Belajarlah mengenai hidup dengan mengikuti perintah dan menjauhi larangan-Nya, karena itu satu-satunya bekal untuk mati.

Cintailah manusia Nak. Dan jangan pernah mengkotak-kotakkan manusia dalam batas agama, suku, golongan, dan kepentingan tertentu. Kita semua makhluk Tuhan yang satu. Yang sama-sama diberikan kelebihan dan kekurangan. Yang diperintahkan untuk saling menasehati dengan  baik dan berlaku adil. Janganlah sampai kecintaan kalian pada satu golongan membuat kalian berlaku tidak adil pada golongan yang lain. Mohonlah perlindungan Allah dari hal yang seperti itu.

Di saat kalian menjalankan sebuah amanah dan tanggung-jawab, berusahalah memberikan yang terbaik. Jangan berharap semua orang akan mendukungmu. Pihak-pihak yang dirugikan akan sangat memusuhi dan menentangmu. Mereka tidak selamanya bisa diharapkan menyampaikan aspirasi mereka dengan beradab. Mereka akan melakukan segala cara untuk menjegal langkahmu. Saat itu keadilan bisa hilang dari hati manusia. Saat itu adil hanya berarti kalian berhenti dan mati. Di saat itu kata maafmu tidak akan didengar. Pembelaanmu tidak akan dihiraukan. Kalian bisa belajar hal itu dari kisah Aisyah yang difitnah berzina atau kisah Yahudi yang difitnah mencuri.

Ingatlah Nak, kita tidak selamanya tinggal di tempat kita bisa menjadi mayoritas. Dunia ini luas Nak. Bisa jadi takdir membawa kita tinggal sebagai golongan minoritas yang mendapat image negatif dari golongan mayoritas. Janganlah itu menjadikanmu berhenti untuk berusaha melakukan yang terbaik. Jangan hitung untung rugi ketika kita berbuat baik bagi kemanusiaan. Jangan karena kita golongan minoritas, kita tidak mau melakukan yang terbaik untuk golongan mayoritas yang akan menikmati hasil kerja kita.

Jangan jadikan pujian manusia sebagai patokan keberhasilan manusia. Hati-hati Nak, kadang pujian itu bisa sangat menyesatkan. Mengangkatmu ke awan untuk membantingmu dengan keras ke tanah. Pujian itu tidak pernah buatmu Nak. Tapi untuk Allah yang memungkinkan hal itu terjadi. Fokuslah untuk berusaha memberikan yang terbaik yang kalian bisa.

Kalian bisa jadi tidak sempurna. Kalian adalah manusia biasa yang memiliki sejumlah kekurangan. Itu wajar sekali Nak. Kalian hanyalah sepotong puzzle kecil yang memiliki 2 sisi cembung dan 2 sisi cekung. Kalian memiliki sejumlah kelebihan untuk bisa bermanfaat bagi orang lain, dan kalian memiliki sejumlah kekurangan untuk bisa bekerja sama dengan orang lain.

Jadilah puzzle yang bisa saling melengkapi. Sehingga akan terbentuk gambar yang indah di muka bumi ini. Puzzle tidak akan terbentuk jika memiliki hanya 4 sisi tonjolan. Tidak ada manusia yang sempurna Nak. Janganlah pernah merasa diri paling benar sendiri dan tidak mau mendengar masukan orang lain.

Kalian bisa jadi benar Nak, tapi bukan tidak mungkin orang lain ada benarnya. Orang lain memang salah Nak, tapi bukan tidak mungkin kamu juga ada salahnya.

Tarik napas panjang dan cobalah untuk memohon petunjuk dalam melihat sebuah kejadian. Selalu ada hikmah dari setiap kejadian yang bisa kita pelajari. Sesuatu yang pahit sekarang, bisa jadi menjadi jamu yang bermanfaat membuat kalian kuat di masa depan.

Kalian boleh dihina sedemikan rupa oleh orang lain Nak. Itu tidak masalah. Yang menjadi masalah adalah kalau kalian yang menghina orang lain, mengkafirkan orang lain, menganggap orang lain munafik, dan mengkapling surga hanya untuk dirimu sendiri Nak. Jangan Nak. Jangan pernah sekalipun!

Karena Mama akan sangat sedih...

Surga itu milik Allah Nak. Ia yang Maha Adil menilai perbuatan kita. Setiap golongan bisa jadi mengakui hanya ada satu surga spesial untuk golongan mereka sendiri. Agama diturunkan untuk panduan kita hidup bersama di dunia, bukan untuk dikotak-kotakkan dalam fanatisme yang sempit.

Sejarah telah memperlihatkan betapa mengerikannya ketika suatu golongan merasa diri mereka yang paling superior. Kita bisa lihat bagaimana Hitler menghabiskan bangsa Yahudi karena merasa tingginya ras bangsa Arya, ada Jepang yang merasa paling mulia hingga pecah perang dunia, dan sejumlah pembasmian etnis terjadi karena satu pihak merasa diri mereka paling mulia.

Tidak Nak! Jangan pernah sekali-kali masuk pada golongan yang merasa dirinya paling mulia, tidak mungkin salah dan pasti selalu benar. Agama itu begitu banyak alirannya, bukan kemampuanmu untuk menilai suatu golongan benar dan golongan lain pasti salah. Begitu banyak kisah menyedihkan dan merugikan yang terjadi karena sikap seperti ini.

Ini juga berlaku dalam keluarga Nak. Mama tidak selalu benar, kalian tidak selalu salah. Mari kita belajar untuk menyampaikan pendapat dengan benar. Mari kita coba melihat duduk persoalannya dengan adil dan hati yang jernih.

Ingat Nak, tidak selamanya kita jadi mayoritas dan bisa menekan orang lain dengan kekuatan massa. Kebenaran tidak selalu ditentukan oleh banyaknya pendukung atau tekanan massa. Kalian diberkahi otak yang cerdas dan hati nurani yang bersih untuk menilai suatu masalah. Tirulah Rasulullah ketika membela Yahudi yang difitnah oleh seorang Muslim walau sejumlah orang mempersalahkan orang Yahudi tersebut. Atau tirulah Walikota New York yang tetap membela umat Islam untuk mendirikan mesjid walau mayoritas masyarakat menentangnya.

Berlaku adil lah Nak. Buka mata hatimu melihat fakta dengan jelas. Jauhkan diri dari prasangka. Berhati-hatilah terhadap orang-orang yang menyebarkan kebencian dan menyulut amarahmu. Kemarahan dan kebencian tidak ada manfaatnya selain merusak dirimu sendiri. Ingatlah Nak, untuk jangan sekali-kali menyebarkan berita yang tidak benar dan menyulut kebencian kepada sesama manusia. Percayalah Nak, tidak ada kemenangan yang diberkahi jika diraih dengan cara menzolimi orang lain.

Mohon maaflah. Maafkan lah. Karena urusan maaf ini bukan menunjukkan kamu benar atau salah, tapi karena kamu berhak atas kedamaian di dalam hati. Kemarahan dan kebencian tidak akan membuatmu mulia dan orang yang kamu benci menjadi turun kemuliaannya. Kemarahan dan kebencian hanya akan menggerogoti dirimu sendiri Nak.

Sebagai orang yang beriman kepada keberadaan Tuhan yang Maha Esa, yakinlah bahwa segala sesuatu yang terjadi sudah karena ijin-Nya. Ambillah hikmahnya. Istigfarlah atas segala kesalahan yang mungkin kalian lakukan.

Tetaplah berbuat baik untuk kemanusiaan tanpa fanatisme sempit agama, suku, golongan atau kepentingan. Walau pun hal itu membuat mayoritas orang memusuhi kalian. Ingatlah, bahwa pada hakekatnya semua perjuanganmu adalah bentuk rasa syukurmu pada amanah yang dititipkan untuk sementara waktu. Do your best Nak.

Semoga Allah selalu menerangi dan membimbing jalan hidup kalian.

Mama Sayang Kalian...

*Tulisan ini juga telah ditayangkan di blog pribadi saya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun