Reformasi dapat dikatakan selesai pada saat amandemen UUD 1945 yang terakhir ke-empat tahun 2002, dengan kemenangan sepenuhnya pada golongan oportunis yang kembali menguasai kehidupan bernegara.
Selanjutnya pemerintahan dipimpin Susilo Bambang Yudhoyono selama 10 tahun hingga tahun 2014. Kemudian dilanjutkan Pemerintahan Jokowi 2014-2019 pertama, berlanjut periode kedua tahun 2019-2024.
Sesungguhnya pasca orde baru, meskipun berganti-ganti kepemimpinan, kehidupan berbangsa dan bernegara tetap dikuasai oleh politik oportunis.
Itulah dasar penyebab mengapa korupsi tetap merajelela dan sulit dibrantas hingga hari ini, dan selamanya tetap merajelela sepanjang politik oportunis tetap berkuasa.
Mempolemikkan perbandingan satu atau beberapa  issu  antara dua era rezim yang esensinya sama, kemudian manarik kesimpulan kedua rezim 'seolah-olah serupa' adalah tidak bermakna, karena hakekatnya sejak semula sama. 'Seolah-olah serupa' mengecoh logika.
Tidak bermakna memperbandingkan "seolah-olah menyerupai" Orde Baru dengan menyebutnya Neo Orde Baru, Â karena esensi orde baru atau neo orde baru, atau apapun sebutannya pada hakekatnya sama.
Jika premis awal A tidak sama dengan B, kemudian dinyatakan seolah-olah A=B, padahal sejak semula "A=B", adalah keliru logika dan tidak bermakna apa-apa. Salah penerimaan premis awal.
Bukan sosok kepemimpinan seorang BJ Habibie, Gus Dur, Megawati, SBY, Jokowi, dan nama-nama Presiden berikutnya, Â yang harus dipolemikan, tapi secara keseluruhan tata kehidupan berbangsa dan bernegara.
Mereka-mereka mungkin patriot namun terhanyut dalam arus kekuasaan  politik oportunis dan tak berdaya melepaskan diri, hanya rakyat Indonesialah yang diharapkan menolongnya dengan melawan kekuasaan oportunis.
Esensi kehidupan berbangsa bernegara adalah tujuan  mengapa kita hidup berbangsa dan bernegara, yakni untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Apakan haluan yang kita tempuh sudah benar dan sejauh mana kita telah berjalan mencapai tujuan berbangsa bernegara? Itulah esensi yang bermakna untuk selalu dipolemikan, agar perjalanan kita tidak salah haluan dan lebih cepat sampai.