Mohon tunggu...
Samsul Bahri Sembiring
Samsul Bahri Sembiring Mohon Tunggu... Buruh - apa adanya

Dari Perbulan-Karo, besar di Medan, tinggal di Pekanbaru. Ayah dua putri| IPB | twitter @SBSembiring | WA 081361585019 | sbkembaren@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Presiden Jokowi bersama DPR Mengebiri KPK?

7 September 2019   14:32 Diperbarui: 7 September 2019   14:35 167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Kompas.coma

Mempersoalkan hal ini selalu menjadi polemik yang diciptakan oligarki kekuasaan,  karena hakekat masalahnya bukan disitu,  kekuasaan oligarki  oportunis itu sendirilah akar persoalannya.  Sepanjang kesadaran berpolitik Rakyat masih sanggup diperdaya  rezim politik oligarki oportunis, maka semua persoalan korupsi hanya dijadikan  polemik tak bermakna. DPR dan Presiden adalah bagian dari oligarki yang  disodorkan untuk dipilih rakyat.  Rakyat sesunggunya tidak diberi pilihan,  yang ada hanyalah memformalkan pilihan dari oligarki melalui Pemilu.

Kembali ke mekanisme penentuan Capim KPK dan revisi UU KPK,  memang Presiden dapat mengabaikan usul inisiatif DPR dengan tidak menugaskan wakilnya dalam pembahasannya di DPR. Tetapi   Presiden Jokowi, yang mengaku sudah tidak memiliki beban apa-apa lagi di periode terakhir pemerintahannya, sulit diharapkan berani menolak inisiatif DPR,  seandainyapun sesuai dengan hati nuraninya. Presiden Jokowi merupakan produk politik populis rezim oligarki, beliau akan mengambil sikap pasrah kepada kekuatan politik oligarki. Dengan tetap mengajukan nama-nama  Capim KPK hasil Pansel KPK, yang dikritisi publik, menunjukkan Presiden Jokowi masih  memiliki  beban pada oligarki.  

Gerakan masyarakat sipil di Indonesia perlu menggalang kekuatan memberikan makna  hakekat berdemokrasi. Makna memilih DPR  searusnya  untuk  memperjuangkan kepentingan Rakyat, dalam hal ini semestintya memperkuat KPK dengan menolak nama 10 orang  Capim KPK yang  tidak pantas dan tidak berinisiatif merevisi UU KPK.

Tapi hingga hari ini, DPR dan Presiden, masih bagian dari kekuasaan oligarki, tidak dapat diharapkan merubah keadaan. Pada akhirnya, bagaimanapun nanti wujud KPK,  terpaksa  kita terima.  Menerima kenyataan bahwa demikianlah kondisi kehidupan berbangsa dan bernegara kita hari ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun