Mohon tunggu...
Sintya Chalifia Azizah
Sintya Chalifia Azizah Mohon Tunggu... Freelancer - A human being

Menulis merupakan langkah untuk merendahkan hati agar tidak bengis, menyisakan kebenaran entah dengan menangis atau meringis, dan secercah wujud kepedulian yang empiris.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Begitu Melulu, Berita Selebriti dan Etika Media yang Tak Pernah Ada Titik Temu

16 November 2021   14:48 Diperbarui: 16 November 2021   14:52 242
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kerumunan Pekerja Media, Sumber: Pixabay.com

Namun, hal tersebut tidak dapat disalahkan sepenuhnya pada industri media di Indonesia. Pada kenyataannya, tidak jarang berita selebriti yang berbau skandal digunakan atau dimanfaatkan oknum terkait dengan sengaja untuk mencapai popularitas. Hal ini tidak lepas dari rahasia umum yang dipercaya bila isu dan berita infotainment begitu diminati. Sebagian besar masyarakat justru tertarik dengan informasi terkait dengan konflik atau perselisihan, hubungan percintaan, dan isu lain terkait dengan hal buruk yang terjadi pada figur publik di masyarakat seperti kecelakaan hingga narkoba. Dengan peminat yang begitu besar, tentu hal ini dapat mendukung selebriti terkait untuk mengembangkan sayap karirnya pada saat itu. 

Infotainment Tetap Dimintati Masyarakat, Sumber: Pixabay.com
Infotainment Tetap Dimintati Masyarakat, Sumber: Pixabay.com

Namanya akan berulang-ulang ditampilkan dan ditayangkan bahkan dielu-elukan di tengah masyarakat. Dalam waktu singkat, sosoknya bisa menjadi terkenal. 

Kecenderungan untuk membuat 'setting' cerita tertentu untuk menunjang popularitas ini yang menjadi permasalahan etis dan tidak etis. Meskipun praktik ini diterima, namun sejatinya tidak lepas dari menipu dan membohongi khalayak demi kepentingan pribadi.

Selain itu permasalahan etika menjadi lebih kompleks karena turut menyangkut masyarakat luas. Peminat berita kontroversi dari selebriti yang tidak pernah sepi menjadi alasan utama bagi dua pihak sebelumnya yaitu media dan selebriti terkait untuk melanggengkan praktik konsumsi ini.

Hal ini tentu tidak lagi mengejutkan, berdasarkan penelitian Qodratullah (2015) audience pada posisi dominant hegemonic bahkan percaya apabila konflik selebriti yang selama ini disajikan memiliki pesan moral di dalamnya dan menarik untuk diikuti karena dikemas dengan sedemikian rupa sehingga hal tersebut dapat diterima. 

Hebatnya, konstruksi yang berkembang di masyarakat menganggap sajian informasi yang terkait selebriti layak dikonsumsi sehari-hari. 

Persoalan yang seharusnya berada pada ranah privasi selebriti terkait justru menjadi konsumsi publik yang padahal tidak ada kaitannya. 

Masyarakat pun seolah selalu haus dengan isu dan berita selebriti terkini, tidak henti-hentinya mencari informasi apapun terkait selebriti yang diidolakan seolah menelanjangi dan tidak pernah ketinggalan dengan 'gosip' yang menjadi perbincangan hangat terkini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun