Banyak pihak berpendapat bahwa politik polarisasi ini tidak baik menjaga keutahan berbangsa dan bernegara dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pendapat ini dapat dibenarkan bila politik polarisasi ideologi menjurus kepada perpecahan rakyat yang berujung pada bubarnya negara.
Namun bila politik polarisasi berlangsung secara demokratis dan konstitusional sehingga pada akhirnya -katakanlah Islam Garis Keras- mampu mengubah konstitusi itu sendiri dengan tetap menjaga NKRI, apakah ini buruk?
Baca juga : Peran Pemuda dalam Manifestasi Islam Rahmatan Lil'alamin Melalui Pendekatan Nilai Politik
Banyak ahli tata negara berpendapat bahwa UUD 1945 dapat dirubah, tetapi Pancasila adalah kristalisasi dari jiwa bangsa Indonesia, kedudukan Pancasila diatas UUD 1945, oleh sebab itu Pancasila tidak bisa diubah dengan ideologi lain. Pancasila hanya dapat diubah dengan makar atau revolusi.
Tapi akan ada yang berpendapat, bahwa esensi berdemokrasi adalah rakyat berdaulat mencari jalan terbaik mencapai tujuan kehidupan berbangsa dan bernegara, dalam demokrasi ideal, bila rakyat menghendaki maka ideologi negara sekalipun dapat dirubah.
Pada prinsipnya polarisasi politik adalah esensi berdemokrasi. Pada negara-negara demokrasi yang tidak lagi mempermasalahkan ideologi negara, politik adalah polarisasi ide dan gagasan. Di seluruh negara-negara demokrasi di dunia, selalu terjadi polarisasi politik tehadap ide, gagasan, atau kebijakan. Polarisasi mempertegas dan menguatkan keyakinan dan kepercayaan pada pilihan ide, gagasan, atau kebijakan terbaik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H