Kalau melihat viralnya berita hoax saya kok jadi teringat hoax yang disampaikan Iblis ke Nabi Adam di QS Al A'Raaf 7:20-21.
Mungkin kalau versi kitanya:
"Itu si Bos sebenarnya nggak pengen lu bedua jadi Malaikat dan tetap nyaman di sini bersenang-senang selamanya. Gua tuh ngasih nasehat yang bener. Udah buruan makan aja tu buah."
Dan terprovokasilah nenek moyang manusia itu...
*mungkin Nabi Adam mestinya cek dan ricek dulu ke si Bos atau minimal Malaikat lah. Jangan percaya gitu aja.
- Status Facebook Shanty Dewi Arifin, 5 November 2015
Hoax atau berita bohong memang meraja lela di mana-mana. Efeknya benar-benar luar biasa. Bukan tidak mungkin Donald Trump menang adalah efek dari masyarakat Amerika yang percaya pada berita hoax yang memang banyak beredar menjelang pemilihan presiden. Baca postingan saya kemarin Tangkal Hoax dengan Literasi Digital.
Selain hoax Iblis yang dipercaya Nabi Adam dalam status saya di atas, dalam sejarah kehidupan Rasulullah pun pernah ditimpa kasus serupa. Hal tersebut dapat dibaca dalam kisah perjalanan kehidupan Rasulullah yang terdapat dalam buku The Great Story of Muhammad (Magfirah, 2011).
Fitnah setelah Perang Bani Musthaliq
Sebuah fitnah yang nyaris memecah belah umat muslim terjadi tidak lama setelah Perang Bani Musthaliq pada tahun 5 Hijriah. Saat itu orang-orang yang membenci Rasulullah menjadi sadar, bahwa untuk melawan Sang Nabi harus menggunakan cara-cara non fisik seperti dengan menyebarkan berita bohong.
Peluang itu datang ketika kaum Muslim dalam perjalanan pulang ke Madinah seusai Perang Bani Musthaliq. Pemicunya adalah perselisihan dalam masalah sumur air antara Ujair dan Hulaif yang mewakili kaum Muhajirin (kaum pendatang dari Mekah) dan kaum Anshar (penduduk asli Madinah yang telah memeluk Islam). Pertikaian keduanya mengundang khalayak ramai berkumpul. Rasulullah sangat marah mendengar pertikaian itu. Padahal beliau tidak pernah semarah itu sebelumnya.
“Apakah kalian mengucapkan kata-kata Jahiliyah, sementara aku berada di tengah-tengah kalian? Tinggalkanlah karena sesungguhnya itu telah berlalu!” kata Rasulullah.
Peristiwa ini disaksikan oleh Abdullah bin Ubai, seorang pemimpin kaum munafik. Ia pun segera merancang aksi untuk membakar kemarahan kaum Anshar.