Mohon tunggu...
Samsul Bahri Sembiring
Samsul Bahri Sembiring Mohon Tunggu... Buruh - apa adanya

Dari Perbulan-Karo, besar di Medan, tinggal di Pekanbaru. Ayah dua putri| IPB | twitter @SBSembiring | WA 081361585019 | sbkembaren@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Anambas, Nirwana di Laut Cina Selatan

7 Agustus 2019   06:00 Diperbarui: 10 Agustus 2019   12:10 182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pulau Rengek di Kepulauan Anambas (Dokumen Pribadi).

Biasanya saya menulis di Kompasiana tentang politik, tapi karena lagi ada kerjaan ke luar kota, maka saya coba menulis tentang perjalanan ke daerah yang saya kunjungi, Kepulauan Anambas. Mengunjungi pulau-pulau terpencil adalah pekerjaan sekaligus berwisata, sungguh menyenangkan.

Kepulauan Anambas, salah satu kabupaten di Provinsi Kepulauan Riau yang terletak di Laut Cina Selatan. Orang lebih mengenal Natuna, kabupaten induknya. Pelaut lama dan orang tua lebih mengenalnya sebagai Pulau Tujuh, mununjuk daerah yg sama dengan Kepulauan Anambas.

Hari Selasa, 6 Agustus, saya berangkat dari rumah sebelum azan subuh, mengejar pesawat jam 6.10 di Bandara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru menuju Tanjung Pinang, Pulau Bintan. Lebih kurang satu jam penerbangan, pesawat baling-baling ATR 72 Wing Air tiba di Bandara Fisabilillah, Tanjung Pinang.

Menuju Anambas dapat ditempuh lewat laut atau pesawat udara, dari Batam atau Tanjung Pinang. Sebenarnya setiap hari ada pesawat Expres Air dari Tanjung Pinang menuju Matak, salah satu dari dua bandara di Anambas, tetapi gara-gara kawan terlambat pesan tiket pesawat, satu hari sebelum keberangkatan, maka kursi route penerbangan tersebut habis. 

Rombongan saya empat orang terpaksa lewat route lain, Batam menuju Bandara Letung, bandara satunya lagi di Anambas yang terletak di pulau Jemaja.

Dari Bandara Tanjung Pinang dijemput kawan. Sebelum ke pelabuhan, menyempatkan bersarapan pagi di batu 10, sebutan orang Tanjung Pinang menyebut penanda jarak, setara kilometer. 

Kawan ini memang tidak salah memilih tempat sarapan, menu makan sangat beragam, khususnya kopi hitamnya nikmat sekali. Pantasan pengunjungnya sangat ramai.

Kapal cepat berangkat dari Pelabuhan Sri Bintan Tanjung Pinang menyeberang ke  Batam. Perjalanan ditempuh satu jam ke pelabuhan Pungur di Batam, lanjut  ke Bandara Hang Nadim dengan taxi sekitar setengah jam. Pesawat berangkat jam 12.30, sekitar 40 menit tiba di Bandara Letung, Pulau Jemaja.

Bandara Letung di Pulau Jemaja masih relatif baru, sekitar setahun ini dioperasikan Kementerian Perhubungan. Dari sini masih butuh 3 jam perjalanan speedboat menuju ibu kota Kabupaten Kepulauan Anambas, Tarempa.

Route yang lebih  nyaman ke Tarempa adalah via Bandara Matak yang dikelola perusahaan minyak Medco, sebelumnya Conoco Philips. Dari Pulau Matak hanya butuh 30 menit speedboat ke Tarempa.

Pantai Desa Pal Matak (Dokumen Pribadi)
Pantai Desa Pal Matak (Dokumen Pribadi)

Sebenarnya saya mengunjungi kepulauan ini bukan pertama kalinya, tapi sepuluh tahun lewat di 2009. Selama sepuluh tahun, perubahan daerah ini sangat menyolok. Tetapi saya tidak membahas tentang perubahan ini, melainkan tentang keindahannya yang tidak berubah, masih murni.

Pantai Desa Lingai (Dokumen Pribadi)
Pantai Desa Lingai (Dokumen Pribadi)

Kepulauan Anambas bercirikan pulau-pulau kecil tropis. Ratusan pulau-pulau kecil tidak dihuni karena tidak  mendukung pemukiman penduduk secara permanen, faktor pembatasnya ketersediaan air tawar, lahan pertanian sumber pangan, dan terpencil.

Tapi justru keterisolasiannya inilah  yang membuatnya eksotis. Laut biru, pasir putih,  keindahan bawah laut, dan kesunyian pulau tropis merupakan daya tarik Anambas. Bagi wisatawan yang ingin merasakan sensasi pengelana menemukan pulau perawan, Anambas tempatnya.

Sepuluh tahun lalu, sangat jarang kita menemui kapal pesiar asing di Kepulauan Anambas. Sejak daerah ini dicadangkan sebagai kawasan konservasi  perairan nasional peruntukan taman wisata perairan oleh Pemerintah tahun 2009,  kepulauan ini mulai dikunjungi kapal pesiar asing. Sekarang,  sangat mudah dijumpai kapal pesiar dari berbagai negara mengunjungi kepulauan ini.

Ada satu pulau, disebut Pulau Bawah, dikelola perusahan modal asing,  PT. Pulau Bawah, secara eksklusiv. Tarif kamar permalamnya 25 juta rupiah. Tamu diantar dari Batam langsung ke resort dengan pesawat amphibi, mendarat tepat di depan resort.

Wisatawan nusantara masih jarang yang berkunjung ke Anambas. Salah satu faktor penyebabnya karena mahalnya biaya transportasi. Hotel berbintang juga belum ada di ibu kota kabupaten, hanya penginapan kelas Melati. Orang Indonesia lebih memilih wisata ke Bali, Singapura, Malaysia atau Thailand. Selain lebih murah, juga lebih bergengsi. Tapi wisatawan manca negara malah menyukai Anambas karena eksotis kemurnian alamnya.

Pemandangan desa di Anambas (Dokumen Pribadi)
Pemandangan desa di Anambas (Dokumen Pribadi)

Masyarakat Anambas majemuk, baik agama maupun budaya. Umumnya memeluk agama Islam, tapi ada beberapa desa mayoritas penganut Kristen. Budaya dan Bahasa Melayu mirip Melayu Malaysia menjadi ciri utama. Etnis Tionghoa sudah bergenerasi di Anambas, sebelum suku-suku lain ramai masuk seperti Jawa, Melayu Riau daratan,  Batak, dan lainnya.

Mata pencarian utama penduduk dari berkebun cengkeh dan nelayan. Namun sesungguhnya perekonomian Anambas ditopang kontribusi belanja Pemerintah Daerah, terutama dari bagi hasil minyak yang diexploitasi di Anambas.

Rencana saya selama tiga hari di Tarempa. Kota kecil ini berada di Pulau Siantan, pulau terbesar dari gugusan kepulauan Anambas. Penduduk dari pulau-pulau kecil datang ke Tarempa untuk berbelanja dengan kenderaan air, speedboat, pompong, atau kapal.

Bila di Anambas, saya teringat syair lagu Rayuan Pulau Kelapa, dari komposer besar Ismail Marzuki, lagu itu sangat tepat menggambarkan Kepulauan Anambas;

Melambai Lambai Nyiur Di Pantai       Berbisik Bisik Raja Kelana                       Memuja Pulau Nan Indah Permai                       Tanah Airku Indonesia

Tarempa, 8 Agustus 2019

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun