Sebenarnya saya mengunjungi kepulauan ini bukan pertama kalinya, tapi sepuluh tahun lewat di 2009. Selama sepuluh tahun, perubahan daerah ini sangat menyolok. Tetapi saya tidak membahas tentang perubahan ini, melainkan tentang keindahannya yang tidak berubah, masih murni.
Kepulauan Anambas bercirikan pulau-pulau kecil tropis. Ratusan pulau-pulau kecil tidak dihuni karena tidak  mendukung pemukiman penduduk secara permanen, faktor pembatasnya ketersediaan air tawar, lahan pertanian sumber pangan, dan terpencil.
Tapi justru keterisolasiannya inilah  yang membuatnya eksotis. Laut biru, pasir putih,  keindahan bawah laut, dan kesunyian pulau tropis merupakan daya tarik Anambas. Bagi wisatawan yang ingin merasakan sensasi pengelana menemukan pulau perawan, Anambas tempatnya.
Sepuluh tahun lalu, sangat jarang kita menemui kapal pesiar asing di Kepulauan Anambas. Sejak daerah ini dicadangkan sebagai kawasan konservasi  perairan nasional peruntukan taman wisata perairan oleh Pemerintah tahun 2009,  kepulauan ini mulai dikunjungi kapal pesiar asing. Sekarang,  sangat mudah dijumpai kapal pesiar dari berbagai negara mengunjungi kepulauan ini.
Ada satu pulau, disebut Pulau Bawah, dikelola perusahan modal asing, Â PT. Pulau Bawah, secara eksklusiv. Tarif kamar permalamnya 25 juta rupiah. Tamu diantar dari Batam langsung ke resort dengan pesawat amphibi, mendarat tepat di depan resort.
Wisatawan nusantara masih jarang yang berkunjung ke Anambas. Salah satu faktor penyebabnya karena mahalnya biaya transportasi. Hotel berbintang juga belum ada di ibu kota kabupaten, hanya penginapan kelas Melati. Orang Indonesia lebih memilih wisata ke Bali, Singapura, Malaysia atau Thailand. Selain lebih murah, juga lebih bergengsi. Tapi wisatawan manca negara malah menyukai Anambas karena eksotis kemurnian alamnya.
Masyarakat Anambas majemuk, baik agama maupun budaya. Umumnya memeluk agama Islam, tapi ada beberapa desa mayoritas penganut Kristen. Budaya dan Bahasa Melayu mirip Melayu Malaysia menjadi ciri utama. Etnis Tionghoa sudah bergenerasi di Anambas, sebelum suku-suku lain ramai masuk seperti Jawa, Melayu Riau daratan, Â Batak, dan lainnya.
Mata pencarian utama penduduk dari berkebun cengkeh dan nelayan. Namun sesungguhnya perekonomian Anambas ditopang kontribusi belanja Pemerintah Daerah, terutama dari bagi hasil minyak yang diexploitasi di Anambas.