Mohon tunggu...
Subagyo
Subagyo Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat

Pekerja hukum dan sosial; http://masbagio.blogspot.com http://ilmubagi.blogspot.com http://sastrobagio.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

GM: Memenangkan Ahok Urusan Nasional, Reklamasi?

20 Maret 2016   17:33 Diperbarui: 20 Maret 2016   17:40 820
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Tetanggaku di medsos facebook menyebar statemen Goenawan Mohamad (GM), sang maestro dari Tempo itu, yang berjudul KENAPA AHOK? Pakai huruf kapital. GM punya jawaban pokok atas pertanyaan yang dijadikannya judul itu, meminjam jawaban kenalannya yang katanya seorang arsitek muda, yaitu: “Tadi sore saya tanya seorang arsitek muda, kenapa dukungan untuk Ahok + Heru itu penting, dan kenapa dia ikut dukung, padahal dia ( seperti saya ), tak setuju dengan rencana Reklamasi Teluk Jakarta. 

Jawabnya: “Karena kemenangan Ahok itu bukan hanya sekedar urusan Jakarta dan pembangunannya, tapi urusan nasional – menyangkut hak-hak kita, orang yang tak berpartai, dan menyangkut hak kewarganegaraan tiap orang untuk dipilih, tanpa diskriminasi rasial dan agama.” Saya mendapatkan jawaban yang telak.” Begitu kata GM.

Andaikan jawaban arsitek muda kepada GM itu tidak mendikotomi urusan nasional dengan urusan Jakarta dalam memilih Ahok yang dikaitkan izin Reklamasi Teluk Jakarta itu, ya itu urusan merekalah. Misalnya saat GM ditanya, “Mengapa pilih Ahok?” lalu GM dan temannya yang arsitek muda itu menjawab, “Saya pikir Ahok pantas untuk kami pilih dan itu urusan saya!” maka jawaban demikian tak boleh tidak dihormati.

Tetapi karena ada statemen GM (yang merupakan jawaban temannya itu) kepada umum (di medsos) bahwa urusan reklamasi Teluk Jakarta itu merupakan urusan Jakarta dan pembangunannya, dan urusan memilih Ahok adalah urusan nasional, maka cukup wajar jika saya bertanya: “Benarkah demikian?”

GM dan temannya itu sama-sama tidak setuju dengan rencana reklamasi Teluk Jakarta, karena urusan itu merupakan urusan Jakarta dan pembangunannya. Sedangkan urusan memenangkan Ahok dinilai sebagai urusan nasional terkait dengan hak-hak orang yang tak berpartai, dan menyangkut hak kewarganegaraan tiap orang untuk dipilih, tanpa diskriminasi rasial dan agama.

Baiklah. Sekarang saya akan membantah bahwa urusan reklamasi Teluk Jakarta itu bukan sekadar urusan Jakarta dan pembangunanya, tapi itu juga urusan nasional, dengan meminjam istilah “hak orang tak berpartai, hak kewarganegaraan tiap orang untuk dipilih tanpa diskriminasi rasial dan agama.

Pertanyaannya adalah: apakah hak para nelayan yang terancam dilanggar dengan adanya reklamasi Teluk Jakarta itu dikategorikan urusan Jakarta dan pembangunannnya? Apakah wilayah pesisir yang akan direklamasi itu merupakan wilayah Jakarta yang hanya untuk orang Jakarta? (Bahkan nanti ada orang asing yang bisa membeli properti di situ). Apakah sistem hukum yang (harus) mengandung harmonisasi relasi struktur, kultur dan substansinya dari pusat ke daerah, termasuk menyangkut soal kewenangan pemberian izin dan pengelolaan Teluk Jakarta, dapat dipotong menjadi sistem hukum parsial (daerah Jakarta saja) yang hanya menjadi urusan Jakarta, bukan urusan nasional?

Sebaliknya, jika agenda memenangkan Ahok terkait dengan alasan karena Ahok tidak boleh didiskriminasi secara etnik dan agama, lalu bagaimana jika Ahok terbukti melanggar hukum nasional atas dikeluarkannya izin reklamasi Teluk Jakarta? Katakanlah misalnya ada Bupati Bangkalan bernama Kyai Fuad Amin yang korupsi terkait urusan uang dan kekayaan Bangkalan, apakah kita akan menilainya bahwa itu hanya urusan Bangkalan? Padahal hukum yang dipergunakan untuk mengurusinya adalah hukum nasional.

Jika di sisi lain Ahok dianggap sebagai figur antikorupsi, sejauh mana kita memahami korupsi? Apakah memperlakukan sumber daya alam negara di daerah dengan cara melawan hukum itu bukan korupsi? Apakah kebijakan-kebijakan yang bersifat merusak alam itu bukan korupsi? Jika kita masih terjebak definisi hukum tentang korupsi, 

dengan mengabaikan kenyataan bahwa kerugian alam yang lebih luas dianggap bukan korupsi dibandingkan dengan kerugian negara yang dihitung oleh BPKP atau BPK, maka kita sudah bisa melihat betapa kehancuran lingkungan negara ini, seperti contohnya kasus lumpur Lapindo, kasus Newmont, kasus Freeport, kita menilainya itu bukan sebagai korupsi meski daya penghancurannya jauh lebih hebat daripada korupsi dalam definisi yuridis yang masih terkungkung dalam tempurung hukum yang sempit dan tak bergerak itu. 

Penguasa dan para pengusaha besar yang selama ini saling dukung dalam soal uang politik yang dibarter dengan pemberian izin-izin konsesi, ketika berakibat pada kehancuran alam lingkungan, tidak dipandang sebagai korupsi, padahal itu adalah megakorupsi. Ini bukan teori konspirasi, tapi kenyataan global di sepanjang sejarah.

Jadi, untuk memenangkan Ahok saya pikir tidaklah perlu banyak cingcong dan alasan. Susunlah srtategi yang matang, jurus yang hebat, jaringan yang kuat, anggaran yang mapan.

Oh iya ya….. memang dalam rangka kampanye politik harus ada strategi untuk memenangkan setiap pikiran. Mempengaruhi cara pikir sebanyak-banyaknya orang, jika perlu dengan seolah-olah ilmiah atau filosofis. Baiklah….. akhirnya saya bisa memahami itu, “Mengapa Ahok?”

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun