Pembohong itu kembali berkhotbah, di amini kelabu awan.
kembali merontokkan peluh-peluh kemunafikan di singgasananya.
Ini dia pertarungan yang dinanti.
mencari siapa pembohong terbaik.
Dan yang tidak pernah tahu,
Satu demi satu, berbaris merenggang nyawa,
mendengar khotbah sebelum mendengar kebohongan.
menikmati sakit.
Pembohong yang lain tidak berkhotbah,
dakwah cukup dengan selembar rupiah biru katanya.
di tukar derita lima tahun.
Kebenaran dan kebahagiaan pun ternyata bisa dibeli.
Dan di tempat yang lain, masih di negeri sejuta poster,
si kecil asyik bermain coret-coret gambar.
si pembohong akhirnya berkumis, berjenggot.
menampakkan wajah sesungguhnya.
yah, itulah wajahnya . . .
Negeri ini mencari pembohong terbaik,
Semakin banyak yang kau bohongi, maka engkau menang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H