Mohon tunggu...
Ahmad Mustain
Ahmad Mustain Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Jika "Millenials" Jadi Politisi

10 Oktober 2017   20:03 Diperbarui: 10 Oktober 2017   20:13 1415
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bahkan kehidupan pribadi politisi juga acap kali dijadikan sebagai strategi membangun citra. Postingan Walikota Ridwan Kamil 'Gara-gara Istri Dilirik Afgan' di Instagram, menuai berbagai reaksi. RK memposting sebuah foto yang terlihat Afgan melirik Atalia istrinya sambil mengacungkan jempol. Secara kasat mata sudah bisa dilihat bahwa postingan tersebut bukanlah foto asli, melainkan sebuah editan.

Media sosial bisa jadi berkontribusi pada `kenarsisan`anak millennial. Generasi X (kelahiran 70-an dan 80-an) dan generasi baby boomers (kelahiran 60-an), akan merespon bahwan hal tersebut tidak penting bagi publik. Namun tidak dengan generasi Y atau millenials yang menganggap itu lucu dan humanis. Begitu pula dengan video Presiden Jokowi beradu panco dengan anaknya, Kaesang Pangarep. Generasi millenial akan menganggap hal tersebut menarik dan tidak ada kaitannya dengan politik.

Melalui media seperti Instagram, orang-orang memiliki kesempatan menjadi pusat perhatian, baik dari pencapaian, penampilan, ataupun sensasi. Ini seringkali memicu rasa tidak mau kalah, sehingga anak-anak generasi millennial berlomba-lomba memamerkan semua sisi baik kehidupan mereka.

Millenial juga memiliki Social media pressure artinya kesempurnaan diri di media sosial menjadi nilai penting, itu sebabnya millennial cenderung mengalami stres apabila mendapat cercaan dan komentar negatif.

Millennial cenderung tidak loyal namun bekerja efektif.

Hasil riset dari Sociolab, diperkirakan pada tahun 2025 mendatang, millennial akan menduduki porsi tenaga kerja di seluruh dunia sebanyak 75 persen. Millennials cenderung meminta gaji tinggi, meminta jam kerja fleksibel, dan meminta promosi dalam waktu setahun.

Mereka juga tidak loyal terhadap suatu pekerjaan atau perusahaan, namun lebih loyal terhadap merek. Millennial biasanya hanya bertahan di sebuah pekerjaan kurang dari tiga tahun. Kaum millennial hidup di era informasi yang menjadikan mereka tumbuh cerdas, tak sedikit perusahaan yang mengalami kenaikan pendapatan karena memperkerjakan millennial.

Dalam dunia politik, tidak menutup kemungkinan bahwa millenials akan mengalami banyak hambatan. Jika tidak bisa menyesuaikan diri, tentu akan menghambat karir. Apalagi dunia politik sangatlah kompleks, tidak seperti bekerja pada sebuah perusahaan.

Namun demikian, efektivitas millenial dalam bekerja dapat memangkas proses lobbying yang relatif lama. Atau bisa saja proses politik masa depan tidak akam berbelit-belit dan berganti menjadi politik praktis.

Millennial lebih percaya User Generated Content (UGC) daripada informasi searah.

Bisa dibilang millennial tidak percaya lagi kepada distribusi informasi yang bersifat satu arah. Mereka lebih percaya kepada user generated content (UGC) atau konten dan informasi yang dibuat oleh perorangan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun