Mohon tunggu...
Gin Vdk
Gin Vdk Mohon Tunggu... -

seorang pendosa yang hidup dalam segala bentuk konspirasi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

#Orapopo

31 Mei 2016   04:22 Diperbarui: 31 Mei 2016   04:36 15
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Indonesia itu seperti menulis, butuh keberanian"

Selamat datang

Izinkan saya menyeduh segelas kopi pahit khas Indonesia kepada khalayak sekalian,

Tak mengherankan akhir ini mulai banyak orang-orang Asing berdatangan ke Indonesia dengan melihat segala keindahan alam namun bukan hanya itu, apabila hanya sebatas melihat keindahan alam itu jauh diluar ekspektasi mereka, karena bicara keindahan alam saja tentulah hal tsb ada disegala dipelosok dunia manapun (tidak hanya di Indonesia).

Mereka (orang asing) mencoba melihat gambaran dari fakta penyebab lemahnya pembangunan di Indonesia, mereka juga mengamati dan mempelajari serta meneliti apa yang ada pada tatanan kehidupan di Indonesia melalui beberapa literature berupa artefak, babad, serat atau beberapa karya tulis para leluhur di Indonesia.

Akhirnya sebuah enkripsi tersebut disimpan dalam Arsip (Negara Asing) sebagai pengetahuan baru yang nantinya para generasi mereka dapat menggunakannya sebagai sebuah bagian dari penelitian guna meningkatkan kualitas sesuai perkembangan pengetahuan dan kebutuhan zaman, hingga akhirnya kita kini seperti melihat Terbitnya Matahari (Ilmu Pengetahuan) mengalami pergeseran dari barat ke timur.

Selanjutnya ada beberapa hal yang tentu bisa membuat sebagian dari para penikmat Infromasi mungkin akan ada yang menolak opini dibawah ini, ulasan saya pada cuplikan dari sebuah pertandingan.

 Jadi seperti inilah kenyataan dari kedalaman rasa pahit pada kopi, selamat mencoba:

1.             Primordialisme

Sikap primordial memiliki fungsi untuk melestarikan budaya kelompoknya. Namun, di sisi lain sikap ini dapat membuat individu atau kelompok memiliki sikap etnosentrisme, yaitu suatu sikap yang cenderung bersifat subyektif dalam memandang budaya orang lain (sumber: Wikipedia).karena pada kenyataannya sikap subjektif inilah yang telah memperlambat Akulturasi budaya antar-suku di Indonesia yang berakibat kelemahan dalam melestarikan Budaya se-antero Indonesia. kenyataan pahit yang harus terima seluruh masyarakat Indonesia pada akhirnya adalah kian timbulnya bentuk pengakuan budaya Indonesia di Negara Lain.

kita kecolongan 1-0 akibat blunder

2. Branding


Soal potensi Sumber Daya Manusia Indonesia tak bisa diremehkan, saya akui Indonesia memang adalah bangsa pekerja, seperti kutipan Pramoedya Ananta Toer

“Indonesia adalah negeri budak. Budak di antara bangsa dan budak bagi bangsa-bangsa lain.”

Membayangkan berapa banyak produk-produk ternama dunia yang sebagian besar tenaga kerja kasarnya adalah orang Indonesia. Enterpreuner Indonesia mengejar pendapatan segila-gilanya padahal dengan membunuh waktu para pekerjanya tanpa mengangkat bakati sehingga Penyaluran Jabatan didalam Perusahaan tidak sesuai potensi.

Pokok Branding bukanlah itu tapi bagaimana membangun kepercayaan dan menggubah pekerja kasar menjadi tenaga handal. Entrepreuner Indonesia masih memandang rendah pekerja kasar ini dengan upah rendah dan jam kerja paksa, mereka adalah andalan sebenarnya suatu substansi.

Inti membangunkan kembali Brand Indonesia adalah meyakinkan pelanggan tak lari dari produk adalah Inovasi.Baiklah upah yang diberikan terbatas namun setidaknya ada upaya untuk membentuk pelatihan tenaga kerja, sehingga potensi yang dimiliki tenaga kerja makin berkembang.atau bisa pula memberikan dana cangkok bagi tenaga kerja berprestasi, dana cangkok ini nantinya untuk dikembangkan si pekerja untuk membangun Home Industri,

Disinilah sebuah Pentingnya sorotan Pemerintah agar Perusahaan Dalam Negeri menerapkan Prinsip Koperasi, hal tsb kedepannya dapat membentuk hubungan kerja sama aktif antar Perusahaan Dalam Negeri. kenyataannya, para Enterpreuner Indonesia berusaha membangun Usahanya masing-masing bahkan saling sikut-menyikut dan alhasil upaya membangun Branding Produk Dalam Negeri kian terkubur.

baiklah, lagi-lagi kecolongan 2-0 dari strategi lawan

3. Aphatis

Sempat saya katakan bahwa adanya keterlambatan dalam Akulturasi budaya, harusnya kita mengenali sejarah bahwa sanya proses kebangkitan Akulturasi pada era 1900 telah menstimulus upaya untuk bangkit dari keterpurukan dalam penjajahan, dari perwakilan masing-masing suku telah banyak menciptakan Inspirasi dan Ruang Tukar pikir untuk membentuk hubungan sosial yang mapan dan terarah melalui Peguyuban/Perkumpulan hingga akhirnya kesamaan Visi-Misi menuju Organisasi. bukan begitu sodara-sodara? hehee

Sebenarnya jauh dari hal itu, sebelum penjajahan atau bahkan masa kerajaan bahwa sebenarnya Akulturasi (sebenarnya) berjalan baik dan banyak membantu proses perdagangan (Pada Zaman Pra-Penjajahan). Padahal apabila proses berjalannya Akulturasi budaya antar-suku ini berkelanjutan secara nyata, tidak menutup kemungkinan bahwa Proses Branding Produk Dalam Negeri dapat berkembang lebih pesat.

Media adalah alat bantu dalam menemukan Inovasi tersebut, perkembangan teknologi telah memaksa setiap unsur untuk mengerahkan diri kearah yang modern dan berdaya saing.

Pemerintah dalam melibatkan teknologi dan Sains, dengan para pakar disiplin ilmu dapat membuat kebijakan yang menguntungkan bagi Pembangunan tsb.

hmm, kecolongan 3-0 dari sisi sayap

4.             System Asah, Asih, dan Asuh dalam Program Pendidikan.

Mengapa? Perlu kiranya kita banyak belajar dari segala hal dan dimanapun. Pendidikan justru adalah masalah kompleks yang dikesampingkan selama beberapa decade padahal kemajuan Paradigma Pembangunan suatu Negara adalah melalui pendidikan guna mengembangkan Sumber Daya Manusia (point 2) yang berkualitas sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan masyarakat.

Menilik sebuah sistem pendidikan mungkin tidak berarti kita cukup tertinggal, statistic hanya menjelaskan bahwa Pendidikan Indonesia hanya lemah dalam Infrastruktur1dan Pola Asuh2. Aspek yang telah disebut penting kiranya diutamakan untuk mengatasi ketidakmerataannya Pola Pendidikan yang baik di Indonesia.

 Betapa pentingnya diperhatikan segala unsur yang terlibat dalam pembangunan untuk sama-sama ikut menyelami perananan-nya dalam membudayakan pendidikan atau sebaliknya, mendidik kebudayaan. Oleh sebab itu penting kira diketahui bersama bahwa penekanan pendidikan pada taraf Nilai saja namun juga harus ada suntikan kandungan Norma-norma, seperti “didalam sebuah alunan lagu terdapat kandungan matematika” atau seperti “didalam sebuah perjalanan terdapat kandungan sosial, budaya, dan jurnalistik”.

Tidaklah adil dan etis, bila guru-guru diberikan beban berat untuk membopong sebuah tanggung jawab dalam penyelenggaraan pendidikan, adakala peran orang tua juga patut dipertanyakan terkait kemerosotan Pendidikan di Negara ini, disinilah letak kesalahan pola asuh yang mungkin saya terka bahwa 80% Orang tua telah gagal mengasuh anak-anaknya.

Selanjutnya adalah peran lingkungan, dari beberapa artikel yang say abaca banyak yang mengatakan “Percuma pengadaan Infrastruktut apabila cara pandang masyarakat yang negative justru yang menyeret keterpurukan bangsa kita selama ini”. Saya sempat mendiskusikan dengan diri sendiri hingga sebuah opini terseret keluar dari dalam diri saya:

“Pola Lingkungan Hidup adalah bagian dari stagiaire (magang) seorang mahluk/individu/kelompok, sehingga setiap diantaranya haruslah mampu menyerap Ilmu atau Pengetahuan dari dimana ia ditempatkan.”

Mungkin agak berlebihan, seolah bak Insinyur saya bicara tapi disitulah bahwa Pola Lingkungan yang baik (bukan berarti mewah) memanglah dapat memberikan sebuah Asah dan Asih3 yang dapat menstimulus masyarakat ke arah cara pandang yang positif.

4-0 dan peluit babak pertama berbunyi.

*Catatan:

Infrastruktur1; Betapa pentingnya aspek tsb guna peningkatan keterampilan dan penelitian.

Pola Asuh2 ; Menjadi bagian dalam pembentukan karakter.

Asah dan Asih3 : memperkuat hubungan emosional yang didasari oleh norma-norma.

Demikian sebuah sajian sederhana, bahwa sampai saat ini kekurangan Negara Indonesia hanyalah adalah kurang bersih-bersih dirumah kita sendiri, kurangnya memupuk rasa empati sesama saudara serumah, kurang memilah barang bekas layak dan tak layak, jadikan Indonesia sebagai bagian dari Kehidupan.

berapa skor sementara kita bangsa indonesia?

Orapopo, dibabak akhir nanti Indonesia akan membalikkan keadaan sebab anak-anak telah meyakini akan hal itu.

selama khalayak tidak ikut mencederai cita-cita dan harapan anak-anak sabang sampai merauke.

Terima Kasih khalayak telah berkunjung dan mau menikmati suguhan Kopi sederhana yang saya buat dengan segala keterbatasan ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun